WAHAI SAUDARAKU..KERJAKANLAH SHOLAT JUM'AT BERSAMA UMARO' SEBAGAI BUKTI KETAATANMU
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, والصلاة و السلام على نبينا محمد, عبدالله و رسوله وعلى اله و صحبه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين, و بعد :
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS.62 Al Jumu’ah : 9).
Dari Thoriq bin Syihab, dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ إلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ
“Jumat adalah kewajiban bagi setiap Muslim kecuali empat orang. Hamba sahaya yang dimiliki, perempuan, anak kecil, dan orang sakit,” (HR Abu Daud dengan sanad sesuai syarat Bukhori dan Muslim).
Allah Ta'ala berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ
"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al Maidah : 50).
Bab I. Dalil-dalil yang Perintahkan Taat Kepada Ulil Amri (Umaro'/Pemimipin yang Sah/Penguasa)
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa’ : 59).
Ulil amri dalam ayat di atas ada empat tafsiran dari para ulama, yaitu ada ulama yang berpendapat bahwa mereka adalah penguasa. Ada juga pendapat lainnya yang menyatakan bahwa ulil amri adalah para ulama. Dua pendapat lainnya menyatakan bahwa ulil amri adalah sahabat Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, juga ada yang menyebut secara spesifik bahwa ulil amri adalah Abu Bakr dan Umar sebagaimana pendapat dari ‘Ikrimah.
Kalau yang dimaksudkan ulil amri adalah penguasa, maka perintah mereka memang wajib ditaati selama bukan dalam perkara maksiat. Dalam hadits disebutkan,
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ حَقٌّ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِالْمَعْصِيَةِ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“Patuh dan taat pada pemimpin tetap ada selama bukan dalam maksiat. Jika diperintah dalam maksiat, maka tidak ada kepatuhan dan ketaatan.” (HR. Bukhari, no. 2955)
Syaikh ‘Abdurrohman bin Nashir As-Sa’di rohimahullah menyebutkan bahwa Allah memerintahkan untuk taat kepada-Nya dan taat kepada Rosul dengan menjalankan perintah keduanya baik yang wajib maupun sunnah serta menjauhi setiap larangannya. Juga dalam ayat disebutkan perintah untuk taat pada ulil amri. Yang dimaksud ulil amri di sini adalah yang mengatur urusan umat. Ulil amri di sini adalah penguasa, penegak hukum dan pemberi fatwa (para ulama). Urusan agama dan urusan dunia dari setiap orang bisa berjalan lancar dengan menaati mereka-mereka tadi. Ketaatan pada mereka adalah sebagai bentuk ketaatan pada Allah dan bentuk mengharap pahala di sisi-Nya. Namun dengan catatan ketaatan tersebut bukanlah dalam perkara maksiat pada Allah. Kalau mereka memerintah pada maksiat, maka tidaklah ada ketaatan pada makhluk dalam bermaksiat pada Allah.
Diutarakan pula oleh Syaikh As-Sa’di bahwa ketaatan pada Allah diikutkan dengan ketaatan pada Rosul dengan mengulang bentuk fi’il (kata kerja) athi’u (taatlah). Rahasianya adalah bahwa ketaatan pada Rosul sama dengan bentuk ketaatan pada Allah. Maksudnya, kalau kita mengikuti dan taat pada Rosul berarti kita telah taat pada Allah. Sedangkan ketaatan pada ulil amri disyaratkan selama bukan dalam maksiat. (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rohman, hlm. 183-184).
Dari Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang membuat hati menjadi bergetar dan mata menangis, maka kami berkata, ‘Wahai Rosulullah! Sepertinya ini adalah wasiat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah wasiat kepada kami.’ Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ
‘Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun kalian dipimpin seorang budak.” (HR. Abu Daud, no. 4607 dan Tirmidzi, no. 2676. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).
Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ أَطَاعَنِى فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ يَعْصِنِى فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعِ الأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِى وَمَنْ يَعْصِ الأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِى
“Barangsiapa menaatiku, maka ia berarti menaati Allah. Barangsiapa yang tidak mentaatiku berarti ia tidak menaati Allah. Barangsiapa yang taat pada pemimpin berarti ia menaatiku. Barangsiapa yang tidak menaati pemimpin berarti ia tidak menaatiku.” (HR. Bukhori, no. 7137 dan Muslim, no. 1835).
Bab II. Ijma' Ahlus Sunnah Disyari'atkan Sholat Jum'at, Sholat Id, Dan Haji Bersama Umaro' (Ulil Amri) Sebagaimana Jihad.
Kita disyari'atkan untuk taat pada pemimpin muslim selama ia muslim walaupun ia ahli maksiat, yaitu taat dalam hal shalat Jumat, sholat Id, jihad, dan haji bersamanya. Sebagaimana pengamalan Salaful Ummah yang senantiasa mengerjakan sholat Jum'at di belakang umaro'/amir yang sah atau wakil yang ditunjuk. Demikian juga disebutkan dalam kitab-kitab Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.
Di antara dalil dari sunnah (hadits) yang menunjukkan tetap diperintahkan sholat di belakang pemimpin yang fajir (selama mereka belum kafir) adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzarr rodhiyallahu ‘anhu, ketika beliau bertanya kepada Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam tentang sholat di belakang pemimpin yang mengakhirkan sholat dari waktunya, maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلِّ الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا، فَإِنْ أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ مَعَهُمْ فَصَلِّ، وَلَا تَقُلْ إِنِّي قَدْ صَلَّيْتُ فَلَا أُصَلِّي
“Sholatlah pada waktunya. Jika Engkau menjumpai sholat bersama mereka (di luar waktu), maka sholatlah. Dan jangan katakan, “Sesungguhnya aku sudah sholat, maka aku tidak sholat (bersama kalian).” (HR. Muslim no. 648)
Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa sholat lagi di belakang penguasa (di luar waktu/mengakhirkan waktu sholat) itu dinilai sebagai sholat sunnah. Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu, Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَعَلَّكُمْ سَتُدْرِكُونَ أَقْوَامًا يُصَلُّونَ الصَّلَاةَ لِغَيْرِ وَقْتِهَا، فَإِنْ أَدْرَكْتُمُوهُمْ فَصَلُّوا الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا، وَصَلُّوا مَعَهُمْ وَاجْعَلُوهَا سُبْحَةً
“Mungkin kalian akan menjumpai suatu kaum yang mengerjakan sholat tidak pada waktunya. Jika kalian mendapati mereka, maka sholatlah pada waktunya, kemudian ikutlah sholat bersama mereka dan anggaplah itu sebagai shalat sunnah.” (HR. An-Nasa’i no. 779. Dinilai hasan shahih oleh Al-Albani)
Al Hasan berkata tentang umaro' (para pemimpin): "Mereka mengelola lima urusan kita yaitu sholat Jum'at, sholat berjama'ah, sholat 'Id, tsughur (tapal perbatasan), dan hudud. Demi Allah agama tidak tegak kecuali dengan mereka, kendati mereka melampaui batas dan zholim. Demi Allah apa yang diperbaiki Allah melalui mereka itu lebih banyak daripada apa yang mereka rusak. Demi Allah taat kepada penguasa tirani pasti menjengkelkan tetapi keluar dari mereka adalah kekafiran." (dalam Jami'ul Ulum wal Hikam karya Ibnu Rojab syarh hadits ke-28).
