Sabtu, 20 Mei 2023

PILIH TEMAN YANG BAIK DAN JAUHI TEMAN YANG BURUK




 


PILIH TEMAN YANG BAIK DAN JAUHI TEMAN YANG BURUK
Sendiri Tanpa Kawan Itu Lebih Baik Daripada Berteman Orang Yang Jelek Agamanya

     Rasululah ﷺ menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman, dalam sabda beliau :

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk, ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya. Dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya.
Sedangkan peniup bara api (tukang pandai besi, perokok dan semisal), bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu. Dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari no.5534 dan Muslim no.2628)

عن أبي هريرة رضي الله عنه أَن النبيَّ -صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم- قَالَ: «الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُر أَحَدُكُم مَنْ يُخَالِل». (حسن) -(رواه أبوداود والترمذي وأحمد)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi ﷺ bersabda, "Seseorang itu tergantung agama kholil/teman akrabnya. Oleh karena itu, hendaklah seseorang dari kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman dekatnya."  
(Hadits hasan - Diriwayatkan At Tirmidzi)

     Hadits ini menunjukkan bahwa manusia itu tergantung kebiasaan, jalur dan perjalanan hidup sahabatnya. Demi kehati-hatian dalam urusan agama dan akhlaknya, hendaklah seseorang memperhatikan dan melihat siapa yang ia jadikan sahabatnya. Jika ada orang yang diridhai agama dan akhlaknya, maka jadikanlah teman, dan jika tidak maka jauhilah. Sesungguhnya tabiat itu laksana pencuri, dan persahabatan memberi pengaruh terhadap perbaikan dan kerusakan keadaan. Kesimpulannya, hadits ini menunjukkan bahwa sepatutnya manusia bersahabat dengan orang-orang baik karena hal itu mengandung kebaikan.

قال النبي صلى الله عليه وسلم: «الأرواح جنود مجندة فما تعارف منها ائتلف، وما تناكر منها اختلف» أخرجه البخاري (3336)، ومسلم (2638)

      Nabi ﷺ bersabda : “Ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang dihimpun dalam kesatuan. Jika saling mengenal di antara mereka maka akan bersatu. Dan yang saling merasa asing di antara mereka maka akan berpisah.” (HR. Al Bukhari 3336 dan Muslim 2638)

قال الخطابي: يحتمل أن يكون إشارة إلى معنى التشاكل في الخير والشر والصلاح والفساد، وأن الخير من الناس يحن إلى شكله، والشرير نظير ذلك يميل إلى نظيره، فتعارف الأرواح يقع بحسب الطباع التي جبلت عليها من خير وشر، فإذا اتفقت تعارفت وإذا اختلفت تناكرت.
فتح الباري لابن حجر (6/ 369).

     Al-Khoththobi rahimahullah berkata : “Bisa jadi bermakna isyarat atas kesamaan dalam hal kebaikan dan kejelekan serta perbaikan dan kerusakan. dan bahwasanya manusia yang baik akan rindu kepada jenisnya (yang baik pula), sedangkan yang jelek dan semisal itu maka akan condong kepada yang sejenisnya pula. Para ruh akan saling mengenal, sehingga akan hinggap sesuai dengan tabiat yang telah diciptakan di atasnya dari kebaikannya maupun kejelekannya, maka apabila telah cocok maka akan saling mengenal, dan apabila berbeda maka akan saling mengingkari.” (lihat Al-Fathul Bari 6/369)

     Malik bin Dinar rahimahullah berkata:

كل جليس لا تستفيد منه خيرًا فاجتنبه.

“Semua teman duduk yang engkau tidak bisa mengambil faedah berupa kebaikan dirinya, maka jauhilah dia!”
(lihat Az-Zuhd, karya Ibnu Abi Ashim, hlm. 86)

     Idealnya adalah kita mengubah kawan-kawan kita yg buruk itu agar kembali kepada Allah, tapi kenyataannya tidak selalu kita mampu melakukannya. Kadang malah kita yang kalah kuat pengaruhnya. Dalam keadaan inilah kita menjauh dan sangat selektif memilih kawan di dunia. 

     Mubarak Abu Hammad berkata: ‘Saya pernah mendengar Sufyan ats-Tsauri memesankan kepada Ali bin al-Husain as-Salimi:

إِيَّاكَ وَمَا يُفْسِدُ عَلَيْكَ عَمَلَكَ وَقَلْبَكَ، فَإِنَّمَا يُفْسِدُ عَلَيْكَ قَلْبَكَ مُجَالَسَةُ أَهْلِ الدُّنْيَا، وَأَهْلِ الْحِرْصِ، وَإِخْوَانِ الشَّيَاطِينِ الَّذِينَ ينْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي غَيْرِ طَاعَةِ اللهِ، وَإِيَّاكَ وَمَا يُفْسِدُ عَلَيْكَ دِينَكَ، فَإِنَّمَا يُفْسِدُ عَلَيْكَ دِينَكَ مُجَالَسَةُ ذَوِي الْأَلْسُنِ الْمُكْثِرِينَ لِلْكَلَامِ..

