Minggu, 07 Januari 2024

Menyingkap Praktek Sistem Perbudakan (Abdi) di Pondhok Pesantren Jam'iyyah Salafiyyah







 

Menyingkap Praktek Sistem Perbudakan (Abdi) di Pondhok Pesantren Jam'iyyah Salafiyyah

Khidmah Yang Sesuai Syari'at Islam


     Khidmah yang dalam bahasa Jawa disebut ngawulo, adalah mengabdikan atau mendedikasikan diri atas ilmu yang telah dimiliki kepada orang atau almamater yang pernah berjasa atau kepada masyarakat luas dengan niat yang tulus dan ikhlas tanpa pamrih apapun, kecuali karena Allah.

     Khidmah yang benar dan sesuai syari'at Islam itu dilakukan atas dasar ikhlash/ridho serta tiada unsur dipaksa. Sebagaimana Anas bin Malik pernah berkhidmah atau menjadi khodim (pembantu) Nabi ﷺ atas kehendak sendiri dan tanpa unsur dipaksa selama 10 tahun. Itupun rumah ibu Anas juga di Madinah, sehingga selain masih ada hubungan mahram juga bisa setiap saat pulang ke rumah ibunya (Ummu Sulaim binti Milhan yang masih ada hubungan mahram dengan Nabi ﷺ). Dengan kata lain khodim itu dilakukan orang merdeka, atas dasar ridho dan tidak karena diperintah/diwajibkan. Sedang mengabdi (menjadi abdi/budak) sebaliknya dan umumnya ada  persyaratan/ikatan tertentu.

     Di antara kita pun dulu juga ada yang pernah mengambil ilmu sambil khidmah selama sekitar 2 tahun dengan bantu bersih-bersih, menyapu, membantu mengasuh anak kecil dsb atas dasar suka rela dan tiada yang maksa. Jadi khidmah itu hukum asalnya mubah dan tidak wajib. Barangsiapa yang mewajibkan khidmah maka telah berbuat bid'ah sehingga wajib atasnya untuk mendatangkan burhan dan hujjah. Karena setahu kita Nabi ﷺ dan para Shahabat tak ada satupun yang mewajibkan khidmah (menjadi pembantu) ataupun "mengabdi" (yang dilakukan orang merdeka sebagaimana pengabdian yang dilakukan para budak).

Santri Dan Setiap Manusia Hukum Asalnya Merdeka,  Sehingga Jangan Diperlakukan Seperti 'Abdi/Budak

     Para ulama pakar fiqih katakan bahwa hukum asal manusia adalah merdeka (الحرّيّة) dan bukan budak (عبد) atau hamba sahaya (الرّقّ). Dari sini, maka sudah seharusnya para santri diperlakukan layaknya manusia merdeka yang memiliki hak sebagaimana manusia lainnya. Kita tidak boleh memperkerjakan, mewajibkan santri mengabdi ataupun makan keringatnya tanpa burhan dan hujjah. Nabi dan para Shahabat, para imam madzhab Ahlus Sunnah, imam Al Bukhori, imam Muslim ataupun para aimah Ahlus Sunnah wal Jama'ah setahu kami tidak ada yang mewajibkan semua muridnya menjadi khodim ataupun mengabdikan diri laksana budak.

     Akan tapi realitanya di pondhok-pondhok jam'iyyah Salafiyyah dan semisal sering kira jumpai praktek bid'ah sistem perbudakan atau bahasa halusnya "diwajibkan mengabdi" tanpa burhan dan hujjah. Santri diminta bekerja sesuai yang dikehendaki tuannya dan diperas keringatnya tanpa diberi upah. Saya sendiri pernah menyaksikan langsung atau mengalami, sehingga tak lama setelah itu memutuskan pindah pondhok. Demikian juga ada yang diwajibkan bekerja mengabdikan diri bagai budak tanpa diberi upah yang layak atau sesuai UMR. Apa mereka kira semua orang itu bisa ikhlash atas perlakuan tersebut.? Itu semua termasuk bentuk kezhaliman dan menyelisihi manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.