Berkata Sufyan Ats Tsauri rohimahullah (wafat 161 H) dalam kitab Syarhu Ushul I’tiqod Ahlussunnah Wa Al-Jama'ah Min Al-Kitab Wa As-Sunnah Wa Ijma’ Ash-Shohobah Wa At-Tabi’in Min Ba’dihim oleh Imam Al-Lalikai (wafat 418 H):
"Wahai Syu’aib, tidak bermanfaat bagimu apa yang engkau tulis hingga engkau berpendapat (diwajibkannya) shalat di belakang (pemimpin) yang baik maupun yang jelek. Berjihad (di belakang pemimpin kaum muslimin) berlaku sampai hari kiamat serta bersabar di bawah bendera mereka yang zhalim maupun yang adil. Syu’aib berkata: Wahai Abu Abdillah, apakah semua sholat? Sufyan berkata: Tidak, akan tetapi sholat Jum'at dan sholat Idul Fitri serta Idul Adha. Sholatlah di belakang (pemimpin) yang engkau jumpai. Adapun sholat yang lainnya, maka terserah kepadamu. Dan jangan engkau sholat melainkan di belakang orang yang engkau percayai dan engkau mengetahui bahwa dia dari Ahlussunnah wal Jamaah."
Imam Ahmad rohimahullah (wafat 241 H) dalam Ushulus Sunnah berkata:
وَصَلاةُ الجُمُعَةِ خَلْفَهُ، وَخَلْفَ مَنْ وَلَّاهُ جَائِزَةٌ بَاقِيَةٌ تَامَّةٌ رَكْعَتَيْنِ، مَنْ أَعَادَهُمَا فَهُوَ مُبْتَدِعٌ، تَارِكٌ لِلآثَارِ، مُخَالِفٌ لِلسُّنَّةِ، لَيْسَ لَهُ مِنْ فَضْلِ الجُمُعَةِ شَيءٌ؛ إِذَا لَمْ يَرَ الصَّلاةَ خَلْفَ الأَئِمَّةِ مَنْ كَانُوا: بَرِّهِمْ وَفَاجِرِهِمْ فَالسُّنَّةُ أَنْ تُصَلِّيَ مَعَهُمْ رَكْعَتَيْنِ وَيَدِينُ بِأَنَّهَا تَامَّتٌ،لايَكُنْ فِي صَدْرِكَ مِنْ ذَلِكَ شَكٌّ،
"Melaksanakan sholat Jum’at di belakang mereka dan di belakang orang yang menjadikan mereka sebagai pemimpin (ditunjuk oleh pemimpin) hukumnya boleh dan sempurna dilakukan dua raka’at. Barangsiapa yang mengulangi sholatnya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah) yang meninggalkan atsar-atsar dan menyelisihi Sunnah. Tidak ada baginya sedikitpun dari keutamaan sholat Jum’at apabila ia tidak berpendapat bolehnya shalat di belakang para imam/pemimpin, baik pemimpin itu baik maupun buruk. Karena Sunnah memerintahkan agar melaksanakan sholat bersama mereka dua raka’at dan mengakui bahwa shalat itu sempurna. Tanpa ada keraguan terhadap hal itu di dalam hatimu."
Imam Al-Muzani rohimahullah (wafat 264 H) dalam kitab Syarhus Sunnah berkata:
وَلاَ نَتْرُكُ حُضُوْرَ الجُمُعَةِ وَ صَلاَةٌ مَعَ بَرِّ هَذِهِ الأُمَّةِ وَفَاجِرِهَا لاَزِمٌ , مَا كَانَ مِنَ البِدْعَةِ بَرِيْئًا فَإِنِ ابْتَدَعَ ضَلاَلاً فَلاَ صَلاَةَ خَلْفَهُ وَالجِهَادُ مَعَ كُلِّ إِمَامٍ عَدْلٍ أَوْجَائِرٍ وَالحَجُّ
"Kita tidaklah meninggalkan menghadiri sholat Jum'at. Akan tetapi, hendaklah melakukan sholat tersebut bersama pemimpin dari umat Islam yang baik ataupun fajir (banyak berbuat dosa), selama pemimpin tersebut bersih dari kebid’ahan. Jika ia melakukan kebid’ahan yang sesat (yang menyebabkan kekafiran), tidaklah boleh sholat di belakangnya. Jihad dilakukan bersama pemimpin yang adil atau tidak adil, demikian halnya dengan haji."