“Hati-hatilah kamu dari perkara yang dapat merusak amalan dan hatimu. Yang dapat merusak hatimu ialah duduk bersama ahli dunia, orang-orang yang penuh ambisi, dan saudara-saudaranya setan yang mengeluarkan harta di selain ketaatan kepada Allah.
Dan hati-hatilah kamu dari perkara yang dapat merusak agamamu! Yaitu duduk bersama dengan orang-orang yang banyak bicara.” (lihat Hilyah al-Auliya’, VII/48)

     Allah Ta'ala berfirman:

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَالَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا (27) يَاوَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا (28) لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا (29)

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul”. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur`an itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaithan itu tidak mau menolong manusia." (QS. Al-Furqan : 27-29).

     Para mufasir menjelaskan kalimat “menggigit dua tangannya” diartikan sebagai penyesalan yang amat sangat dalam, tetapi sia-sia karena sudah tidak mungkin lagi untuk bisa kembali. Karena saat di dunia sebenarnya sudah diingatkan dan diperintahkan. Namun justru tidak mengikuti anjuran kebenaran tersebut.

     Memiliki teman yang baik meski sedikit itu jauh lebih baik daripada memiliki banyak teman namun menjerumuskan. Bahkan Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata:

الوحدة خير من جليس السوء، والجليس الصالح خير من الوحدة

Sendiri tanpa kawan, lebih baik daripada berteman dengan orang yang buruk. Dan berteman dengan orang shalih itu lebih baik daripada menyendiri.” (lihat Minhaj al-Qashidin, hlm. 424)

     Hasan Al- Bashri rahimahullah berkata :

استكثروا من الأصدقاء المؤمنين فإن لهم شفاعة يوم القيامة

”Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman, karena mereka memiliki syafaat pada Hari Kiamat.” (lihat Ma’alimut Tanzil 4/268)

     Allah berfirman :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ 

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan ash shodiqin (orang-orang yang benar dan jujur imannya)." (QS. At Taubah : 119)

     Semoga Allah senantiasa memberikan kesempatan untuk dapat berteman, berinteraksi, dan menjalani hidup bersama dengan orang-orang shalih dan jujur imannya..

Rabu, 17 Mei 2023

Syarat-syarat Laa Ilaha Illa-Allah



    Kalimat la ilaha illa-Allah setidaknya memiliki tujuh atau delapan syarat yang ucapan kalimat itu tidak sah atau tidak sempurna kecuali syarat-syarat tersebut terpenuhi. Dan seorang hamba harus berpegang teguh kepadanya tanpa menghilangkan salah satu dari tujuh syarat tersebut, yaitu:

1. Al- ‘Ilmu (pengetahuan)

     Yaitu mengetahui makna kalimat Iaa ilaha illallah dari segi nafi (peniadaan) dan itsbat (penetapan) dan mengetahui semua konsekuensinya. Jika seorang mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya zat yang berhak disembah dan mengetahui bahwa menyembah kepada selain-Nya adalah batil lalu ia mengamalkan pengetahuannya itu, berarti ia telah mengetahui makna kalimat tersebut. Allah berfirman :

‎فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allah. ” (QS. Muhammad: 19)
     Rasulullah bersabda :

‎من مات وهو يعلم أنه لا إله إلا الله دخل الجنة

“Barangsiapa meninggal dunia dan ia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, maka ia masuk surga.” (HR. Muslim)

2. Al-Yaqin (keyakinan)

     Yaitu mengucapkan kalimat Ia ilaha illallah dengan keyakinan dan kemantapan hati, tanpa adanya keraguan yang dihembuskan setan, jin dan manusia. Bahkan ia harus mengucapkannya dengan keyakinan yang mantap dan meyakini konsekuensinya.
     Allah berfirman :

‎إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.” (QS. al-Hujurat:15).
     Rasulullah bersabda :

‎أشهد أن لا إله إلا الله وأني رول الله لا يلقى الله بهما عبد غير شاك فيهما إلا دخل الجنة

“Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan aku (Muhammad) adalah utusan-Nya, tidaklah seorang hamba berjumpa Allah dengan dua kalimat ini tanpa ada keraguan melainkan ia akan masuk surga.” (HR. Muslim)

3. Al-Qabul (penerimaan)

     Yaitu menerima semua konsekuensi kalimat la ilaha illallah dengan hati dan lisan, membenarkan dan mempercayai semua yang disampaikan Rasulullah, serta menerimanya tanpa penolakan sedikit pun. Allah berfirman :

‎آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

“Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seserangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdoa):”Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”. (QS. Al-Baqarah : 285).
     Termasuk ke dalam kategori menolak dan tidak menerima, jika seseorang menentang atau menolak sebagian hukum atau batasan syar’i, seperti orang-orang yang menentang hukum mencuri, zina, diperbolehkannya berpoligami, hukum waris dan lainnya.
     Allah berfirman :

‎وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab : 36).