     Di hadits berikut Nabi memerintahkan untuk memperlakukan secara manusia kepada budak, apalagi terhadap santri yang bukan budak :

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ، ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﺇﺫا ﺃﺣﺪﻛﻢ ﻗﺮﺏ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻤﻠﻮﻛﻪ ﻃﻌﺎﻣﺎ، ﻗﺪ ﻛﻔﺎﻩ ﻋﻨﺎءﻩ ﻭﺣﺮﻩ، ﻓﻠﻴﺪﻋﻪ، ﻓﻠﻴﺄﻛﻞ ﻣﻌﻪ، ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﻔﻌﻞ، ﻓﻠﻴﺄﺧﺬ ﻟﻘﻤﺔ، ﻓﻠﻴﺠﻌﻠﻬﺎ ﻓﻲ ﻳﺪﻩ»

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: "Jika kalian memiliki budak maka dekatilah mereka makanannya. Maka hal itu akan mencukupi dari kelelahannya. Ajaklah dia dan makanlah bersamanya. Jika dia tidak mau melakukan maka berilah makanan dan letakkan di tangannya." (HR Ibnu Majah)

     Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah , beliau bersabda:

لِلْمَمْلُوكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ وَلاَ يُكَلَّفُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا يُطِيْقُ

“Seorang budak itu berhak mendapatkan makan dan sandang (dari tuannya) dan janganlah dia dibebani atas suatu pekerjaan melainkan sesuai dengan kemampuannya.”
(HR. Muslim no.3141)

     Terhadap para khodim (pembantu) saja, Nabi sering menawari agar pembantunya minta apa saja yang dikehendaki dan Rasulullah mengabulkan permintaannya meskipun permintaannya itu besar. Dari Rabi'ah bin Ka'ab Al-Aslami radhiallahu 'anhu, kebiasaan beliau yaitu menyediakan tempat wudhu Rasulullah ;

كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي سَلْ فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ قُلْتُ هُوَ ذَاكَ قَالَ فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

"Saya bermalam bersama Rasulullah , lalu aku membawakan air wudhunya dan air untuk hajatnya.
Maka beliau bersabda kepadaku, "Mintalah kepadaku."
Maka aku berkata, "Aku meminta kepadamu agar aku menemanimu di surga."
Beliau berkata, "Atau ada selain itu.?"
Aku menjawab, "Itu saja yang aku minta."
Maka beliau menjawab, "Bantulah aku untuk mewujudkan keinginanmu dengan banyak melakukan sujud (shalat)."
(HR. Muslim)

     Beliau juga memerintahkan untuk memberikan gaji upah sebelum keringatnya kering atau langsung setelah mereka selesai bekerja. Disini ada beberapa cara, ada yang prosesnya harian, pekanan, bulanan. Tetapi berdasarkan hadits ini lebih baik memberikan gaji setelah selesai bertugas. Dari Abdullah bin Umar ia berkata, Rasulullah bersabda :

 أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ. (رواه إبن ماجة والطبراني)

“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah dan at-Thabrani)

     Termasuk dosa besar karena berbuat zhalim jika tidak memberikan upah yang layak padahal pembantunya sudah bekerja. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi bersabda;

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ. (رواه البخاري)

Dalam hadits Qudsi Allah Ta’ala berfirman:
"Ada tiga jenis orang yang Aku menjadi musuh mereka pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu mengingkarinya, seseorang yang menjual orang yang telah merdeka, lalu memakan hasil penjualannya (harganya) dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, namun tidak memberi upahnya." (HR. Al-Bukhari)

     Abu Hurairah radhiallahu berkata, Rasulullah bersabda,

لاَ يَقُلْ أَحَدُكُمْ: أَطْعِمْ رَبَّكَ وَضِّئْ رَبَّكَ، وَلْيَقُلْ: سَيِّدِي وَمَوْلاَيَ، وَلاَ يَقُلْ أَحَدُكُمْ: عَبْدِي وَأَمَتِي، وَلْيَقُلْ: فَتَايَ وَفَتَاتِي وَغُلاَمِي

“Janganlah seorang dari kalian berkata (ketika memerintahkan budaknya dengan kalimat):
‘Hidangkanlah makanan untuk rabb kamu, berilah minuman untuk rabbmu’,
Akan tapi hendaklah dia berkata (dengan kalimat):
‘sayyidku dan maulaku (pemeliharaku)’.
Dan janganlah seorang dari kalian mengatakan: ‘Abdi (hamba sahaya laki-lakiku), dan Amati (hamba sahaya perempuanku)’,
Akan tapi Katakanlah: ‘fataya (pemudaku), Fatatiy (pemudiku) dan ghulami (budakku)’.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

     Nabi bersabda:

المسلم أخو المسلم، لا يظلمه، ولا يسلمه

“Seorang Muslim itu adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya dan tidak boleh menelantarkannya.” (HR. Muslim no. 2564).