Berkata Imam Al Barbahari rohimahullah (wafat 329 H) dalam Syarhus Sunnah: "Ketahuilah bahwa kejahatan penguasa tidak mengurangi kewajiban yang Allah wajibkan melalui lisan Nabi-Nya. Kejahatannya untuk diri mereka sendiri, sedangkan ketaatan dan kebaikanmu bersamanya tetap sempurna Insya Allah. Yakni kebaikan berupa sholat jama'ah, sholat Jum'at dan jihad bersama mereka dan segala sesuatu dari ketaatan yang dikerjakan bersama mereka, maka pahalamu sesuai dengan niatmu."
Al-Imam Abu Utsman Ash-Shobuni (wafat tahun 449 H ) dalam kitab Aqidah Salaf Ashabil Hadits berkata :
ويرى أصحاب الحديث الجمعة والعيدين و غيرهما من الصلوات ، خلف كل إِمام ، برا كان أو فاجراً ، ويرون جهاد الكفرة معهم ، وإِن كانوا جَوَرة فجرة ، ويرون الدعاء لهم بالإِصلاح والتوفيق والصلاح ، وبسط العدل في الرعية
“Dan Ashabul hadits memandang sholat Jumat, Iedain, dan sholat-sholat yang lainnya di belakang setiap imam yang muslim yang baik maupun yang fajir, mereka memandang hendaknya mendoakan para pemimpin dengan taufiq dan kebaikan, dan menyebarkan keadilah terhadap rakyat.”
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah dalam kitab Al Aqidah Al Wasithiyah:
و يرون إقامة الحج و الجهاد والجمع و الٱعياد مع الٱمرا
"Dan mereka (Ahlus Sunnah) berpendapat pelaksanaan Haji, Jihad, Sholat Jum'at, dan Sholat 'Id bersama para amir (penguasa)."
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rohimahullah ketika menjelaskan ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah berkata:
"Jika ada yang bertanya: "Mengapa kita mesti sholat di belakang mereka dan mengikuti mereka dalam Haji, Jihad, (sholat) Jum'at, dan 'Id?" Kita katakan karena mereka imam kita yang kita beragama dengan mendengar dan mentaati mereka, karena perintah Allah. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." (QS. An Nisa' : 59).
Dan perintah Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya akan terjadi setelahku kezholiman-kezholiman dan perkara-perkara yang kalian ingkari. Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada orang yang mengalaminya dari kami?" Beliau menjawab: "Tunaikan hak-hak mereka atas kalian, dan mintalah kepada Allah hak-hak kalian." (HR. Muslim).
Yang dimaksud hak mereka (penguasa) yaitu ketaatan kepada mereka selain bermaksiat kepada Allah."
Syaikh Sholih Al Fauzan ketika menjelaskan ucapan Syaikul Islam Ibnu Taimiyah dalam Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah berkata:
و يرون إقامة الحج و الجهاد والجمع و الٱعياد مع الٱمرا
"Dan mereka (Ahlus Sunnah) berpendapat pelaksanaan Haji, Jihad, Sholat Jum'at, dan Sholat 'Id bersama para amir (penguasa)." . Artinya: Ahlus Sunnah berkeyaqinan syi'ar-syi'at ini wajib dikerjakan bersama para penguasa kaum muslimin. Mereka abror (benar) atau tidak sholih. Yaitu: apakah mereka orang yang sholih atau fasiq (pendosa), orang yang kefasikannya tidak mengeluarkan dari agama (Islam)."
Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafi rohimahullah berkata,
“Siapa saja yang meninggalkan sholat Jum’at dan sholat berjamaah di belakang pemimpin yang fajir (jahat atau dzalim), maka dia adalah mubtadi’ (ahlul bid’ah) menurut jumhur (mayoritas) ulama. Yang benar adalah sholat di belakang mereka dan tidak mengulang sholat. Hal ini karena para sahabat rodhiyallahu ‘anhum tetap sholat Jum’at dan sholat berjamaah di belakang pemimpin yang fajir dan tidak mengulang sholat mereka. Hal ini sebagaimana ‘Abdullah bin ‘Umar rodhiyallahu ‘anhu yang sholat di belakang Al-Hajjaj bin Yusuf, demikian pula Anas radhiyallahu ‘anhu.” (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thohawiyyah)
Bab III. Hikmah Mengerjakan Sholat Jum'at Di Belakang Umaro'
(1) Mentaati Allah dan Nabi.