4. Al-Inqiyad (tunduk)

     Yaitu pasrah dan tunduk terhadap apa yang terkandung dalam kalimat ikhlas ini. Perbedaan antara inqiyad (tunduk) dengan qabul (penerimaan), yaitu bahwa qabul adalah pernyataan kebenaran makna kalimat dalam ucapan, sedang inqiyad adalah mengikutinya dengan tindakan. Jika seseorang telah mengetahui makna la ilaha illallah, meyakini dan menerimanya, namun ia tidak tunduk, pasrah dan mengamalkan konsekuensi pengetahuan-nya itu, maka hal ini tidak berguna baginya. Allah berfirman:

‎وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

“Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az-Zumar : 54).

‎فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. ” (QS. An-Nisa : 65).

5. As-Shidqu (jujur)

     Yaitu jujur kepada Allah ketika mengucapkan kalimat la ilaha illallah, maksudnya jujur dalam ucapan dan sesuai antara lisan dan hatinya. Allah berfirman :

‎يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubat:l 19).
     Rasulullah bersabda :

‎من قال لا إله إلا الله صادقا من قلبه دخل الجنة

“Barangsiapa mengucapkan kalimat la ilaha illallah dengan jujur dari dalam hatinya maka ia masuk surga.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya).
     Bila seseorang mengucapkan syahadat dengan lisannya tetapi hatinya mengingkarinya, maka hal ini tidak dapat menyelamatkannya, bahkan ia termasuk golongan orang-orang munafik. Termasuk tidak jujur, jika seseorang mendustai ajaran yang dibawa oleh Rasulullah atau sebagiannya, karena Allah telah memerintahkan kita untuk menaatinya, membenarkannya dan menyertainya dengan ketaatan kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman:

‎قل أطيعوا الله وأطيعوا الرسول…

“Katakanlah:”Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul.” (QS. An-Nur:54).

6. Al-Ikhlash (ikhlas)

     Yaitu ikhlas ketika mengucapkan kalimat la ilaha iollallah dengan tidak mengharapkan kecuali ridha Allah tanpa ada noda syirik sedikitpun. Allah ta’ala berfirman:

‎ألا لله الدين الخالص

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (QS. Az Zumar:3).

‎وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah:5).
     Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits ‘Utban, bahwa Rasulullah bersabda :

‎فإن الله قد حرم على النار من قال لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله

“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan kalimat Ia ilaha illallah karena mencari ridha Allah.”

7. Al-Mahabbah (kecintaan)

     Yaitu mencintai kalimat dan kandungan kalimat yang agung ini. Dan pokok dari kecintaan ini ialah rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, juga cinta terhadap apa-apa yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya seperti tempat-tempat tertentu seperti Mekkah, Madinah dan masjid-masjid pada umumnya, waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan, 10 hari pertama bulan Dzulhijjah dan lain-lain, sosok-sosok tertentu seperti para nabi, rasul, malaikat, orang-orang jujur, para syuhada dan orang-orang saleh, perbuatan-perbuatan tertentu seperti shalat, zakat, puasa dan haji, ucapan-ucapan tertentu seperti zikir dan bacaan al-Qur’an.
     Termasuk mencintai Allah adalah mendahulukan segala yang dicintai Allah atas segala sesuatu yang dicintai, dihasrati dan diinginkan dirinya, serta membenci segala sesuatu yang dibenci Allah, seperti orang-orang kafir, kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Allah berfirman :

‎يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kqfir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela”. (QS. Al-Maidah:54).

8. Kufur terhadap semua yang disembah selain Allah.
     Maknanya, ia harus melepaskan dirinya dari semua bentuk peribadahan kepada selain Allah dan meyakini bahwa peribadahan tersebut batil. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta'ala :

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 256)
     Dan Allah juga berfirman :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ

“Dan sungguh Kami telah mengutus seorang rasul untuk tiap-tiao umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. An-Nahl: 36)
     Di dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah bersabda :

من قال لا إله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله

“Barangsiapa mengucapkan laa ilaaha illallah dan mengingkari semua yang disembah selain Allah, haramlah harta dan darahnya dan hisabnya tergantung kepada Allah.” (HR. Muslim no. 23)
     Dalam riwayat lain, beliau bersabda:

من وحد الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه

“Barangsiapa mentauhidkan Allah dan mengingkari semua yang disembah selain Allah maka haramlah harta dan darahnya.” (HR. Muslim no. 23)

     Inilah syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang bisa mendapatkan keutamaan laa ilaha illallah. Jadi, untuk mendapatkan keutamaan-keutamaan laa ilaha illallah bukanlah hanyalah di lisan saja, namun hendaknya seseorang memenuhi syarat-syarat ini dengan amalan/ praktek (tanpa mesti dihafal). Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mampu meyakini makna kalimat tauhid, mengamalkan konsekuensi-konsekuensinya dalam perkataan maupun perbuatan, dan semoga kita mati dalam keadaan mu’min.


