Benarkah Setiap Negeri Apabila Tidak Menerapkan Hukum Islam Secara Menyeluruh Maka Bisa Langsung Dihukumi Kafir ?
Haram Berhukum Dengan Selain Hukum Allah
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ
“Barang siapa yang tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (QS. Al-Ma’idah: 44).
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
“Barang siapa tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Ma’idah: 45).
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
“Barang siapa tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” (QS. Al-Ma’idah: 47).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan di dalam kitab tafsirnya :
وَقَوْلُهُ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ قَالَ الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ، وَحُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ، وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَأَبُو مِجْلزٍ، وَأَبُو رَجاء العُطارِدي، وعِكْرِمة، وَعَبِيدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، وَالْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ، وَغَيْرُهُمْ: نَزَلَتْ فِي أَهْلِ الْكِتَابِ -زَادَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ: وَهِيَ عَلَيْنَا وَاجِبَةٌ.
وَقَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ(٥٧) عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ قَالَ: نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَاتُ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ، وَرَضِيَ اللَّهُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ بِهَا. رَوَاهُ(٥٨) ابْنُ جَرِيرٍ.
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا هُشَيْم، أَخْبَرْنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيل، عَنْ عَلْقَمَة وَمَسْرُوقٍ(٥٩) أَنَّهُمَا سَأَلَا ابْنَ مَسْعُودٍ عَنِ الرِّشْوَةِ فَقَالَ: مِنَ السُّحْت: قَالَ: فَقَالَا وَفِي الْحُكْمِ؟ قَالَ: ذَاكَ الْكُفْرُ! ثُمَّ تَلَا ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾
وَقَالَ السُّدِّي: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ يَقُولُ: وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أنزلتُ(٦٠) فَتَرَكَهُ عَمْدًا، أَوْ جَارَ وَهُوَ يَعْلَمُ، فَهُوَ مِنَ الْكَافِرِينَ [بِهِ](٦١)
وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَوْلَهُ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ قَالَ: مَنْ جَحَدَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَقَدْ كَفَرَ. وَمَنْ أَقَرَّ بِهِ وَلَمْ يَحْكُمْ فَهُوَ ظَالِمٌ فَاسِقٌ. رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ.
ثُمَّ اخْتَارَ أَنَّ الْآيَةَ الْمُرَادُ بِهَا أَهْلُ الْكِتَابِ، أَوْ مَنْ جَحَدَ حُكْمَ اللَّهِ الْمُنَزَّلَ فِي الْكِتَابِ.
وَقَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ زَكَرِيَّا، عَنِ الشَّعْبِيِّ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ﴾ قَالَ: لِلْمُسْلِمِينَ.
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ ابْنِ أَبِي السَّفَرِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ قَالَ: هَذَا فِي الْمُسْلِمِينَ، ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾
قَالَ: هَذَا فِي الْيَهُودِ، ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾ قَالَ: هَذَا فِي النَّصَارَى.
وَكَذَا رَوَاهُ هُشَيْم وَالثَّوْرِيُّ، عَنْ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ.
وَقَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَيْضًا: أَخْبَرْنَا مَعْمَر، عَنِ ابْنِ طَاوُسٍ(٦٢) عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سُئِلَ ابْنُ عَبَّاسٍ عَنْ قَوْلِهِ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ [بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ] ﴾(٦٣) قَالَ: هِيَ بِهِ كُفرٌ -قَالَ ابْنُ طَاوُسٍ: وَلَيْسَ كَمَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ.
وَقَالَ الثَّوْرِيُّ، عَنِ ابْنِ جُرَيْج(٦٤) عَنْ عَطَاءٍ أَنَّهُ قَالَ: كُفْرٌ دُونَ كُفْرٍ، وَظُلْمٌ دُونَ ظُلْمٍ، وَفِسْقٌ دُونَ فِسْقٍ. رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ.
وَقَالَ وَكِيع عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ سَعِيدٍ الْمَكِّيِّ، عَنْ طَاوُسٍ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ قَالَ: لَيْسَ بِكُفْرٍ يَنْقُلُ عَنِ الْمِلَّةِ.(٦٥)
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عبد الله بن يزيد المقري، حدثنا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حُجَير، عَنْ طَاوُسٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ قَالَ: لَيْسَ بِالْكُفْرِ الَّذِي يَذْهَبُونَ إِلَيْهِ.
وَرَوَاهُ الْحَاكِمُ فِي مُسْتَدْرَكِهِ، عَنْ حَدِيثِ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ، وَقَالَ: صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ.(٦٦)
(٥٧) في ر: "عبد الوارث". (٥٨) في ر: "ورواه". (٥٩) في ر: "عن مسروق". (٦٠) في أ: "أنزل الله". (٦١) زيادة من أ. (٦٢) في أ: "عباس". (٦٣) زيادة من أ، وفي هـ: "الآية". (٦٤) في ر: "جرير". (٦٥) تفسير الطبري (١٠/٣٥٥) . (٦٦) المستدرك (٢/٣١٣) .
Firman Allah :
{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}
"Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah : 44)
Al-Barra ibnu Azib, Huzaifah ibnul Yaman, Ibnu Abbas Abu Mijlaz, Abu Raja Al-Utaridi, Ikrimah, Ubaidillah Ibnu Abdullah, Al-Hasan Al-Bashri, dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ahli Kitab. Al-Hasan Al-Bashri menambahkan, ayat ini hukumnya wajib bagi kita (kaum muslim).
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Manshur, dari Ibrahim yang telah mengatakan bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Bani Israil, sekaligus merupakan ungkapan ridha dari Allah kepada umat yang telah menjalankan ayat ini; menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Salamah ibnu Kahil, dari Alqamari dan Masruq, bahwa keduanya pernah bertanya kepada sahabat Ibnu Mas'ud tentang masalah suap (risywah). Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa risywah termasuk perbuatan yang diharamkan. Salamah ibnu Kahil mengatakan, "Alqamah dan Masruq bertanya, 'Bagaimanakah dalam masalah hukum?'." Ibnu Mas'ud menjawab, "Itu merupakan suatu kekufuran." Kemudian sahabat Ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah : 44)
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah : 44); Bahwa barang siapa yang memutuskan hukum bukan dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, dan ia meninggalkannya dengan sengaja atau melampaui batas, sedangkan dia mengetahui, maka dia termasuk orang-orang kafir.
Ali ibnu Abu Thalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah : 44); Bahwa barang siapa yang ingkar terhadap apa yang diturunkan oleh Allah, sesungguhnya dia telah kafir; dan barang siapa yang mengakuinya, tetapi tidak mau memutuskan hukum dengannya, maka dia adalah orang yang aniaya lagi fasik. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah Ahli Kitab atau orang yang mengingkari hukum Allah yang diturunkan melalui Kitab-Nya.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ats-Tsauri, dari Zakaria, dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan makna firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah." (QS. Al-Maidah : 44) ; Menurutnya makna ayat ini ditujukan kepada orang-orang muslim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mutsanna, telah menceritakan kepada kami Abdus Shamad, telah menmenceritakan kepada kami Syu'bah,dari Ibnu Abus Safar dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Al-Maidah: 44); Menurutnya ayat ini berkenaan dengan orang-orang muslim. Dan firman-Nya yang mengatakan : وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ "Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim." (Al-Maidah: 45) berkenaan dengan orang-orang Yahudi. Sedangkan firman-Nya yang mengatakan: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾
"Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, mana mereka itu adalah orang-orang yang fasiq." (Al-Maidah: 47) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Nashrani.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hasyim dan Ats-Tsauri, dari Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Asy-Sya'bi.
Abdur Razzaq mengatakan juga, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Thawus, dari ayahnya yang menyatakan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}
"Barang siapa yang tidak memutuskan." (Al-Maidah: 44), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas menjawab, orang tersebut menyandang sifat kafir.
Ibnu Thawus mengatakan, yang dimaksud dengan kafir dalam ayat ini bukan seperti orang yang kafir kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan rasul-rasul-Nya.
Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dari Atha' yang telah mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan kafir ialah masih di bawah kekafiran (bukan kafir sungguhan), dan zalim ialah masih di bawah kezaliman, serta fasik ialah masih di bawah kefasikan. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Waki' telah meriwayatkan dari Sa'id Al-Makki, dari Thawus sehubungan dengan makna firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Al-Maidah: 44); Yang dimaksud dengan "kafir" dalam ayat ini bukan kafir yang mengeluarkan orang yang bersangkutan dari Islam.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Hisyam ibnu Hujair, dari Thawus, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya : {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Al-Maidah: 44); Makna yang dimaksud ialah bukan kufur seperti apa yang biasa kalian pahami (melainkan kufur kepada nikmat Allah).
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dan Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini shahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahnya.
Ibnu Jarir ath-Thabari meriwayatkan dari Thawus, meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas mengenai maksud ayat di atas. Ibnu ‘Abbas berkata, “Hal itu adalah penyebab kekafiran. Ia bukanlah kekafiran seperti halnya orang yang kafir kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya” (Lihat al-Qaul al-Ma’mun, hal. 17).
Dalam riwayat yang lain, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, maka dia telah melakukan perbuatan yang menyerupai perbuatan orang kafir” (Lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 7:497).
Ibnu Mas’ud dan al-Hasan menafsirkan, “Ayat itu berlaku umum bagi siapa pun yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, baik dari kalangan umat Islam, Yahudi, dan orang-orang kafir. Artinya, orang tersebut membenarkan dan meyakini perbuatannya berhukum terhadap hukum selain hukum Allah. Adapun orang yang melakukannya, sementara dia berkeyakinan dirinya melakukan perbuatan yang haram, maka dia tergolong orang muslim yang berbuat fasik” (Lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 7: 497).
Imam al-Qurthubi berkata, “Apabila orang tersebut berhukum dengannya (yaitu bukan dengan hukum yang diturunkan Allah pent.), karena dorongan hawa nafsu atau kemaksiatan, maka itu adalah dosa yang masih bisa mendapatkan ampunan, berdasarkan kaidah Ahlus Sunnah yang menetapkan (terbukanya) ampunan bagi para pelaku dosa besar” (Lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 7: 498-499).
Fatwa Ulama : Perincian Hukum Atas Penguasa Yang Tidak Berhukum Dengan Hukum Allah
التفصيل في الحاكم إذا حكم بغير ما أنزل الله
السؤال:
سماحة الشيخ -لو سمحت- الحكام الذين لا يطبقون شرع الله في بلاد الله، هل هؤلاء كفار على الإطلاق مع أنهم يعلمون بذلك؟ وهل هؤلاء لا يجوز الخروج عليهم؟ وهل موالاتهم للمشركين والكفار في مشارق الأرض ومغاربها يكفرهم بذلك؟
الجواب:
هذا فيه تفصيل عند أهل العلم، وعليهم أن يناصحوهم ويوجهوهم إلى الخير، ويعلموهم ما ينفعهم، ويدعوهم إلى طاعة الله وطاعة رسوله وإلى تحكيم الشريعة، وعليهم المناصحة؛ لأن الخروج يسبب الفتن والبلاء وسفك الدماء بغير حق، ولكن على العلماء والأخيار أن يناصحوا ولاة الأمور ويوجهوهم إلى الخير، ويدعوهم إلى تحكيم شريعة الله، لعل الله يهديهم بأسباب ذلك.
والحاكم بغير ما أنزل الله يختلف، فقد يحكم بغير ما أنزل الله ويعتقد أنه يجوز له ذلك، أو أنه أفضل من حكم الله، أو أنه مساو لحكم الله، هذا كفر، وقد يحكم وهو يعرف أنه عاص ولكنه يحكم لأجل أسباب كثيرة، إما رشوة، وإلا لأن الجند الذي عنده يطيعونه، أو لأسباب أخرى، هذا ما يكفر بذلك مثل ما قال ابن عباس: كفر دون كفر وظلم دون ظلم.
أما إذا استحل ذلك ورأى أنه يجوز الحكم بالقوانين وأنها أفضل من حكم الله، أو مثل حكم الله، أو أنها جائزة، يكون عمله هذا ردة عن الإسلام حتى لو كان ليس بحاكم، حتى لو هو من أحد أفراد الناس.
لو قلت: إنه يجوز الحكم بغير ما أنزل الله فقد كفرت بذلك، ولو أنك ما أنت بحاكم، ولو أنك ما أنت الرئيس.
الخروج على الحكم محل نظر، فالنبي ﷺ قال: إلا أن تروا كفرًا بواحًا عندكم من الله فيه برهان[1] وهذا لا يكون إلا إذا وجدت أمة قوة تستطيع إزالة الحكم الباطل. أما خروج الأفراد والناس العامة الذين يفسدون ولا يصلحون فلا يجوز خروجهم، هذا يضرون به الناس ولا ينفعونهم[2].
(1) أخرجه البخاري في كتاب الفتن، باب قول النبي صلى الله عليه وسلم: ''سترون... '' برقم 7056.
(2)من أسئلة حج عام 1408 هـ، الشريط الثالث. (مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز 28/270).
https://binbaz.org.sa/fatwas/20165/%D8%A7%D9%84%D8%AA%D9%81%D8%B5%D9%8A%D9%84-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%A7%D9%83%D9%85-%D8%A7%D8%B0%D8%A7-%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%A8%D8%BA%D9%8A%D8%B1-%D9%85%D8%A7-%D8%A7%D9%86%D8%B2%D9%84-%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87
Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Soal:
Penguasa yang tidak menerapkan syariat Allah di negeri Allah apakah mereka itu kafir secara mutlak padahal mereka tahu wajibnya hal tersebut? Dan apakah boleh memberontak kepada mereka? Dan apakah loyalitas mereka kepada orang kafir musyrik di negeri timur dan barat juga membuat mereka kafir?
Jawab:
Masalah ini dirinci oleh para ulama. Mereka (para ulama) menasehati kita agar senantiasa menunjukkan kebaikan kepada penguasa, mengajarkan mereka hal-hal yang bermanfaat untuk mereka, dan mengajak mereka untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta untuk menegakkan syariat. Yang wajib adalah menasehati mereka, (bukan memberontak). Karena pemberontakan itu menimbulkan fitnah (musibah) dan bala serta tumpahnya darah tanpa hak. Maka hendaknya para ulama dan orang-orang shalih senantiasa menasehati para penguasa, menunjukkan mereka kebaikan, serta mengajak mereka untuk berhukum kepada syariat Allah Ta’ala. Semoga Allah memberi mereka hidayah dengan sebab itu semua.
Dan orang yang berhukum dengan selain hukum Allah itu bermacam-macam. Ada yang melakukan demikian karena menganggap bolehnya perbuatan itu. Atau ada pula yang melakukan demikian karena menganggap hukum selain hukum Allah itu lebih afdhal. Atau ada pula yang menganggap hukum selain hukum Allah itu setara dengan hukum Allah, maka yang demikian kafir. Dan terkadang juga ada berhukum dengan selain hukum Allah karena ia bermaksiat, ia melakukannya karena sebab-sebab yang banyak. Mungkin karena disogok, atau karena ia memiliki pasukan yang taat kepadanya, atau karena sebab-seba yang lain. Yang demikian ini tidak kafir. Dalam hal ini mereka semisal dengan apa yang dikatakan Ibnu Abbas :
كفر دون كفر وظلم دون ظلم
“kekufuran dibawah kekufuran, kezhaliman dibawah kezhaliman”
Adapun jika seseorang menganggap bahwa berhukum dengan undang-undang buatan manusia itu halal atau lebih afdhal dari hukum Allah, atau meyakini bolehnya melakukan hal tersebut, maka ini termasuk perbuatan murtad dari Islam. Walaupun ia bukan seorang penguasa, yaitu ia sekedar rakyat biasa. Andaikan anda mengatakan bahwa boleh berhukum dengan selain hukum yang Allah turunkan maka anda bisa kafir karena sebab itu. Walaupun anda bukan seorang penguasa, walaupun anda bukan seorang pemimpin.