Larangan Berbuat Zhalim

     Secara istilah, zhalim artinya melakukan sesuatu yang keluar dari koridor kebenaran, baik karena kurang atau melebih batas. Al Asfahani mengatakan:

هو: (وضع الشيء في غير موضعه المختص به؛ إمَّا بنقصان أو بزيادة؛ وإما بعدول عن وقته أو مكانه)

“Zhalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada posisinya yang tepat baginya, baik karena kurang maupun karena adanya tambahan, baik karena tidak sesuai dari segi waktunya ataupun dari segi tempatnya” (lihat Mufradat Allafzhil Qur’an Al Asfahani 537, dinukil dari Mausu’ah Akhlaq Durarus Saniyyah).

     Perbuatan zalim terlarang dalam Islam. Terdapat banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi  yang mencela dan melarang perbuatan zhalim.  Allah Ta’ala berfirman:

أَلاَ لَعْنَةُ اللّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ

Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zhalim." (QS. Hud: 18).

إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu tidak mendapat keberuntungan” (QS. Al An’am: 21).

     Dan ayat-ayat yang semisal sangatlah banyak. Adapun dalil dari As Sunnah, diantaranya Nabi bersabda:

قال الله تبارك وتعالى: يا عبادي، إني حرمت الظلم على نفسي، وجعلته بينكم محرمًا؛ فلا تظالموا

Allah Tabaaraka wa ta’ala berfirman: ‘wahai hambaku, sesungguhnya aku haramkan kezhaliman atas Diriku, dan aku haramkan juga kezhaliman bagi kalian, maka janganlah saling berbuat zhalim.’” (HR.  Muslim no. 2577).

    
Kesimpulan Dan Penutup


   
■  Nabi ﷺ dan para Shahabat, para aimah madzhab Ahlus Sunnah, imam Al Bukhori, imam Muslim ataupun para salafus sholih tidak ada yang mewajibkan seluruh muridnya untuk khidmah, menjadi khodim ataupun memperlakukan murid-muridnya laksana budak.

■  Mewajibkan manusia merdeka atau santri untuk menjadi khodim (pembantu) ataupun mengabdi laksana budak tanpa burhan dan hujjah itu termasuk bid'ah yang sesat dan kezholiman. Maka tidak usah heran jika menimbulkan banyak masalah dan kasus.

■  Nabi ﷺ bersabda: 

اتَّقوا الظُّلمَ . فإنَّ الظُّلمَ ظلماتٌ يومَ القيامةِ

“Jauhilah kezhaliman karena kezhaliman adalah kegelapan di hari kiamat.” (HR. Al Bukhari no. 2447, Muslim no. 2578).

■  Tulisan ini kami tulis sebagai bentuk nasihat. Dengan harapan semoga dicatat malaikat, sehingga jika mereka menghindar untuk diselesaikan di dunia insya Allah mereka tak akan mungkin bisa mengelak untuk diselesaikan di akhirat. Karena telah kami adukan kepada Rabbul 'Alamin.

■  Jika memang mampu, silahkan dibantah secara ilmiyyah atau jika perlu dibuktikan dengan mubahalah.

تِلْكَ اَمَانِيُّهُمْ ۗ قُلْ هَاتُوْا بُرْهَانَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

"Itu (hanya) angan-angan mereka. Katakanlah, “Tunjukkan burhan (bukti kebenaran) kalian jika kalian orang yang shodiq (benar).” (QS. Al Baqarah : 111)

     Allah Ta'ala berfirman :

فَاِنْ لَّمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ اَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ اَهْوَاۤءَهُمْۗ وَمَنْ اَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوٰىهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ ࣖ

"Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun? Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Qoshosh : 50).

رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّۗ وَرَبُّنَا الرَّحْمٰنُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوْنَ

"Ya Robb-ku, berilah keputusan dengan adil. Dan Robb kami Ar Rohman, tempat memohon segala pertolongan atas semua yang kalian katakan.”

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين


    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah

  "Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah Hukumi Manusia Dengan Hujjah Dan Burhan Sesuai Z...