Kalimat Tauhid Laa Ilaha Illa-Allah








 

Sabtu, 13 Mei 2023

Perintah Kepada Para Wanita Untuk Tinggal Di Dalam Rumah Dari Dzat Yang Maha Hikmah






 

Perintah Kepada Para Wanita Untuk Tinggal Di Dalam Rumah
Dari Dzat Yang Maha Hikmah

     Wahai saudariku muslimah, renungkanlah firman dari Rabbmu berikut ini. Rabb yang telah menciptakanmu, yang paling tahu tentang kemaslahatan bagimu. Allah Ta'ala berfirman :

وَقَرۡنَ فِی بُیُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَـٰهِلِیَّةِ ٱلۡأُولَىٰۖ وَأَقِمۡنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِینَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعۡنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥۤۚ إِنَّمَا یُرِیدُ ٱللَّهُ لِیُذۡهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجۡسَ أَهۡلَ ٱلۡبَیۡتِ وَیُطَهِّرَكُمۡ تَطۡهِیرࣰا ۝٣٣

“Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al Ahzab: 33).

﴿وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ﴾ أي: اقررن فيها، لأنه أسلم وأحفظ لَكُنَّ، ﴿وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى﴾ أي: لا تكثرن الخروج متجملات أو متطيبات، كعادة أهل الجاهلية الأولى، الذين لا علم عندهم ولا دين، فكل هذا دفع للشر وأسبابه.
ولما أمرهن بالتقوى عمومًا، وبجزئيات من التقوى، نص عليها [لحاجة] النساء إليها، كذلك أمرهن بالطاعة، خصوصًا الصلاة والزكاة، اللتان يحتاجهما، ويضطر إليهما كل أحد، وهما أكبر العبادات، وأجل الطاعات، وفي الصلاة، الإخلاص للمعبود، وفي الزكاة، الإحسان إلى العبيد.

     Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa makna dari ayat {وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ} "Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian,” yaitu menetaplah kalian di rumah kalian sebab hal itu lebih selamat dan lebih memelihara diri kalian. Sedangkan makna ayat { وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى } “dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” yaitu  janganlah banyak keluar dengan bersolek atau memakai parfum sebagaimana kebiasaan orang-orang  jahiliyah sebelum Islam yang tidak memiliki ilmu dan agama. Perintah tersebut bertujuan untuk mencegah munculnya keburukan dan sebab-sebabnya.
     Dan tatkala Allah memerintahkan mereka bertakwa secara umum dan diperintahkan melakukan beberapa partikal takwa, maka Allah menegaskannya karena melihat betapa butuhnya kaum wanita kepadanya. Demikian pula Allah memerintah mereka untuk taat, khususnya melakukan shalat dan zakat yang keduanya sangat di perlukan oleh setiap orang; dan keduanya merupakan ibadah yang paling besar dan ketaatan yang paling mulia. Sebab di dalam shalat terkandung keikhlasan kepada al-ma’bud (Allah), sedangkan di dalam zakat terkandung ikhsan (berbuat baik) kepada orang lain." (lihat Tafsir As Sa'di surat Al Ahzab : 33

     Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan :

وَقَوْلُهُ: ﴿وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ﴾ أَيِ: الْزَمْنَ بُيُوتَكُنَّ فَلَا(٢) تَخْرُجْنَ لِغَيْرِ حَاجَةٍ. وَمِنِ الْحَوَائِجِ الشَّرْعِيَّةِ الصَّلَاةُ فِي الْمَسْجِدِ بِشَرْطِهِ، كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ، وَلْيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلات" وَفِي رِوَايَةٍ: "وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ"(٣)
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدة(٤) حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ الْكَلْبِيُّ، رَوْحُ بْنُ الْمُسَيَّبِ ثِقَةٌ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ(٥) عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: جِئْنَ النِّسَاءُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقُلْنَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِالْفَضْلِ وَالْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى، فَمَا لَنَا عَمَلٌ نُدْرِكُ بِهِ عَمَلَ الْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "مَنْ قَعَدَ -أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا -مِنْكُنَّ فِي بَيْتِهَا فَإِنَّهَا تُدْرِكُ عَمَلَ الْمُجَاهِدِينَ(٦) فِي سَبِيلِ اللَّهِ".
ثُمَّ قَالَ: لَا نَعْلَمُ رَوَاهُ عَنْ ثَابِتٍ إِلَّا رَوْحَ بْنَ الْمُسَيَّبِ، وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْبَصْرَةِ مَشْهُورٌ(٧) .
وَقَالَ(٨) الْبَزَّارُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّق، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: "إِنِ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ(٩) بروْحَة رَبِّهَا وَهِيَ فِي قَعْر بَيْتِهَا".
وَرَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ، عَنْ بُنْدَار، عَنْ عَمْرِو بْنِ عَاصِمٍ، بِهِ نَحْوَهُ(١٠)
وَرَوَى الْبَزَّارُ بِإِسْنَادِهِ الْمُتَقَدِّمِ، وَأَبُو دَاوُدَ أَيْضًا، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: "صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي مَخْدعِها أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا"(١١) وَهَذَا إِسْنَادٌ(١٢) جَيِّدٌ. * * *
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى﴾ قَالَ مُجَاهِدٌ: كَانَتِ الْمَرْأَةُ تَخْرُجُ تَمْشِي بَيْنَ يَدَيِ الرِّجَالِ، فَذَلِكَ تَبَرُّجُ الْجَاهِلِيَّةِ.
وَقَالَ قَتَادَةُ: ﴿وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى﴾ يَقُولُ: إِذَا خَرَجْتُنَّ مِنْ بُيُوتِكُنَّ -وَكَانَتْ لَهُنَّ(١٣) مِشْيَةٌ وَتَكَسُّرٌ وتغنُّج -فَنَهَى اللَّهُ عَنْ ذَلِكَ.
وَقَالَ مُقَاتِلُ بْنُ حَيَّانَ: ﴿وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى﴾ وَالتَّبَرُّجُ: أَنَّهَا تُلْقِي الْخِمَارَ عَلَى رَأْسِهَا، وَلَا تَشُدُّهُ فَيُوَارِي قَلَائِدَهَا وَقُرْطَهَا وَعُنُقَهَا، وَيَبْدُو ذَلِكَ كُلُّهُ مِنْهَا، وَذَلِكَ التَّبَرُّجُ، ثُمَّ عُمَّتْ نِسَاءُ الْمُؤْمِنِينَ فِي التَّبَرُّجِ. وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي ابْنُ زُهَيْرٍ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ -يَعْنِي ابْنَ أَبِي الْفُرَاتِ -حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ أَحْمَرَ، عَنْ عِكْرِمة(١٤) عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: ﴿وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى﴾ . قَالَ: كَانَتْ فِيمَا بَيْنَ نُوحٍ وَإِدْرِيسَ، وَكَانَتْ أَلْفَ سَنَةٍ، وَإِنَّ بَطْنَيْنِ مِنْ وَلَدِ آدَمَ كَانَ أَحَدُهُمَا يَسْكُنُ السَّهْلَ، وَالْآخِرُ يَسْكُنُ الْجَبَلَ. وَكَانَ رِجَالُ الْجَبَلِ صِبَاحًا وَفِي النِّسَاءِ دَمَامة. وَكَانَ نِسَاءُ السَّهْلِ صِبَاحًا وَفِي الرِّجَالِ دَمَامَةٌ، وَإِنَّ إِبْلِيسَ أَتَى رَجُلًا مِنْ أَهْلِ السَّهْلِ فِي صُورَةِ غُلَامٍ، فَآجَرَ نَفْسَهُ مِنْهُ، فَكَانَ يَخْدِمُهُ وَاتَّخَذَ إِبْلِيسُ شَيْئًا مِثْلَ الَّذِي يُزَمّر فِيهِ الرِّعاء، فَجَاءَ فِيهِ بِصَوْتٍ لَمْ يسمَع النَّاسُ مِثْلَهُ، فَبَلَغَ ذَلِكَ مَنْ حَوْلَهُ، فَانْتَابُوهُمْ يَسْمَعُونَ إِلَيْهِ، وَاتَّخِذُوا عِيدًا يَجْتَمِعُونَ إِلَيْهِ فِي السَّنَةِ، فيتبرَّجُ النِّسَاءُ لِلرِّجَالِ. قَالَ: ويتزيَّن(١٥) الرِّجَالُ لَهُنَّ، وَإِنَّ رَجُلًا مِنْ أَهْلِ الْجَبَلِ هَجَم عَلَيْهِمْ فِي عِيدِهِمْ ذَلِكَ، فَرَأَى النِّسَاءَ وصَبَاحتهن، فَأَتَى أَصْحَابَهُ فَأَخْبَرَهُمْ بِذَلِكَ، فَتَحَوَّلُوا إِلَيْهِنَّ، فَنَزَلُوا مَعَهُنَّ وَظَهَرَتِ الْفَاحِشَةُ فِيهِنَّ، فَهُوَ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى﴾(١٦) .