Masalah memberontak kepada penguasa adalah masalah yang perlu ditelaah keadaannya, oleh karena itulah Nabi ﷺ bersabda:
إلا أن تروا كفراً بواحاً عندكم من الله فيه برهان
“(jangan memberontak), kecuali engkau melihat kekufuran yang nyata yang kalian bisa pertanggung-jawabkan kepada Allah buktinya” (HR. Al Bukhari dalam kitab Al Fitan, no. 7056)
Dan ini pun jika umat memiliki kekuatan yang mampu untuk menggulingkan penguasa yang batil.
Adapun pemberontakan yang dilakukan oleh individu atau orang-orang awam yang mereka ini melakukan pengrusakan bukan perbaikan maka tidak boleh hukumnya. Ini akan membahayakan masyarakat dan tidak memberikan manfaat apa pun untuk mereka.
Beberapa Kalam Para Aimah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Ahlus-Sunnah telah sepakat bahwa bahwa orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah tidaklah selalu jatuh padanya kufur akbar yang menyebabkan keluar dari agama. Bisa jadi perbuatan tersebut merupakan kufur ashghar yang tidak sampai mengeluarkannya dari agama (tapi ia tetap merupakan dosa besar yang wajib bagi seseorang untuk bertaubat). Para aimah Ahlus Sunnah telah menjelaskan makna dari ayat tersebut (Al Maidah :44) sebagai berikut :
1▪ Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Telah berkata Isma’il bin Sa’d dalam Suaalaat Ibni Haani’ (2/192) :
سألت أحمد: ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾، قلت: فما هذا الكفر؟ قال: "كفر لا يخرج من الملة"
“Aku bertanya kepada Ahmad tentang firman Allah : ‘Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir’. Apakah yang dimaksud kekafiran di sini ?”. Maka ia menjawab : “Kekufuran yang tidak mengeluarkan dari agama”.
2▪. Al-Imam Al-Mufassir Ibnu Jarir Ath-Thabariy rahimahullah. Beliau berkata :
وأولـى هذه الأقوال عندي بـالصواب, قول من قال: نزلت هذه الاَيات فـي كافر أهل الكتاب, لأن ما قبلها وما بعدها من الاَيات ففـيهم نزلت وهم الـمعِنـيون بها, وهذه الاَيات سياق الـخبر عنهم, فكونها خبرا عنهم أولـى. فإن قال قائل: فإن الله تعالـى ذكره قد عمّ بـالـخبر بذلك عن جميع من لـم يحكم بـما أنزل الله, فكيف جعلته خاصّا؟ قـيـل: إن الله تعالـى عمّ بـالـخبر بذلك عن قوم كانوا بحكم الله الذي حكم به فـي كتابه جاحدين فأخبر عنهم أنهم بتركهم الـحكم علـى سبـيـل ما تركوه كافرون. وكذلك القول فـي كلّ من لـم يحكم بـما أنزل الله جاحدا به, هو بـالله كافر, كما قال ابن عبـاس.....
”Yang lebih benar dari perkataan-perkataan ini menurutku adalah adalah, perkatan orang yang mengatakan bahwa : ”Ayat ini turun pada orang-orang kafir dari Ahli Kitab, karena sebelum dan sesudah (ayat tersebut) bercerita tentang mereka. Merekalah yang dimaksudkan dalam ayat ini. Dan konteks ayat ini juga mengkhabarkan tentang mereka. Sehingga keberadaan ayat ini sebagai khabar tentang mereka lebih didahulukan”. Apabila ada yang berkata : ”Sesungguhnya Allah ta’ala menyebutkan ayat ini bersifat umum bagi setaip orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, bagaimana engkau bisa menjadikan ayat ini khusus (berlaku pada orang Yahudi) ?”. Maka kita katakan : ”Sesungguhnya Allah menjadikan keumuman tentang suatu kaum yang mereka itu mengingkari hukum Allah yang ada dalam Kitab-Nya, maka Allah mengkhabarkan tentang mereka bahwa dengan sebab merka meninggalkan hukum Allah mereka menjadi kafir. Demikian juga bagi mereka yang tidak berhukum dengan hukum Allah dalam keadaan mengingkarinya, maka dia kafir sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ’Abbas....” (Jamii’ul-Bayaan/Tafsir Ath-Thabari, 6/166).
3▪Ibnul-Jauzi rahimahullah berkata :
أن من لم يحكم بما أنزل الله جاحداً له، وهو يعلم أن الله أنزله؛ كما فعلت اليهود؛ فهو كافر، ومن لم يحكم به ميلاً إلى الهوى من غير جحود؛ فهو ظالم فاسق، وقد روى علي بن أبي طلحة عن ابن عباس؛ أنه قال: من جحد ما أنزل الله؛ فقد كفر، ومن أقرّبه؛ ولم يحكم به؛ فهو ظالم فاسق
"Kesimpulannya, bahwa barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah dalam keadaan mengingkari akan kewajiban (berhukum) dengannya padahal dia mengetahui bahwa Allah-lah yang menurunkannya – seperti orang Yahudi – maka orang ini kafir. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah karena condong pada hawa nafsunya - tanpa adanya pengingkaran – maka dia itu dhalim dan fasiq. Dan telah diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas bahwa dia berkata : ‘Barangsiapa yang mengingkari apa-apa yang diturunkan Allah maka dia kafir. Dan barangsiapa yang masih mengikrarkannya tapi tidak berhukum dengannya, maka dia itu dhalim dan fasiq" (lihat Zaadul-Masiir 2/366)
4▪Al-Hafizh Ibnu ‘Abdil-Barr Al-Andalusiy rahimahullah. Beliau berkata :
وأجمع العلماء على أن الجور في الحكم من الكبائر لمن تعمد ذلك عالما به، رويت في ذلك آثار شديدة عن السلف، وقال الله عز وجل: ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾،﴿ الظَّالِمُونَ ﴾،﴿ الْفَاسِقُونَ ﴾ نزلت في أهل الكتاب، قال حذيفة وابن عباس: وهي عامة فينا؛ قالوا ليس بكفر ينقل عن الملة إذا فعل ذلك رجل من أهل هذه الأمة حتى يكفر بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر روي هذا المعنى عن جماعة من العلماء بتأويل القرآن منهم ابن عباس وطاووس وعطاء
”Para ulama telah bersepakat bahwa kecurangan dalam hukum termasuk dosa besar bagi yang sengaja berbuat demikian dalam keadaan mengetahui akan hal itu. Diriwayatkan atsar-atsar yang banyak dari salaf tentang perkara ini. Allah ta’ala berfirman : (Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir) , (orang-orang yang dhalim), dan (orang-orang yang fasiq) ; ayat ini turun kepada Ahli Kitab. Hudzaifah dan Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhum telah berkata : ”Ayat ini juga umum berlaku bagi kita”. Mereka berkata : ”Bukan kekafiran yang mengeluarkan dari agama apabila seseorang dari umat ini (kaum muslimin) melakukan hal tersebut hingga ia kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan hari akhir. Diriwayatkan makna ini oleh sejumlah ulama ahli tafsir, diantaranya : Ibnu ’Abbas, Thawus, dan ’Atha’” (lihat At-Tamhiid, 5/74).
5▪Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Beliau berkata :
وإذا كان من قول السلف: (إن الإنسان يكون فيه إيمان ونفاق)، فكذلك في قولهم: (إنه يكون فيه إيمان وكفر) ليس هو الكفر الذي ينقل عن الملّة، كما قال ابن عباس وأصحابه في قوله تعالى: ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾ قالوا: كفروا كفراً لا ينقل عن الملة، وقد اتّبعهم على ذلك أحمد بن حنبل وغيره من أئمة السنة
”Ketika terdapat perkataan salaf : Sesungguhnya manusia itu terdapat padanya keimanan dan kemunafikan. Begitu juga perkataan mereka : Sesungguhnya manusia terdapat padanya keimanan dan kekufuran. (Kufur yang dimaksud) bukanlah kekufuran yang mengeluarkan dari agama. Sebagaimana perkataan Ibnu ’Abbas dan murid-muridnya dalam firman Allah ta’ala : ”Barangsiapa yang tidak berhukum/memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” ; mereka berkata : ”Mereka telah kafir dengan kekafiran yang tidak mengeluarkan dari agama”. Hal tersebut diikuti oleh Ahmad bin Hanbal dan selainnya dari kalangan imam-imam sunnah.” (lihat Majmu’ Al-Fatawa, 7/312).
