Haruskah Menjadi Sempurna Dulu Untuk Bisa Menasehati Dan Mengingkari Kemungkaran ?
فيه فرق بين أن تنصح غيرك وأنت عاجز عن العفل، وبين أن تنصح غيرك و أنت قادر على الفعل
“Bedakan, antara Anda menasehati seorang, sementara Anda belum ada daya untuk melakukan apa yang Anda nasehatkan. Dengan Anda menasihati seorang, sementara Anda mampu melakukan apa yang Anda nasehatkan.”
Jadi ada dua jenis orang dalam masalah ini:
■ Petama, adalah orang yang menasehati orang lain, namun dia belum mampu melakukan amalan ma’ruf yang ia sampaikan, atau meninggalkan kemungkaran yang ia larang.
■ Yang kedua, adalah orang yang menasehati orang lain sementara sejatinya dia mampu untuk melakukan pesan nasehat yang ia sampaikan. Akan tetapi justru mengabaikan kemampuannya dan ia terjang sendiri nasehatnya, tanpa ada rasa bersalah dan menyesal. Ia merasa nyaman dan biasa-biasa saja dengan tindakan tidak terpuji tersebut
Dalam kitab Lathaif Al-Ma’arif (كتاب لطائف المعارف) Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata :
فلا بد للإنسان من الأمر بالمعروف و النهي عن المنكر و الوعظ و التذكير و لو لم يعظ إلا معصوم من الزلل لم يعظ الناس بعد رسول الله صلى الله عليه و سلم أحد لأنه لا عصمة لأحد بعده
“Tetap bagi setiap orang untuk mengajak yang lain pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Tetap ada saling menasihati dan saling mengingatkan. Seandainya yang mengingatkan hanyalah orang yang makshum (yang bersih dari dosa, pen.), tentu tidak ada lagi yang bisa memberi nasihat sepeninggal Nabi ﷺ. Karena sepeninggal Nabi ﷺ tidak ada lagi yang makshum.” (silahkan lihat Lathaif Al-Ma’arif)
Dalam bait sya’ir disebutkan,
لئن لم يعظ العاصين من هو مذنب … فمن يعظ العاصين بعد محمد
“Jika orang yang berbuat dosa tidak boleh memberi nasihat pada yang berbuat maksiat, maka siapa tah lagi yang boleh memberikan nasihat setelah (Nabi) Muhammad (wafat)?” (silahkan lihat Lathaif Al-Ma’arif)
وروى ابن أبي الدنيا بإسناد فيه ضعف عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "مروا بالمعروف وإن لم تعملوا به كله وانهوا عن المنكر وإن لم تتناهوا عنه كله"
Ibnu Abi Ad-Dunya meriwayatkan dengan sanad yang dha’if, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ, “Perintahkanlah pada yang makruf (kebaikan), walau engkau tidak mengamalkan semuanya. Laranglah dari kemungkaran walau engkau tidak bisa jauhi semua larangan yang ada.” (silahkan lihat Lathaif Al-Ma’arif)
وقيل للحسن: إن فلانا لا يعظ ويقول: أخاف أن أقول مالا أفعل فقال الحسن : وأينا يفعل ما يقول ود الشيطان أنه ظفر بهذا فلم يأمر أحد بمعروف ولم ينه عن منكر
Ada yang berkata pada Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah,
“Sesungguhnya ada seseorang yang enggan memberi nasihat dan ia mengatakan, “Aku takut berkata sedangkan aku tidak mengamalkannya.” Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Apa ada yang mengamalkan setiap yang ia ucapkan?” Sesungguhnya syaithan itu suka manusia jadi seperti itu. Akhirnya, mereka enggan mengajak yang lain dalam perkara yang makruf (kebaikan) dan melarang dari kemungkaran.
وقال مالك عن ربيعة: قال سعيد بن جبير: لو كان المرء لا يأمر بالمعروف ولا ينهى عن المنكر حتى لا يكون فيه شيء ما أمر أحد بمعروف ولا نهى عن منكر قال مالك: وصدق ومن ذا الذي ليس فيه شيء:
من ذا الذي ما ساء قط ... ومن له الحسنى فقط
Malik berkata dari Rabi’ah bahwasanya Sa’id bin Jubair berkata, “Seandainya seseorang tidak boleh beramar makruf nahi mungkar (saling mengingatkan pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, pen.) kecuali setelah bersih dari dosa, tentu ada yang pantas untuk amar makruf nahi mungkar.” Malik lantas berkata, “Iya betul. Siapa yang mengaku bersih dari dosa?”
Dalam bait sya’ir disebutkan,
“Siapa yang berani mengaku telah bersih dari dosa sama sekali. Siapa yang mengaku dalam dirinya terdapat kebaikan saja (tanpa ada dosa, pen.)?”
خطب عمر بن عبد العزيز رحمه الله يوما فقال في موعظته: إني لأقول هذه المقالة وما أعلم عند أحد من الذنوب أكثر مما أعلم عندي فاستغفر الله وأتوب إليه وكتب إلى بعض نوابه على بعض الأمصار كتابا يعظه فيه وقال في آخره: وإني لأعظك بهذا وإني لكثير الإسراف على نفسي غير محكم لكثير من أمري ولو أن المرء لا يعظ أخاه حتى يحكم نفسه إذا لتواكل الخير وإذا لرفع الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وإذا لاستحلت المحارم وقل الواعظون والساعون لله بالنصيحة في الأرض والشيطان وأعوانه يودون أن لا يأمر أحد بمعروف ولا ينهى عن منكر وإذا أمرهم أحد أو نهاهم عابوه بما فيه وبما ليس فيه
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz pernah berkhutbah pada suatu hari. Ia menasihati, “Sungguh aku berkata dan aku lebih tahu bahwa tidak ada seorang pun yang memiliki dosa lebih banyak dari yang aku tahu ada pada diriku. Karenanya aku memohon ampun pada Allah dan bertaubat pada-Nya.”
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz juga pernah menuliskan surat berisi nasihat pada beberapa wakilnya yang ada di berbagai kota :
“Aku beri nasihat seperti ini. Padahal aku sendiri telah melampaui batas terhadap diriku dan pernah berbuat salah. Seandainya seseorang tidak boleh menasihati saudaranya sampai dirinya bersih dari kesalahan, maka tentu semua akan merasa dirinya telah baik (karena tak ada yang menasihati, pen.). Jika disyaratkan harus bersih dari kesalahan, berarti hilanglah amar makruf nahi mungkar. Jadinya, yang haram dihalalkan. Sehingga berkuranglah orang yang memberi nasihat di muka bumi. Setan pun akhirnya senang jika tidak ada yang beramar makruf nahi mungkar sama sekali. Sebaliknya jika ada yang saling menasihati dalam kebaikan dan melarang dari kemungkaran, setan akan menyalahkannya. Setan menggodanya dengan berkata, kenapa engkau memberi nasihat pada orang lain, padahal dirimu sendiri belum baik.”
(silahkan lihat Lathaif Al-Ma’arif, https://shamela.ws/book/11363/7)
Penjelasan tersebut bukan berarti kita boleh tetap terus dalam maksiat. Pemaparan Ibnu Rajab hanya ingin menekankan bahwa jangan sampai patah semangat dalam menasihati orang lain walau diri kita belum bisa baik atau belum sempurna. Yang penting kita senantiasa berupaya memperbaiki diri. Dan tetap saja yang lebih baik adalah ilmu itu diamalkan, baru didakwahkan. الله Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi الله bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash- Shaff: 2-3).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar