Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku akan berpecah belah menjadi 73 golongan. Mereka semua di neraka kecuali satu golongan.
Para shahabat bertanya : Siapakah golongan (yang selamat) itu, Wahai Rasulullah?
Beliau menjawab : Apa yang aku dan para shahabatku ada di atasnya. (Diriwayatkan oleh At Tirmidzi di dalam Sunannya (V/26), Al Hakim di Al Mustadrak (I/128 – 129), Ibnu Wadldlah di Al Bida‘ (92), Al Ajurri di Al Arba’in (143), dan di Asy Syari’ah (15-16). Dan juga selain mereka.)
Dalam riwayat lain dengan lafazh,
“Dan umatku ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu.
Para shahabat bertanya, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang kondisinya seperti kondisiku dan kondisi para shahabat ku pada hari ini. (Riwayat Ath Thabrani di Ash Shaghir I/256. Hadits shahih)
Dalam riwayat lain Rasulullah ﷺ bersabda:
“Ketahuilah sesungguhnya umat sebelum kalian dari Ahli Kitab berpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. 72 golongan di neraka, dan 1 golongan di surga. Merekalah Al Jama’ah.” (HR. Abu Daud 4597, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)
Rasulullah ﷺ juga bersabda :
“Berpeganglah pada Al Jama’ah dan tinggalkan kekelompokan. Karena syaithan itu bersama orang yang bersendirian dan syaithan akan berada lebih jauh jika orang tersebut berdua. Barangsiapa yang menginginkan bagian tengah surga, maka berpeganglah pada Al Jama’ah. Barangsiapa merasa senang bisa melakukan amal kebajikan dan bersusah hati manakala berbuat maksiat maka itulah seorang mu’min.” (HR. Tirmidzi no.2165, ia berkata: “Hasan shahih gharib dengan sanad ini”)
Terkait makna Al Jama'ah, Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu berkata :
“Al Jama’ah adalah siapa saja yang sesuai dengan al haq (kebenaran) walaupun engkau sendirian.” Dalam riwayat lain:
“Ketahuilah, sesungguhnya kebanyakan manusia telah keluar dari Al Jama’ah. Dan Al Jama’ah itu adalah yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala.” (lihat Ighatsatul Lahfan Min Mashayid Asy Syaithan, 1/70)
Penamaan istilah Ahlus Sunnah ini sudah ada sejak generasi pertama Islam pada kurun yang dimuliakan Allah, yaitu generasi Shahabat. ‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu 'anhuma berkata ketika menafsirkan firman Allah Ta'ala :
“Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): ‘Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu.’” (QS. Ali ‘Imran : 106).
“Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang yang hitam wajahnya mereka adalah Ahlul Bid’ah dan furqoh (perpecahan). Demikianlah menurut tafsir Ibnu Abbas radhiyaallahu 'anhuma. Adapun orang-orang yang menjadi hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan), "Mengapa kalian kafir sesudah kalian beriman?"
Menurut Al-Hasan Al-Basri, mereka adalah orang-orang munafik. "Karena itu, rasakanlah azab disebabkan kekafiran kalian itu." Dan gambaran ini bersifat umum menyangkut semua orang kafir.” (lihat Tafsir Ibnu Katsir). Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh para ulama generasi Tabi'in dan setelahnya.
Ketika Imam Malik (w. 197 H) – rahimahullah – ditanya siapakah Ahlus Sunnah? Dia menjawab dengan mengatakan:
“Ahlus Sunnah itu mereka yang tidak mempunyai laqab (julukan) yang dengannya mereka dikenal, bukan Jahmy (pengikut firqoh Jahmiyyah), bukan pula Qodary (pengikut firqoh Qodariyyah), dan bukan Rofidzy (pengikut firqoh Rofidhoh)." (Lihat: Al-Intiqaa, karya Ibn Abdil Barr (hal. 35).)
Jadi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti Sunnah Rasulullah ﷺ dan para Shahabatnya, dan dalam memahami dan mengikuti Sunnah Rasulullah ﷺ tersebut mereka meneladani praktek dan pemahaman para Shahabat, tabi’in dan tabi'ut tabi'in. Dan makna ini sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Rasulullah ﷺ tentang satu golongan yang selamat : (مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَاب)”yaitu orang-orang yang berada pada jalanku dan jalannya para shahabatku.”
Abul Muzhaffar As Sam'ani rahimahullah (wafat 489H) mengatakan : "Syiar Ahlus Sunnah adalah sikap ittiba' mereka kepada As-Salafush-Shaalih, dan meninggalkan segala sesuatu yang diada-adakan (dalam agama)." (lihat Al-Intishaar li-Ashhaabil-Hadiits hal. 31)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:
"Ketika sifat Firqatun Najiyah adalah mengikuti para sahabat Rasulullah ﷺ, dan itulah syiar Ahlus Sunnah wal Jama'ah, maka Firqatun Najiyah adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah" (Minhajus Sunnah An Nabawiyah, 3/457).