6▪Al-Imam Al-Haafizh Ibnul-Qayyim rahimahullah. Beliau berkata :
وقد قال النبي صلى الله عليه وسلم: "لا إيمان لمن لا أمانة له". فنفى عنه الإيمان ولا يوجب ترك أداء الأمانة أن يكون كافرا كفرا ينقل عن الملة. وقد قال ابن عباس في قوله تعالى: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}: ليس بالكفر الذي يذهبون إليه. وقد قال طاووس: سئل ابن عباس عن هذه الآية فقال: هو به كفر, وليس كمن كفر بالله وملائكته وكتبه ورسله. وقال أيضا: كفر لا ينقل عن الملة.....
“Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Tidak beriman orang yang tidak mempunyai amanah’. Di sini beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menafikkan darinya keimanan, namun tidaklah berkonsekuensi atas hal tersebut bagi orang yang tidak menunaikan amanat menjadi kafir dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari agama (islam). Telah berkata Ibnu ‘Abbas atas firman Allah ta’ala : ‘Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir’ : ‘Bahwasannya ia bukanlah kekufuran sebagaimana yang mereka (Khawarij) maksudkan’. Thaawus berkata : Ibnu ‘Abbas pernah ditanya tentang ayat ini, maka ia menjawab : ‘Itu adalah kekufurannya, namun tidak seperti halnya orang yang kufur terhadap Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya’. Ia berkata pula : ‘Kufur yang tidak mengeluarkan dari agama’…” (lihat Ash-Shalaah wa Ahkaamu Taarikihaa, hal 54-55).
7▪Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Naashir As-Sa’diy rahimahullah. Beliau berkata :
فالحكم بغير ما أنزل الله من أعمال أهل الكفر، وقد يكون كفرً ينقل عن الملة، وذلك إذا اعتقد حله وجوازه، وقد يكون كبيرة من كبائر الذنوب، ومن أعمال الكفر قد استحق من فعله العذاب الشديد .. ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾ قال ابن عباس: كفر دون كفر، وظلم دون ظلم، وفسق دون فسق، فهو ظلم أكبر عند استحلاله، وعظيمة كبيرة عند فعله غير مستحل له
”Berhukum dengan selain yang diturunkan Allah termasuk perbuatan orang-orang kafir, kadangkala hal itu bisa mengeluarkannya dari Islam. Yang demikian itu apabila ia meyakini tentang kebolehannya. Dan kadangkala ia merupakan dosa besar, dan hal ini termasuk perbuatan orang-orang kafir yang berhak atas perbuatannya adzab yang keras..... {Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir}, telah berkata Ibnu ’Abbas : Kekufuran di bawah kekufuran (kufur ashghar), kedhaliman di bawah kedhaliman, dan kefasiqan di bawah kefasiqan. Hal iu menjadi kedhaliman yang besar apabila menghalalkannya, dan menjadi dosa besar apabila tidak menghalalkannya” (lihat Taisir Kariimir-Rahman, 2/296-297).
Kesimpulan Dan Penutup
▪Berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah adalah haram (bisa kafir, zhalim ataupun fasiq).
▪Ahlus-Sunnah telah sepakat bahwa bahwa orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah tidaklah selalu jatuh padanya kufur akbar yang menyebabkan keluar dari agama. Bisa jadi perbuatan tersebut merupakan kufur ashghar yang tidak sampai mengeluarkannya dari agama (tapi ia tetap merupakan dosa besar yang wajib bagi seseorang untuk bertaubat).
▪Jika ada orang yang berpandangan dengan pemutlakan kekafiran (kufur akbar) terhadap siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka konsekuensinya dia akan mengkafirkan hampir seluruh kaum muslimin, dan mungkin juga termasuk dirinya. Ia akan mengkafirkan pada setiap pelaku kemaksiatan seperti pembohong, pencuri, pezina, dan yang lain-lain. Tidak diragukan lagi ini adalah i’tiqad (keyakinan) yang salah yang merupakan warisan kaum sesat Khawarij dan Mu’tazillah. Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah telah mengisyaratkan hal ini dengan perkataannya :
فإن الله عز وجل قال : ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون ، ومن لم يحكم بما أنز الله فأولئك هم الفاسقون ، ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الظالمون . فليلزم المعتزلة أن يصرحوا بكفر كل عاص وظالم وفاسق لأن كل عامل بالمعصية فلم يحكم بما أنزل الله
“Sesungguhnya Allah telah berfirman : Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir ; Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq ; Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim. Maka konsekuensi bagi Mu’tazillah, hendaknya mereka mengkafirkan setiap pelaku kemaksiatan, kezhaliman, dan kefasikan; karena setiap pelaku kemaksiatan itu tidaklah berhukum dengan apa yang diturunkan Allah” (lihat Al-Fishaal juz 3 hal. 234)
▪Sebuah negeri bisa berubah statusnya menjadi negeri kafir apabila pemimpin dan mayoritas rakyatnya kafir, kemudian berubah menjadi negeri Islam apabila pemimpin dan mayoritas penduduknya muslim. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :
فَقَدْ تَكُونُ الْبُقْعَةُ دَارَ كُفْرٍ إذَا كَانَ أَهْلُهَا كُفَّارًا ثُمَّ تَصِيرُ دَارَ إسْلَامٍ إذَا أَسْلَمَ أَهْلُهَا
“Suatu negeri itu berubah statusnya sesuai dengan perubahan penduduknya, suatu negeri bisa menjadi negeri kafir apabila dihuni oleh orang-orang kafir, kemudian berubah statusya menjadi negeri Islam apabila penduduknya masuk Islam”. (lihat Majmu’ fatawa 27/143).
▪ Yang dimaksud negeri syirik (kafir) ialah negeri yang menampakkan syiar kekafiran dan tidak bisa ditegakkan syi'ar Islam di dalamnya secara menyeluruh seperti adzan, shalat, jamaah, shalat hari raya 'Id dan shalat Jum'at. Saya katakan menyeluruh (mayoritas wilayah) karena ada sebagian tempat yang menegakkan syi'ar Islam tapi hanya terbatas tempat tertentu, seperti yang dilakukan kaum minoritas muslim yang hidup di negeri kafir. Ini tidak bisa dikategorikan negeri Islam. Yang bisa dikatakan negeri Islam hanya negeri yang mampu menegakkan dan menghidupkan syiar Islam secara menyeluruh di (mayoritas) setiap tempat negeri tersebut. Sebagaimana dijelaskan syaikh Utasaimin dalam Syarh Tsalatsatul Ushul. Sehingga negeri kita insya Allah zhahirnya termasuk negeri muslim karena syiar Islam terutama adzan dan sholat tampak di negeri ini yang mayoritasnya muslim. Kekafiran berhukum dengan selain hukum yang Allah turunkan yaitu kafir ashghor yang tidak sampai keluar dari millah/agama Islam. Sehingga kewajiban kita menasihatinya.
▪ Hanya para ulama' mujtahidun yang berhak ijtihad untuk umat terkait pengkafiran sebuah negeri beserta para penguasanya. Orang-orang bodoh atau anjing-anjing yang menyembah hawa nafsu tidak berhak bicara atau ijtihad untuk umat.
▪Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukany rohimahullah berkata:
«إن الباطل وإن ظهر على الحق في بعض الأحوال وعلاه، فإن الله سيمحقه ويبطله ويجعل العاقبة للحق وأهله»
"Sesungguhnya kebathilan walaupun mengalahkan kebenaran pada sebagian keadaan dan mengunggulinya, maka sesungguhnya Allah pasti akan melenyapkan dan menghancurkannya serta menjadikan kesudahan yang baik bagi kebenaran dan orang-orang yang mengikutinya."
▪Allah Ta'ala berfirman:
فَاِنْ لَّمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ اَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ اَهْوَاۤءَهُمْۗ وَمَنْ اَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوٰىهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ ࣖ
"Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun? Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Qoshosh : 50).
Haram Berhukum Dengan Selain Hukum Allah
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ
“Barang siapa yang tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (QS. Al-Ma’idah: 44).