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa’ : 59).
(2) Taat pemimpin
Imam Al-Muzani rohimahullah berkata, “Kita tidaklah meninggalkan menghadiri shalat Jumat. Akan tetapi, hendaklah melakukan shalat tersebut bersama pemimpin dari umat Islam yang baik ataupun fajir (banyak berbuat dosa).”
Hal ini dalam rangka menjalankan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau memerintahkan kita untuk taat kepada pemimpin dan tidak boleh menyelisihi mereka. Prinsip ini bertentangan dengan prinsip agama yang dijalankan oleh kaum Khowarij dan Mu’tazilah.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rohimahullah ketika menjelaskan ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah berkata:
"Mereka (Ahlus Sunnah Wal Jama'ah) berpendapat untuk menegakkan Haji bersama para amir (penguasa) walaupun mereka fasiq. Bahkan walau mereka minum khomr ketika Haji. Mereka tidak berkata: "Ini adalah imam faajir, kami tidak mau terima kepemimpinannya.". Karena mereka berpendapat bahwa mentaati waliyul amri adalah wajib walaupun mereka fasiq, dengan syarat selama kefasikannya tifak membawa kepada kekafiran yang jelas yang di sisi Allah kita punya burhan...".
(3) Demi menjaga persatuan kaum muslimin
Imam Al-Muzani ini menjelaskan bahwa wajib menjaga shalat Jumat bersama jamaah kaum muslimin. Masalah ini dibawakan oleh para ulama dalam kitab aqidah untuk menjaga persatuan kaum muslimin dan menjaga jamaah mereka. Kaum muslimin diperintahkan untuk menghadiri shalat Jumat di masjid walaupun imam yang melaksanakan shalat di situ adalah seorang fasik atau punya sebagian kesalahan. Ini semua untuk menjaga persatuan kaum muslimin.
Bab IV. Syubhat Dan Bantahan
1. Syubhat: "Pemimpin melakukan bid'ah dan kefasikan".
Bantahan:
(1) Kita diperintahkan taat kepada ulil amri selama bukan perkara maksiat. Dalilnya sangat banyak dan jelas bagi orang yang berakal sehat.
(2) Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku:
يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنَّهُ سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ يُؤَخِّرُونَ الصَّ ةَالَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا فَإِنْ أَنْتَ أَدْرَكْتَهُمْ فَصَلِّ الصَّ ةَالَ لِوَقْتِهَا-وَرُبَّمَا قَالَ: فِي رَحْلِكَ-ثُمَّ ائْتِهِمْ فَإِنْ وَجَدْتَهُمْ قَدْ صَلُّوا كُنْتَ قَدْ صَلَّيْتَ وَإِنْ وَجَدْتَهُمْ لَمْ يُصَلُّوا صَلَّيْتَ مَعَهُمْ فَتَكُونُ لَكَ نَافِلَةً.
“Wahai Abu Dzar, sungguh akan muncul di tengah kalian penguasa-penguasa yang mengakhirkan sholat dari waktu-waktunya. Jika engkau dapatkan mereka, sholatlah engkau pada waktunya.’ -atau beliau mengatakan-, ‘Sholatlah di rumahmu, kemudian datangilah mereka. Jika kalian dapatkan mereka sudah selesai menunaikan sholat, engkau telah tunaikan sholat sebelumnya. Seandainya engkau dapatkan mereka belum sholat, sholatlah bersama mereka dan sholat itu adalah nafilah (sunnah) bagimu’.”