     Firman Allah : {وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ} "dan hendaklah kamu tetap di rumahmu." (QS. Al-Ahzab: 33). Maksudnya, diamlah kamu di rumahmu dan janganlah keluar rumah kecuali karena suatu keperluan. Termasuk keperluan yang diakui oleh syariat ialah menunaikan salat berjamaah di masjid berikut semua persyaratan­nya, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah ﷺ :

"لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ، وَلْيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلات" وَفِي رِوَايَةٍ: "وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ"

"Janganlah kalian melarang hamba-hamba perempuan Allah dari masjid-masjid-Nya, dan hendaklah mereka keluar dalam keadaan berpakaian yang tertutup rapi. Menurut riwayat lain disebutkan: Tetapi rumah-rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka."

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدة حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ الْكَلْبِيُّ، رَوْحُ بْنُ الْمُسَيَّبِ ثِقَةٌ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: جِئْنَ النِّسَاءُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِالْفَضْلِ وَالْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى، فَمَا لَنَا عَمَلٌ نُدْرِكُ بِهِ عَمَلَ الْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَعَدَ -أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا -مِنْكُنَّ فِي بَيْتِهَا فَإِنَّهَا تُدْرِكُ عَمَلَ الْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"

     Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Mas'adah, telah menceritakan kepada kami Abu Raja Al-Kalbi alias Rauh ibnul Musayyab seorang yang siqah, telah men­ceritakan kepada kami Tsabit Al-Bannani, dari Anas radhiyaallahu 'anhu yang mengatakan bahwa kaum wanita datang menghadap kepada Rasulullah , lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, kaum lelaki pergi dengan memborong keutamaan dan pahala berjihad di jalan Allah, sedangkan kami kaum wanita tidak mempunyai amal yang dapat menandingi amal kaum Mujahidin di jalan Allah." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Barang siapa di antara kalian (kaum wanita) yang duduk —atau kalimat yang semakna— di dalam rumahnya, maka sesungguhnya dia dapat memperoleh amal yang sebanding dengan amal kaum Mujahid di jalan Allah."
     Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui ada seseorang yang meriwayatkan hadits ini melalui Tsabit Al-Bannani selain Rauh ibnul Musayyab, dia adalah seorang lelaki dari kalangan ulama Bashrah yang cukup terkenal."

قَالَ الْبَزَّارُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّق، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنِ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ بروْحَة رَبِّهَا وَهِيَ فِي قَعْر بَيْتِهَا".

      Al-Bazzar mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Mutsanna, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Muwarraq, dari Abdul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud dari Nabi yang telah bersabda: "Sesungguhnya (tubuh) wanita itu adalah aurat. Maka apabila wanita itu keluar, setan datang menyambutnya. Dan tempat yang paling dekat bagi wanita kepada rahmat Rabbnya ialah bila ia berada di dalam rumahnya."
     Imam Tirmidzi  meriwayatkannya dari Bandar, dari Amr ibnu Asim dengan sanad dan lafazh yang semisal.
     Al-Bazzar telah meriwayatkannya pula berikut sanad seperti sebelumnya —demikian juga Imam Abu Daud— bersumber dari Nabi yang telah bersabda:

"صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي مَخْدعِها أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا"

"Shalat wanita di dalam tempat tidurnya lebih baik daripada shalatnya di dalam rumahnya, dan shalatnya di dalam rumahnya lebih baik daripada shalatnya di dalam kamarnya." Sanad hadis ini jayyid (baik).