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
“Barang siapa tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Ma’idah: 45).
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
“Barang siapa tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” (QS. Al-Ma’idah: 47).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan di dalam kitab tafsirnya :
وَقَوْلُهُ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ قَالَ الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ، وَحُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ، وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَأَبُو مِجْلزٍ، وَأَبُو رَجاء العُطارِدي، وعِكْرِمة، وَعَبِيدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، وَالْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ، وَغَيْرُهُمْ: نَزَلَتْ فِي أَهْلِ الْكِتَابِ -زَادَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ: وَهِيَ عَلَيْنَا وَاجِبَةٌ.
وَقَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ(٥٧) عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ قَالَ: نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَاتُ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ، وَرَضِيَ اللَّهُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ بِهَا. رَوَاهُ(٥٨) ابْنُ جَرِيرٍ.
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا هُشَيْم، أَخْبَرْنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيل، عَنْ عَلْقَمَة وَمَسْرُوقٍ(٥٩) أَنَّهُمَا سَأَلَا ابْنَ مَسْعُودٍ عَنِ الرِّشْوَةِ فَقَالَ: مِنَ السُّحْت: قَالَ: فَقَالَا وَفِي الْحُكْمِ؟ قَالَ: ذَاكَ الْكُفْرُ! ثُمَّ تَلَا ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾
وَقَالَ السُّدِّي: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ يَقُولُ: وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أنزلتُ(٦٠) فَتَرَكَهُ عَمْدًا، أَوْ جَارَ وَهُوَ يَعْلَمُ، فَهُوَ مِنَ الْكَافِرِينَ [بِهِ](٦١)
وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَوْلَهُ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ قَالَ: مَنْ جَحَدَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَقَدْ كَفَرَ. وَمَنْ أَقَرَّ بِهِ وَلَمْ يَحْكُمْ فَهُوَ ظَالِمٌ فَاسِقٌ. رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ.
ثُمَّ اخْتَارَ أَنَّ الْآيَةَ الْمُرَادُ بِهَا أَهْلُ الْكِتَابِ، أَوْ مَنْ جَحَدَ حُكْمَ اللَّهِ الْمُنَزَّلَ فِي الْكِتَابِ.
وَقَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ زَكَرِيَّا، عَنِ الشَّعْبِيِّ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ﴾ قَالَ: لِلْمُسْلِمِينَ.
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ ابْنِ أَبِي السَّفَرِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ قَالَ: هَذَا فِي الْمُسْلِمِينَ، ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾
قَالَ: هَذَا فِي الْيَهُودِ، ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾ قَالَ: هَذَا فِي النَّصَارَى.
وَكَذَا رَوَاهُ هُشَيْم وَالثَّوْرِيُّ، عَنْ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ.
وَقَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَيْضًا: أَخْبَرْنَا مَعْمَر، عَنِ ابْنِ طَاوُسٍ(٦٢) عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سُئِلَ ابْنُ عَبَّاسٍ عَنْ قَوْلِهِ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ [بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ] ﴾(٦٣) قَالَ: هِيَ بِهِ كُفرٌ -قَالَ ابْنُ طَاوُسٍ: وَلَيْسَ كَمَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ.
وَقَالَ الثَّوْرِيُّ، عَنِ ابْنِ جُرَيْج(٦٤) عَنْ عَطَاءٍ أَنَّهُ قَالَ: كُفْرٌ دُونَ كُفْرٍ، وَظُلْمٌ دُونَ ظُلْمٍ، وَفِسْقٌ دُونَ فِسْقٍ. رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ.
وَقَالَ وَكِيع عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ سَعِيدٍ الْمَكِّيِّ، عَنْ طَاوُسٍ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ قَالَ: لَيْسَ بِكُفْرٍ يَنْقُلُ عَنِ الْمِلَّةِ.(٦٥)
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عبد الله بن يزيد المقري، حدثنا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حُجَير، عَنْ طَاوُسٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ قَالَ: لَيْسَ بِالْكُفْرِ الَّذِي يَذْهَبُونَ إِلَيْهِ.
وَرَوَاهُ الْحَاكِمُ فِي مُسْتَدْرَكِهِ، عَنْ حَدِيثِ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ، وَقَالَ: صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ.(٦٦)
(٥٧) في ر: "عبد الوارث". (٥٨) في ر: "ورواه". (٥٩) في ر: "عن مسروق". (٦٠) في أ: "أنزل الله". (٦١) زيادة من أ. (٦٢) في أ: "عباس". (٦٣) زيادة من أ، وفي هـ: "الآية". (٦٤) في ر: "جرير". (٦٥) تفسير الطبري (١٠/٣٥٥) . (٦٦) المستدرك (٢/٣١٣) .
Firman Allah :
{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}
"Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah : 44)
Al-Barra ibnu Azib, Huzaifah ibnul Yaman, Ibnu Abbas Abu Mijlaz, Abu Raja Al-Utaridi, Ikrimah, Ubaidillah Ibnu Abdullah, Al-Hasan Al-Bashri, dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ahli Kitab. Al-Hasan Al-Bashri menambahkan, ayat ini hukumnya wajib bagi kita (kaum muslim).
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Manshur, dari Ibrahim yang telah mengatakan bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Bani Israil, sekaligus merupakan ungkapan ridha dari Allah kepada umat yang telah menjalankan ayat ini; menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Salamah ibnu Kahil, dari Alqamari dan Masruq, bahwa keduanya pernah bertanya kepada sahabat Ibnu Mas'ud tentang masalah suap (risywah). Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa risywah termasuk perbuatan yang diharamkan. Salamah ibnu Kahil mengatakan, "Alqamah dan Masruq bertanya, 'Bagaimanakah dalam masalah hukum?'." Ibnu Mas'ud menjawab, "Itu merupakan suatu kekufuran." Kemudian sahabat Ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah : 44)
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah : 44); Bahwa barang siapa yang memutuskan hukum bukan dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, dan ia meninggalkannya dengan sengaja atau melampaui batas, sedangkan dia mengetahui, maka dia termasuk orang-orang kafir.
Ali ibnu Abu Thalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah : 44); Bahwa barang siapa yang ingkar terhadap apa yang diturunkan oleh Allah, sesungguhnya dia telah kafir; dan barang siapa yang mengakuinya, tetapi tidak mau memutuskan hukum dengannya, maka dia adalah orang yang aniaya lagi fasik. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah Ahli Kitab atau orang yang mengingkari hukum Allah yang diturunkan melalui Kitab-Nya.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ats-Tsauri, dari Zakaria, dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan makna firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah." (QS. Al-Maidah : 44) ; Menurutnya makna ayat ini ditujukan kepada orang-orang muslim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mutsanna, telah menceritakan kepada kami Abdus Shamad, telah menmenceritakan kepada kami Syu'bah,dari Ibnu Abus Safar dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Al-Maidah: 44); Menurutnya ayat ini berkenaan dengan orang-orang muslim. Dan firman-Nya yang mengatakan : وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ "Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim." (Al-Maidah: 45) berkenaan dengan orang-orang Yahudi. Sedangkan firman-Nya yang mengatakan: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾
"Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, mana mereka itu adalah orang-orang yang fasiq." (Al-Maidah: 47) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Nashrani.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hasyim dan Ats-Tsauri, dari Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Asy-Sya'bi.
Abdur Razzaq mengatakan juga, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Thawus, dari ayahnya yang menyatakan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}
"Barang siapa yang tidak memutuskan." (Al-Maidah: 44), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas menjawab, orang tersebut menyandang sifat kafir.
Ibnu Thawus mengatakan, yang dimaksud dengan kafir dalam ayat ini bukan seperti orang yang kafir kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan rasul-rasul-Nya.
Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dari Atha' yang telah mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan kafir ialah masih di bawah kekafiran (bukan kafir sungguhan), dan zalim ialah masih di bawah kezaliman, serta fasik ialah masih di bawah kefasikan. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Waki' telah meriwayatkan dari Sa'id Al-Makki, dari Thawus sehubungan dengan makna firman-Nya: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Al-Maidah: 44); Yang dimaksud dengan "kafir" dalam ayat ini bukan kafir yang mengeluarkan orang yang bersangkutan dari Islam.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Hisyam ibnu Hujair, dari Thawus, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya : {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Al-Maidah: 44); Makna yang dimaksud ialah bukan kufur seperti apa yang biasa kalian pahami (melainkan kufur kepada nikmat Allah).