(3) Sejumlah sahabat Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam melakukan sholat di belakang para pemimpin yang jahat seperti sahabat Ibnu Umar dan Anas rodhiyallahu ‘anhuma. Keduanya pernah sholat di belakang Hajjaj (seorang pemimpin yang jahat dan zalim). Sahabat Ibnu Mas’ud juga pernah sholat di belakang al-Walid bin Uqbah dan sejumlah para ulama sunnah sholat di belakang para umara yang zholim dari bani Umayyah dan bani Abbasiyah.
2. Syubhat: "Pemerintah tidak mewajibkan kita sholat Jum'at di belakangnya".
Bantahan:
(1) Pemerintah NKRI menghimbau agar kaum muslimin menjaga persatuan dan tidak berpecah belah. Atau silahkan tanya menteri Agama.
(2) Himbauan pemerintah itu wajib kita taati selama bukan perkara maksiat.
3. Syubhat: "Pemerintah tidak melarang kita mengadakan sholat Jum'at sendiri."
Bantahan:
(1) Kata siapa pemerintah tidak melarangnya?
(2) Bukankah sudah banyak kasus dan pertikaian sehingga pemerintah daerah melarang mengadakan sholat Jum'at sendiri.?
(3) Silahkan tanya menteri Agama dan ulil amri: "apa ridho dan senang melihat rakyatnya berpecah belah mengadakan sholat Jum'at sendiri-sendiri ataukah ingin bersatu dan tidak berpecah belah?"
4. Syubhat: "Izin dari pemerintah itu tidak harus berupa perizinan, tapi bisa berupa urf."
Bantahan:
(1) Sebutkan dalil dan salafnya?
(2) Di sebuah daerah setahu saya banyak urf seorang istri puasa Sunnah atau keluar rumah tanpa minta izin kepada suami..seperti halnya mereka yang mengadakan sholat Jum'at sendiri kerena mengikuti urf. Apa perbuatan tersebut dibenarkan.??
(3) Hukum asalnya sholat Jum'at wajib dikerjakan di belakang ulil amri dan pemerintah tidak mengizinkan kaum muslimin berpecah-belah mengadakan sholat Jum'at sendiri. Akan tapi banyak dari mereka yang menuntut minta imaroh dan wilayah kepada pemerintah dengan mendirikan muassasah.
5. Syubhat: "Dengan mengadakan sholat Jum'at sendiri maka kita bisa kerjakan dengan tata cara yang lebih mencocoki Sunnah."
Bantahan:
(1) Dengan tafarruq dan mengadakan sendiri saja itu sudah menyelisihi Sunnah..menyelisihi Aqidah Ahlus Sunnah ataupun Ushulus Sunnah serta tiada salafnya.
(2) Apa ada nukilan dari Salafus Sholih yang mengadakan sholat Jum'at dan sholat Id sendiri tidak di belakang penguasa ataupun orang-orang yang ditunjuk ulil amri (penguasa)?
6. Syubhat: "Sholat Jum'at di satu masjid tidak mungkin bisa diamalkan pada zaman sekarang. Dan kita semua sepakat akan bolehnya mengerjakan sholat Jum'at tidak di satu masjid jika memang ada hajat yang menuntut.. Demikian juga sholat 'Id."
Bantahan:
(1) Memang benar dan pemerintah yang paling berhak untuk mengurusinya..sebagaimana pernah dilakukan Ali bin Abi Tholib dengan menunjuk orang untuk mengimami untuk sholat 'Id.
(2) Berpecah belah mengadakan sholat Jum'at sendiri di banyak masjid dalam sebuah daerah/wilayah termasuk menyelisihi Sunnah, sebagaimana kalam syaikh Albani.
(3) Pemerintah NKRI pun sudah mengatur mulai dari tingkat pusat sampai tingkat desa sudah mengadakan sholat Jum'at. Apa itu semua masih belum cukup.??
7. Syubhat: "Kami sudah mengerjakan sholat Jum'at dan 'Id bersama pemerintah karena hari dan waktunya bersamaan".
Bantahan:
(1) jika hanya hari dan waktunya yang bersamaan maka orang-orang Khowarij dan mayoritas ahlu bid'ah juga demikian. Sekarang apa bedanya?
(2) Jika makna ma'a ditakwil yang penting waktunya bersamaan..berarti apa mereka pernah mandi ma'al umaro..makan ma"al umaro'..tidur ma'al umaro' ataupun jima' ma'al umaro'.??
(3) Apabila hanya waktunya saja yang bersamaan..maka demi Allah ini pemahaman bathil! Apa ada ahlu bid'ah yang mengadakan sholat Jum'at pada hari selain Jum'at.??
8. Syubhat: "Masjid jami' jaraknya jauh."
Bantahan:
(1) jauhnya berapa km? Apa lebih dari setengah hari jika ditempuh berjalan kaki atau sudah termasuk jarak safar? Andai memang benar seperti itu sehingga memberatkan maka insya Allah kewajiban sholat Jum'at bisa gugur dan diganti dengan sholat Dhuhur.
(2) Lebih jauh mana masjid jami' dengan pasar? Jika belanja ke pasar saja mampu, apa ke masjid jami' tidak mampu. Padahal kebanyakan tidak jauh dari pasar inya Allah ada masjid Jami'.
9. Syubhat : "Sholat Jum'at di belakang umaro' itu bukan pemahaman ahlu ilmi."
Bantahan :
(1) Silahkan datangkan burhan jika sholat Jum'at di belakang umaro' bukan pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama'ah!! Jika tidak ingin mendapat laqob "syaithon pendusta".
(2) Mereka itu menolak sholat Jum'at bersama umaro' karena tidak mencocoki hawa nafsu pak ustadz Salafi beragam versi. Mereka mayoritas punya sejarah hitam..mulai laskar jahat, mengemis, mendirikan yayasan, dusta, khianat dst. Demikian juga banyak dari mereka yang dulunya pernah ikut kelompok/jam'iyyah shohibul bid'ah yang ada di Indonesia..berlumuran dengan bid'ah dan jatuh bangun serta tersungkur. Apa seperti itu orang yang memiliki ilmu nafi'.??
(3) Jika mereka memang jujur dan bukan syaithon pendusta..apa ridho jika aku ajak berhakim kepada Allah untuk menampakkan Al haqq??? Dan aku berlindung kepada Allah dari sifat dusta dan kejelekan para syaithon pendusta.
Jawablah dengan jujur: "Jika dalam perkara sholat Jum'at saja banyak yang gemar berpecah-belah dan enggan bersatu di belakang ulil amri atau orang yang ditunjuk oleh pemerintah..sekarang ingin bersatu dalam perkara apa.?? Apa ada amal ibadah jama'i yang lebih utama dari pada sholat Jum'at?"
Bab V. Ancaman Atas Orang Yang Enggan Mengamalkan Ilmu
Terdapat banyak dalil yang menunjukkan ancaman bagi orang yang tidak mengamalkan ilmu yang dimilikinya. Orang yang berilmu akan ditanya tentang ilmunya, apa yang telah dia amalkan dari ilmunya tersebut. Barangsiapa yang tidak mengamalkan ilmunya maka ilmunya sia-sia dan akan menjadi penyesalan baginya.
Allah berfirman :
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
“ Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan, sedangkan kamu melupakan kewajiban dirimu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? “ (QS. Al Baqorah : 44)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“ Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. “ (QS. Ash Shof : 2-3)
وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلاَّ الإِصْلاَحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلاَّ بِاللّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“ Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu dengan mengerjakan apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali mendatangkan perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan pertolongan Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.“ (QS. Huud : 88).