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dan Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini shahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahnya.
Ibnu Jarir ath-Thabari meriwayatkan dari Thawus, meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas mengenai maksud ayat di atas. Ibnu ‘Abbas berkata, “Hal itu adalah penyebab kekafiran. Ia bukanlah kekafiran seperti halnya orang yang kafir kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya” (Lihat al-Qaul al-Ma’mun, hal. 17).
Dalam riwayat yang lain, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, maka dia telah melakukan perbuatan yang menyerupai perbuatan orang kafir” (Lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 7:497).
Ibnu Mas’ud dan al-Hasan menafsirkan, “Ayat itu berlaku umum bagi siapa pun yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, baik dari kalangan umat Islam, Yahudi, dan orang-orang kafir. Artinya, orang tersebut membenarkan dan meyakini perbuatannya berhukum terhadap hukum selain hukum Allah. Adapun orang yang melakukannya, sementara dia berkeyakinan dirinya melakukan perbuatan yang haram, maka dia tergolong orang muslim yang berbuat fasik” (Lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 7: 497).
Imam al-Qurthubi berkata, “Apabila orang tersebut berhukum dengannya (yaitu bukan dengan hukum yang diturunkan Allah pent.), karena dorongan hawa nafsu atau kemaksiatan, maka itu adalah dosa yang masih bisa mendapatkan ampunan, berdasarkan kaidah Ahlus Sunnah yang menetapkan (terbukanya) ampunan bagi para pelaku dosa besar” (Lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 7: 498-499).
Fatwa Ulama : Perincian Hukum Atas Penguasa Yang Tidak Berhukum Dengan Hukum Allah
التفصيل في الحاكم إذا حكم بغير ما أنزل الله
السؤال:
سماحة الشيخ -لو سمحت- الحكام الذين لا يطبقون شرع الله في بلاد الله، هل هؤلاء كفار على الإطلاق مع أنهم يعلمون بذلك؟ وهل هؤلاء لا يجوز الخروج عليهم؟ وهل موالاتهم للمشركين والكفار في مشارق الأرض ومغاربها يكفرهم بذلك؟
الجواب:
هذا فيه تفصيل عند أهل العلم، وعليهم أن يناصحوهم ويوجهوهم إلى الخير، ويعلموهم ما ينفعهم، ويدعوهم إلى طاعة الله وطاعة رسوله وإلى تحكيم الشريعة، وعليهم المناصحة؛ لأن الخروج يسبب الفتن والبلاء وسفك الدماء بغير حق، ولكن على العلماء والأخيار أن يناصحوا ولاة الأمور ويوجهوهم إلى الخير، ويدعوهم إلى تحكيم شريعة الله، لعل الله يهديهم بأسباب ذلك.
والحاكم بغير ما أنزل الله يختلف، فقد يحكم بغير ما أنزل الله ويعتقد أنه يجوز له ذلك، أو أنه أفضل من حكم الله، أو أنه مساو لحكم الله، هذا كفر، وقد يحكم وهو يعرف أنه عاص ولكنه يحكم لأجل أسباب كثيرة، إما رشوة، وإلا لأن الجند الذي عنده يطيعونه، أو لأسباب أخرى، هذا ما يكفر بذلك مثل ما قال ابن عباس: كفر دون كفر وظلم دون ظلم.
أما إذا استحل ذلك ورأى أنه يجوز الحكم بالقوانين وأنها أفضل من حكم الله، أو مثل حكم الله، أو أنها جائزة، يكون عمله هذا ردة عن الإسلام حتى لو كان ليس بحاكم، حتى لو هو من أحد أفراد الناس.
لو قلت: إنه يجوز الحكم بغير ما أنزل الله فقد كفرت بذلك، ولو أنك ما أنت بحاكم، ولو أنك ما أنت الرئيس.
الخروج على الحكم محل نظر، فالنبي ﷺ قال: إلا أن تروا كفرًا بواحًا عندكم من الله فيه برهان[1] وهذا لا يكون إلا إذا وجدت أمة قوة تستطيع إزالة الحكم الباطل. أما خروج الأفراد والناس العامة الذين يفسدون ولا يصلحون فلا يجوز خروجهم، هذا يضرون به الناس ولا ينفعونهم[2].
(1) أخرجه البخاري في كتاب الفتن، باب قول النبي صلى الله عليه وسلم: ''سترون... '' برقم 7056.
(2)من أسئلة حج عام 1408 هـ، الشريط الثالث. (مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز 28/270).
https://binbaz.org.sa/fatwas/20165/%D8%A7%D9%84%D8%AA%D9%81%D8%B5%D9%8A%D9%84-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%A7%D9%83%D9%85-%D8%A7%D8%B0%D8%A7-%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%A8%D8%BA%D9%8A%D8%B1-%D9%85%D8%A7-%D8%A7%D9%86%D8%B2%D9%84-%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87
Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Soal:
Penguasa yang tidak menerapkan syariat Allah di negeri Allah apakah mereka itu kafir secara mutlak padahal mereka tahu wajibnya hal tersebut? Dan apakah boleh memberontak kepada mereka? Dan apakah loyalitas mereka kepada orang kafir musyrik di negeri timur dan barat juga membuat mereka kafir?
Jawab:
Masalah ini dirinci oleh para ulama. Mereka (para ulama) menasehati kita agar senantiasa menunjukkan kebaikan kepada penguasa, mengajarkan mereka hal-hal yang bermanfaat untuk mereka, dan mengajak mereka untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta untuk menegakkan syariat. Yang wajib adalah menasehati mereka, (bukan memberontak). Karena pemberontakan itu menimbulkan fitnah (musibah) dan bala serta tumpahnya darah tanpa hak. Maka hendaknya para ulama dan orang-orang shalih senantiasa menasehati para penguasa, menunjukkan mereka kebaikan, serta mengajak mereka untuk berhukum kepada syariat Allah Ta’ala. Semoga Allah memberi mereka hidayah dengan sebab itu semua.
Dan orang yang berhukum dengan selain hukum Allah itu bermacam-macam. Ada yang melakukan demikian karena menganggap bolehnya perbuatan itu. Atau ada pula yang melakukan demikian karena menganggap hukum selain hukum Allah itu lebih afdhal. Atau ada pula yang menganggap hukum selain hukum Allah itu setara dengan hukum Allah, maka yang demikian kafir. Dan terkadang juga ada berhukum dengan selain hukum Allah karena ia bermaksiat, ia melakukannya karena sebab-sebab yang banyak. Mungkin karena disogok, atau karena ia memiliki pasukan yang taat kepadanya, atau karena sebab-seba yang lain. Yang demikian ini tidak kafir. Dalam hal ini mereka semisal dengan apa yang dikatakan Ibnu Abbas :
كفر دون كفر وظلم دون ظلم
“kekufuran dibawah kekufuran, kezhaliman dibawah kezhaliman”
Adapun jika seseorang menganggap bahwa berhukum dengan undang-undang buatan manusia itu halal atau lebih afdhal dari hukum Allah, atau meyakini bolehnya melakukan hal tersebut, maka ini termasuk perbuatan murtad dari Islam. Walaupun ia bukan seorang penguasa, yaitu ia sekedar rakyat biasa. Andaikan anda mengatakan bahwa boleh berhukum dengan selain hukum yang Allah turunkan maka anda bisa kafir karena sebab itu. Walaupun anda bukan seorang penguasa, walaupun anda bukan seorang pemimpin.
Masalah memberontak kepada penguasa adalah masalah yang perlu ditelaah keadaannya, oleh karena itulah Nabi ﷺ bersabda:
إلا أن تروا كفراً بواحاً عندكم من الله فيه برهان
“(jangan memberontak), kecuali engkau melihat kekufuran yang nyata yang kalian bisa pertanggung-jawabkan kepada Allah buktinya” (HR. Al Bukhari dalam kitab Al Fitan, no. 7056)
Dan ini pun jika umat memiliki kekuatan yang mampu untuk menggulingkan penguasa yang batil.