Dari Usamah bin Zaid, Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِى النَّارِ ، فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِى النَّارِ ، فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ ، فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ ، فَيَقُولُونَ أَىْ فُلاَنُ ، مَا شَأْنُكَ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ قَالَ كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلاَ آتِيهِ ، وَأَنْهَاكُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ
“Ada seseorang yang didatangkan pada hari kiamat lantas ia dilemparkan dalam neraka. Usus-ususnya pun terburai di dalam neraka. Lalu dia berputar-putar seperti keledai memutari penggilingannya. Lantas penghuni neraka berkumpul di sekitarnya lalu mereka bertanya, “Wahai fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu dahulu yang memerintahkan kami kepada yang kebaikan dan yang melarang kami dari kemungkaran?” Dia menjawab, “Memang betul, aku dulu memerintahkan kalian kepada kebaikan tetapi aku sendiri tidak mengerjakannya. Dan aku dulu melarang kalian dari kemungkaran tapi aku sendiri yang mengerjakannya.” (HR. Bukhori no. 3267 dan Muslim no. 2989).
Kemudian Ibnu Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu berkata:
من تعلم علما لم يعمل به لم يزده إلا كبرا
“Siapa yang belajar ilmu (agama) lantas ia tidak mengamalkannya, maka hanya kesombongan pada dirinya yang terus bertambah.” (Disebutkan oleh Imam Adz Dzahabi dalam Al Kabair, hal. 75).
Mari kita perhatikan:
Betapa banyak manusia yang mendakwahkan : (1) melarang syirik,(2) melarang menyembah akabir dan thoghut, (3) melarang bid'ah, (4) melarang dusta dan khianat, (5) memeritahkan taat kepada umaro' selama bukan maksiat, mengharamkan shuroh bernyawa, (6) melarang paham Ateisme, (7) melarang tasawwul/minta-minta, (8) mengatakan sholat Jum'at, sholat Id, Haji dan jihad ma'al umaro', (9) melarang taqlid, ta'ashub dan tahazub, (10) wala' wal baro karena Allah, (11) mengajak zuhud dan qona'ah, (12) melarang mengikuti hawa nafsu, (13) melarang mengambil ilmu dari ahlu ahwa' dan pelaku dosa besar, (14) melarang meminta imaroh dan wilayah kepada penguasa, (15) anak hendaknya diasuh hadhinah yang sah, (16) tidak mencari ilmu dengan tujuan dunia, (17) melarang makan sampai kenyang atau dengan 7 usus, (18) melarang syahadatuz zur, (19) amar ma'ruf nahi munkar dan lain-lain..tapi bagaimana pengamalannya.?? Justru banyak dari mereka yang enggan mengamalkan apa yang mereka dakwahkan. Laa haula wa laa quwwata illa billah..
Bab VI. Penutup
Allah Ta'ala berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ
"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al Maidah : 50).
قَالَ اللَّهُ هَٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ ۚ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
"Allah berfirman, "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang shodiq dari kejujuran mereka. Bagi mereka Jannah yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun ridho terhadap Allah. Itulah kemenangan yang agung." (QS. 5 Al-Maidah : 119).
Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukany rohimahullah berkata:
«إن الباطل وإن ظهر على الحق في بعض الأحوال وعلاه، فإن الله سيمحقه ويبطله ويجعل العاقبة للحق وأهله»
"Sesungguhnya kebathilan walaupun mengalahkan kebenaran pada sebagian keadaan dan mengunggulinya, maka sesungguhnya Allah pasti akan melenyapkan dan menghancurkannya serta menjadikan kesudahan yang baik bagi kebenaran dan orang-orang yang mengikutinya."
Allah Ta'ala berfirman:
فَاِنْ لَّمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ اَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ اَهْوَاۤءَهُمْۗ وَمَنْ اَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوٰىهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ ࣖ
"Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun? Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Qoshosh : 50).
رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّۗ وَرَبُّنَا الرَّحْمٰنُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوْنَ
"Ya Robb-ku, berilah keputusan dengan adil. Dan Robb kami Maha Pengasih, tempat memohon segala pertolongan atas semua yang kalian katakan.”
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين
Blora, 27 Dzulhijjah 1444 H
Hazim Al Jawiy