Adapun pemberontakan yang dilakukan oleh individu atau orang-orang awam yang mereka ini melakukan pengrusakan bukan perbaikan maka tidak boleh hukumnya. Ini akan membahayakan masyarakat dan tidak memberikan manfaat apa pun untuk mereka.
Beberapa Kalam Para Aimah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Ahlus-Sunnah telah sepakat bahwa bahwa orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah tidaklah selalu jatuh padanya kufur akbar yang menyebabkan keluar dari agama. Bisa jadi perbuatan tersebut merupakan kufur ashghar yang tidak sampai mengeluarkannya dari agama (tapi ia tetap merupakan dosa besar yang wajib bagi seseorang untuk bertaubat). Para aimah Ahlus Sunnah telah menjelaskan makna dari ayat tersebut (Al Maidah :44) sebagai berikut :
1▪ Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Telah berkata Isma’il bin Sa’d dalam Suaalaat Ibni Haani’ (2/192) :
سألت أحمد: ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾، قلت: فما هذا الكفر؟ قال: "كفر لا يخرج من الملة"
“Aku bertanya kepada Ahmad tentang firman Allah : ‘Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir’. Apakah yang dimaksud kekafiran di sini ?”. Maka ia menjawab : “Kekufuran yang tidak mengeluarkan dari agama”.
2▪. Al-Imam Al-Mufassir Ibnu Jarir Ath-Thabariy rahimahullah. Beliau berkata :
وأولـى هذه الأقوال عندي بـالصواب, قول من قال: نزلت هذه الاَيات فـي كافر أهل الكتاب, لأن ما قبلها وما بعدها من الاَيات ففـيهم نزلت وهم الـمعِنـيون بها, وهذه الاَيات سياق الـخبر عنهم, فكونها خبرا عنهم أولـى. فإن قال قائل: فإن الله تعالـى ذكره قد عمّ بـالـخبر بذلك عن جميع من لـم يحكم بـما أنزل الله, فكيف جعلته خاصّا؟ قـيـل: إن الله تعالـى عمّ بـالـخبر بذلك عن قوم كانوا بحكم الله الذي حكم به فـي كتابه جاحدين فأخبر عنهم أنهم بتركهم الـحكم علـى سبـيـل ما تركوه كافرون. وكذلك القول فـي كلّ من لـم يحكم بـما أنزل الله جاحدا به, هو بـالله كافر, كما قال ابن عبـاس.....
”Yang lebih benar dari perkataan-perkataan ini menurutku adalah adalah, perkatan orang yang mengatakan bahwa : ”Ayat ini turun pada orang-orang kafir dari Ahli Kitab, karena sebelum dan sesudah (ayat tersebut) bercerita tentang mereka. Merekalah yang dimaksudkan dalam ayat ini. Dan konteks ayat ini juga mengkhabarkan tentang mereka. Sehingga keberadaan ayat ini sebagai khabar tentang mereka lebih didahulukan”. Apabila ada yang berkata : ”Sesungguhnya Allah ta’ala menyebutkan ayat ini bersifat umum bagi setaip orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, bagaimana engkau bisa menjadikan ayat ini khusus (berlaku pada orang Yahudi) ?”. Maka kita katakan : ”Sesungguhnya Allah menjadikan keumuman tentang suatu kaum yang mereka itu mengingkari hukum Allah yang ada dalam Kitab-Nya, maka Allah mengkhabarkan tentang mereka bahwa dengan sebab merka meninggalkan hukum Allah mereka menjadi kafir. Demikian juga bagi mereka yang tidak berhukum dengan hukum Allah dalam keadaan mengingkarinya, maka dia kafir sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ’Abbas....” (Jamii’ul-Bayaan/Tafsir Ath-Thabari, 6/166).
3▪Ibnul-Jauzi rahimahullah berkata :
أن من لم يحكم بما أنزل الله جاحداً له، وهو يعلم أن الله أنزله؛ كما فعلت اليهود؛ فهو كافر، ومن لم يحكم به ميلاً إلى الهوى من غير جحود؛ فهو ظالم فاسق، وقد روى علي بن أبي طلحة عن ابن عباس؛ أنه قال: من جحد ما أنزل الله؛ فقد كفر، ومن أقرّبه؛ ولم يحكم به؛ فهو ظالم فاسق
"Kesimpulannya, bahwa barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah dalam keadaan mengingkari akan kewajiban (berhukum) dengannya padahal dia mengetahui bahwa Allah-lah yang menurunkannya – seperti orang Yahudi – maka orang ini kafir. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah karena condong pada hawa nafsunya - tanpa adanya pengingkaran – maka dia itu dhalim dan fasiq. Dan telah diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas bahwa dia berkata : ‘Barangsiapa yang mengingkari apa-apa yang diturunkan Allah maka dia kafir. Dan barangsiapa yang masih mengikrarkannya tapi tidak berhukum dengannya, maka dia itu dhalim dan fasiq" (lihat Zaadul-Masiir 2/366)
4▪Al-Hafizh Ibnu ‘Abdil-Barr Al-Andalusiy rahimahullah. Beliau berkata :
وأجمع العلماء على أن الجور في الحكم من الكبائر لمن تعمد ذلك عالما به، رويت في ذلك آثار شديدة عن السلف، وقال الله عز وجل: ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾،﴿ الظَّالِمُونَ ﴾،﴿ الْفَاسِقُونَ ﴾ نزلت في أهل الكتاب، قال حذيفة وابن عباس: وهي عامة فينا؛ قالوا ليس بكفر ينقل عن الملة إذا فعل ذلك رجل من أهل هذه الأمة حتى يكفر بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر روي هذا المعنى عن جماعة من العلماء بتأويل القرآن منهم ابن عباس وطاووس وعطاء
”Para ulama telah bersepakat bahwa kecurangan dalam hukum termasuk dosa besar bagi yang sengaja berbuat demikian dalam keadaan mengetahui akan hal itu. Diriwayatkan atsar-atsar yang banyak dari salaf tentang perkara ini. Allah ta’ala berfirman : (Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir) , (orang-orang yang dhalim), dan (orang-orang yang fasiq) ; ayat ini turun kepada Ahli Kitab. Hudzaifah dan Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhum telah berkata : ”Ayat ini juga umum berlaku bagi kita”. Mereka berkata : ”Bukan kekafiran yang mengeluarkan dari agama apabila seseorang dari umat ini (kaum muslimin) melakukan hal tersebut hingga ia kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan hari akhir. Diriwayatkan makna ini oleh sejumlah ulama ahli tafsir, diantaranya : Ibnu ’Abbas, Thawus, dan ’Atha’” (lihat At-Tamhiid, 5/74).
5▪Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Beliau berkata :
وإذا كان من قول السلف: (إن الإنسان يكون فيه إيمان ونفاق)، فكذلك في قولهم: (إنه يكون فيه إيمان وكفر) ليس هو الكفر الذي ينقل عن الملّة، كما قال ابن عباس وأصحابه في قوله تعالى: ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾ قالوا: كفروا كفراً لا ينقل عن الملة، وقد اتّبعهم على ذلك أحمد بن حنبل وغيره من أئمة السنة
”Ketika terdapat perkataan salaf : Sesungguhnya manusia itu terdapat padanya keimanan dan kemunafikan. Begitu juga perkataan mereka : Sesungguhnya manusia terdapat padanya keimanan dan kekufuran. (Kufur yang dimaksud) bukanlah kekufuran yang mengeluarkan dari agama. Sebagaimana perkataan Ibnu ’Abbas dan murid-muridnya dalam firman Allah ta’ala : ”Barangsiapa yang tidak berhukum/memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” ; mereka berkata : ”Mereka telah kafir dengan kekafiran yang tidak mengeluarkan dari agama”. Hal tersebut diikuti oleh Ahmad bin Hanbal dan selainnya dari kalangan imam-imam sunnah.” (lihat Majmu’ Al-Fatawa, 7/312).
6▪Al-Imam Al-Haafizh Ibnul-Qayyim rahimahullah. Beliau berkata :
وقد قال النبي صلى الله عليه وسلم: "لا إيمان لمن لا أمانة له". فنفى عنه الإيمان ولا يوجب ترك أداء الأمانة أن يكون كافرا كفرا ينقل عن الملة. وقد قال ابن عباس في قوله تعالى: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}: ليس بالكفر الذي يذهبون إليه. وقد قال طاووس: سئل ابن عباس عن هذه الآية فقال: هو به كفر, وليس كمن كفر بالله وملائكته وكتبه ورسله. وقال أيضا: كفر لا ينقل عن الملة.....
“Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Tidak beriman orang yang tidak mempunyai amanah’. Di sini beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menafikkan darinya keimanan, namun tidaklah berkonsekuensi atas hal tersebut bagi orang yang tidak menunaikan amanat menjadi kafir dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari agama (islam). Telah berkata Ibnu ‘Abbas atas firman Allah ta’ala : ‘Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir’ : ‘Bahwasannya ia bukanlah kekufuran sebagaimana yang mereka (Khawarij) maksudkan’. Thaawus berkata : Ibnu ‘Abbas pernah ditanya tentang ayat ini, maka ia menjawab : ‘Itu adalah kekufurannya, namun tidak seperti halnya orang yang kufur terhadap Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya’. Ia berkata pula : ‘Kufur yang tidak mengeluarkan dari agama’…” (lihat Ash-Shalaah wa Ahkaamu Taarikihaa, hal 54-55).
7▪Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Naashir As-Sa’diy rahimahullah. Beliau berkata :
فالحكم بغير ما أنزل الله من أعمال أهل الكفر، وقد يكون كفرً ينقل عن الملة، وذلك إذا اعتقد حله وجوازه، وقد يكون كبيرة من كبائر الذنوب، ومن أعمال الكفر قد استحق من فعله العذاب الشديد .. ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾ قال ابن عباس: كفر دون كفر، وظلم دون ظلم، وفسق دون فسق، فهو ظلم أكبر عند استحلاله، وعظيمة كبيرة عند فعله غير مستحل له
”Berhukum dengan selain yang diturunkan Allah termasuk perbuatan orang-orang kafir, kadangkala hal itu bisa mengeluarkannya dari Islam. Yang demikian itu apabila ia meyakini tentang kebolehannya. Dan kadangkala ia merupakan dosa besar, dan hal ini termasuk perbuatan orang-orang kafir yang berhak atas perbuatannya adzab yang keras..... {Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir}, telah berkata Ibnu ’Abbas : Kekufuran di bawah kekufuran (kufur ashghar), kedhaliman di bawah kedhaliman, dan kefasiqan di bawah kefasiqan. Hal iu menjadi kedhaliman yang besar apabila menghalalkannya, dan menjadi dosa besar apabila tidak menghalalkannya” (lihat Taisir Kariimir-Rahman, 2/296-297).
Kesimpulan Dan Penutup
▪Berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah adalah haram (bisa kafir, zhalim ataupun fasiq).
▪Ahlus-Sunnah telah sepakat bahwa bahwa orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah tidaklah selalu jatuh padanya kufur akbar yang menyebabkan keluar dari agama. Bisa jadi perbuatan tersebut merupakan kufur ashghar yang tidak sampai mengeluarkannya dari agama (tapi ia tetap merupakan dosa besar yang wajib bagi seseorang untuk bertaubat).
▪Jika ada orang yang berpandangan dengan pemutlakan kekafiran (kufur akbar) terhadap siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka konsekuensinya dia akan mengkafirkan hampir seluruh kaum muslimin, dan mungkin juga termasuk dirinya. Ia akan mengkafirkan pada setiap pelaku kemaksiatan seperti pembohong, pencuri, pezina, dan yang lain-lain. Tidak diragukan lagi ini adalah i’tiqad (keyakinan) yang salah yang merupakan warisan kaum sesat Khawarij dan Mu’tazillah. Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah telah mengisyaratkan hal ini dengan perkataannya :
فإن الله عز وجل قال : ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون ، ومن لم يحكم بما أنز الله فأولئك هم الفاسقون ، ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الظالمون . فليلزم المعتزلة أن يصرحوا بكفر كل عاص وظالم وفاسق لأن كل عامل بالمعصية فلم يحكم بما أنزل الله
“Sesungguhnya Allah telah berfirman : Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir ; Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq ; Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim. Maka konsekuensi bagi Mu’tazillah, hendaknya mereka mengkafirkan setiap pelaku kemaksiatan, kezhaliman, dan kefasikan; karena setiap pelaku kemaksiatan itu tidaklah berhukum dengan apa yang diturunkan Allah” (lihat Al-Fishaal juz 3 hal. 234)
▪Sebuah negeri bisa berubah statusnya menjadi negeri kafir apabila pemimpin dan mayoritas rakyatnya kafir, kemudian berubah menjadi negeri Islam apabila pemimpin dan mayoritas penduduknya muslim. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :
فَقَدْ تَكُونُ الْبُقْعَةُ دَارَ كُفْرٍ إذَا كَانَ أَهْلُهَا كُفَّارًا ثُمَّ تَصِيرُ دَارَ إسْلَامٍ إذَا أَسْلَمَ أَهْلُهَا
“Suatu negeri itu berubah statusnya sesuai dengan perubahan penduduknya, suatu negeri bisa menjadi negeri kafir apabila dihuni oleh orang-orang kafir, kemudian berubah statusya menjadi negeri Islam apabila penduduknya masuk Islam”. (lihat Majmu’ fatawa 27/143).
▪ Yang dimaksud negeri syirik (kafir) ialah negeri yang menampakkan syiar kekafiran dan tidak bisa ditegakkan syi'ar Islam di dalamnya secara menyeluruh seperti adzan, shalat, jamaah, shalat hari raya 'Id dan shalat Jum'at. Saya katakan menyeluruh (mayoritas wilayah) karena ada sebagian tempat yang menegakkan syi'ar Islam tapi hanya terbatas tempat tertentu, seperti yang dilakukan kaum minoritas muslim yang hidup di negeri kafir. Ini tidak bisa dikategorikan negeri Islam. Yang bisa dikatakan negeri Islam hanya negeri yang mampu menegakkan dan menghidupkan syiar Islam secara menyeluruh di (mayoritas) setiap tempat negeri tersebut. Sebagaimana dijelaskan syaikh Utasaimin dalam Syarh Tsalatsatul Ushul. Sehingga negeri kita insya Allah zhahirnya termasuk negeri muslim karena syiar Islam terutama adzan dan sholat tampak di negeri ini yang mayoritasnya muslim. Kekafiran berhukum dengan selain hukum yang Allah turunkan yaitu kafir ashghor yang tidak sampai keluar dari millah/agama Islam. Sehingga kewajiban kita menasihatinya.
▪ Hanya para ulama' mujtahidun yang berhak ijtihad untuk umat terkait pengkafiran sebuah negeri beserta para penguasanya. Orang-orang bodoh atau anjing-anjing yang menyembah hawa nafsu tidak berhak bicara atau ijtihad untuk umat.
▪Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukany rohimahullah berkata:
«إن الباطل وإن ظهر على الحق في بعض الأحوال وعلاه، فإن الله سيمحقه ويبطله ويجعل العاقبة للحق وأهله»
"Sesungguhnya kebathilan walaupun mengalahkan kebenaran pada sebagian keadaan dan mengunggulinya, maka sesungguhnya Allah pasti akan melenyapkan dan menghancurkannya serta menjadikan kesudahan yang baik bagi kebenaran dan orang-orang yang mengikutinya."
▪Allah Ta'ala berfirman:
فَاِنْ لَّمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ اَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ اَهْوَاۤءَهُمْۗ وَمَنْ اَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوٰىهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ ࣖ
"Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun? Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Qoshosh : 50).
رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّۗ وَرَبُّنَا الرَّحْمٰنُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوْنَ
"Ya Robb-ku, berilah keputusan dengan adil. Dan Robb kami Ar Rahman, tempat memohon segala pertolongan atas semua yang kalian katakan.”
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين
Tidak ada komentar:
Posting Komentar