     Firman Allah : {وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى} "dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu." (Al-Ahzab: 33)
Mujahid mengatakan bahwa dahulu di masa Jahiliah wanita bila keluar berjalan di depan kaum pria, maka itulah yang dinamakan tingkah laku Jahiliah.
     Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya : ﴿وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى﴾ "dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (Al-Ahzab: 33) Yakni bila kalian keluar dari rumah. Dahulu wanita bila berjalan berlenggak-lenggok dengan langkah yang manja dan memikat, lalu Allah Ta'ala melarang hal tersebut.
     Muqatil telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya : {وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى} dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (Al-Ahzab: 33) At-Tabarruj artinya mengenakan kain kerudung tanpa mengikatnya, kalau diikat dapat menutupi kalung dan anting-antingnya serta lehernya. Jika tidak diikat, maka semuanya itu dapat kelihatan, yang demikian itulah yang dinamakan tabarruj. Kemudian khitab larangan ini berlaku menyeluruh buat semua kaum wanita mukmin.
     Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Zuhair, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abul Furat, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ahmar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Disebutkan bahwa Ibnu Abbas membaca ayat ini, yaitu firman-Nya : {وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى} "dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu." (Al-Ahzab: 33) Ibnu Abbas mengatakan bahwa munculnya tabarruj adalah di masa antara masa Nabi Nuh dan Nabi Idris, lamanya kurang lebih seribu tahun; itulah permulaannya.
     Sesungguhnya salah satu dari dua kabilah keturunan Adam bertempat tinggal di daerah dataran rendah, sedangkan yang lainnya tinggal di daerah perbukitan. Tersebutlah bahwa kaum pria orang-orang yang tinggal di daerah pegunungan terkenal dengan ketampanannya, sedangkan kaum wanitanya tidak cantik. Lain halnya dengan mereka yang tinggal di daerah perbukitan; kaum prianya bertampang jelek-jelek, sedangkan kaum wanitanya cantik-cantik.
     Lalu Iblis la'natullah mendatangi seorang lelaki dari kalangan penduduk dataran rendah dalam rupa seorang pelayan, lalu ia menawarkan jasa pelayanan kepadanya, akhirnya si iblis menjadi pelayan lelaki itu. Kemudian iblis membuat suatu alat musik yang semisal dengan apa yang biasa dipakai oleh para penggembala. Alat tersebut dapat mengeluarkan bunyi-bunyian yang sangat merdu dan belum pernah orang-orang di masa itu mendengarkan suara seindah itu. Ketika suara musik iblis itu sampai terdengar oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, maka berdatanganlah mereka untuk mendengarkan suara musiknya. Lalu mereka membuat suatu hari raya setiap tahunnya, yang pada hari itu mereka berkumpul. Pada saat itu kaum wanita mereka menampakkan dirinya kepada kaum prianya dengan memakai perhiasan dan tingkah laku Jahiliah.
     Begitu pula sebaliknya, kaum pria mereka berhias diri untuk kaum wanitanya pada hari raya itu. Lalu ada seorang lelaki dari kalangan penduduk daerah pegunungan mendatangi hari raya mereka itu, dan ia melihat kaum wanita daerah dataran rendah cantik-cantik. Ia mem­beritahukan hal itu kepada teman-temannya di daerah pegunungan. Akhirnya mereka turun dari gunung dan bergaul dengan wanita daerah dataran rendah. Maka timbullah fahisyah (perbuatan zina) di kalangan mereka. Hal inilah yang dimaksudkan oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya : {وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى}
 "dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu." (Al-Ahzab: 33)

(lihat Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Ahzab : 33)

Rabu, 10 Mei 2023

Hukum Penggunaan Pengeras Suara Tanpa Adab









 

HUKUM PENGGUNAAN PENGERAS SUARA TANPA ADAB
Mengganggu Shalat/Ibadah Adalah Perbuatan Syaithan


الحمد لله رب العالمين, والصلاة و السلام على نبينا محمد, عبدالله و رسوله وعلى اله و صحبه و من تبعهم بإحسان إلى يوم  الدين, و بعد :

     Wahai saudaraku kaum muslimin..ketahuilah kegaduhan akibat pengeras suara itu bisa mengganggu orang yang sholat, ibadah, belajar dll seperti halnya perbuatan syaithon yang yang gemar mengganggu orang ibadah kepada Allah. Banyak dalil yang melarang kita bersuara sangat keras terutama di masjid diantaranya:

(1) Banyak ayat dan hadits yang memerintah untuk memelankan suara dalam shalat, dzikir dan doa.

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ 

“Dan ingatlah Robbmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’rof: 205).

(2) Nabi bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَيْسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ

“Wahai manusia, kasihanilah diri kalian dengan mengecilkan suara kalian saat berdoa. Sungguh kalian tidak memanggil zat yang tuli dan yang gaib. Sungguh kalian memanggil Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat. Allah bersama kalian.” (HR Muslim).
Ayat dan hadits seperti ini secara eksplisit memerintahkan agar orang memelankan suara dalam shalat, dzikir dan doa.

(3) Dari Shahabat Abu Sa’id Al-Khudhri rodhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ فَكَشَفَ السِّتْرَ وَقَالَ أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فِي الصَّلَاةِ

“Rosulullah  beri’tikaf di masjid, lalu beliau mendengar mereka (para shahabat) mengeraskan bacaan (Al-Qur’an) mereka. Kemudian beliau membuka tirai sambil bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya kalian sedang berdialog dengan Robb kalian. Oleh karena itu, janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain, dan jangan pula sebagian yang satu mengeraskan terhadap sebagian yang lain di dalam membaca Al-Qur’an” atau beliau mengatakan, “atau dalam shalatnya.”” (HR. Abu Dawud no. 1332, shahih)

(4) Banyak riwayat shahabat yang melarang suara keras di masjid. Umar bin Khoththob memberi teguran keras kepada dua orang Tho’if yang melantangkan suara di masjid Nabawi. Umar berkata:

لَوْ كُنْتُمَا مِنْ أَهْلِ الْبَلَدِ لَأَوْجَعْتُكُمَا تَرْفَعَانِ أَصْوَاتَكُمَا فِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Kalau kamu berdua berasal dari penduduk negeri ini, tentu aku mendera kamu berdua; kamu telah mengeraskan suara di masjid Rosulullah .” (HR. Bukhori).
(5) Mengganggu orang lain hukumnya tidak boleh, baik secara nash maupun ijma' ulama. Nabi bersabda: 

مَنْ ضَارَّ أَضَرَّ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ شَاقَّ شَاقَّ اللَّهُ عَلَيْهِ

“Siapa saja yang mengganggu orang lain maka Allah akan mengganggunya; dan siapa saja yang memberatkan orang lain maka Allah akan memberatkannya." (HR Ibnu Majah dan ad-Daraquthni).
Penggunaan pengeras suara luar bisa mengganggu konsentrasi sholat, ibadah dan aktifitas orang lain, kenyamanan orang yang sedang istirahat, dan orang yang sedang sakit.

(6) Penggunaan pengeras suara luar untuk menyampaikan nasehat dan bacaan Al-Qur'an bisa menjadi pintu masuk menuju riya dan sum’ah (pamer dan mencari popularitas) yang justru dilarang agama. Nabi bersabda:

مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ الله بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرائِيَ اللهُ بِهِ

“Siapa saja yang pamer (amal agar didengar orang) maka Allah akan memamerkan keburukannya; dan siapa saja yang (amal agar dilihat orang), maka Allah akan memperlihatkan keburukannya.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).

(7) Kaidah dar’ul mafâsid muqoddamun ‘alâ jalbil masholih atau menghindari kerusakan harus didahulukan daripada mendatangkan kemaslahatan. Penggunaan pengeras suara luar meskipun juga membawa kemaslahatan, seperti memperdengarkan nasehat dan bacaan Al-Qur'an, bila sampai mengganggu istirahat orang banyak, orang-orang yang sedang sakit dan semisalnya, maka harus dibatasi, sebagaimana kaidah ini.

Kesimpulan:
1) Bila mengganggu orang lain maka hukumnya haram, meskipun yang terganggu hanya sedikit.
2) Bila tidak mengganggu orang lain, maka hukumnya adalah khilafus sunnah atau tidak berkesesuaian dengan sunnah, sebab syariat tidak menyunahkan mengeraskan suara dalam ibadah dan doa sehingga menggangu orang lain.
     Ingatlah di Akhirat ada Yaumul Hisab. Takutlah jika mendapat doa laknat dari orang-orang yang ibadahnya merasa terganggu atau terzholimi akibat penggunaan pengeras suara yang tanpa adab. Jangan sampai kita di Akhirat termasuk golongan orang yang bangkrut karena waktu di dunia gemar menzholimi 'abdi Allah ataupun mendapat balasan amal (karma) dari Allah. Sesungguhnya Allah Hakim yang Maha Adil. Laa haula wa laa quwwata illa billah..


Larangan Berbuat Zholim 

     Allah Ta’ala berfirman:

أَلاَ لَعْنَةُ اللّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ

Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zholim” (QS. Hud: 18).

وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ 

Dan begitulah azab Rabb-mu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zholim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras” (QS. Hud: 102).

نَقُولُ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّتِي كُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ 

Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zholim: “Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulunya kamu dustakan itu”” (QS. Saba: 40).

مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلا شَفِيعٍ يُطَاعُ 

Orang-orang yang zholim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya” (QS. Ghafir: 18).

إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ 

“Sesungguhnya orang-orang yang zholim itu tidak mendapat keberuntungan.” (QS. Al An’am: 21).
     Adapun dalil-dalil dari As Sunnah, Nabi bersabda:

قال الله تبارك وتعالى: يا عبادي، إني حرمت الظلم على نفسي، وجعلته بينكم محرمًا؛ فلا تظالموا

Allah Tabaaraka wa ta’ala berfirman: ‘wahai hambaku, sesungguhnya aku haramkan kezholiman atas Diriku, dan aku haramkan juga kezholiman bagi kalian, maka janganlah saling berbuat zholim’” (HR.  Muslim no. 2577).
     Beliau juga bersabda: 

اتَّقوا الظُّلمَ . فإنَّ الظُّلمَ ظلماتٌ يومَ القيامةِ

“Jauhilah kezholiman karena kezholiman adalah kegelapan di hari qiyamat.” (HR. Al Bukhori no. 2447, Muslim no. 2578).
     Beliau juga bersabda:

المسلم أخو المسلم، لا يظلمه، ولا يسلمه

“Seorang Muslim itu adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menzholiminya dan tidak boleh menelantarkannya.” (HR. Muslim no. 2564).

     Allah dan Rosul-Nya melarang kezholiman. Dan dalil-dalil yang mencela dan melarang perbuatan zholim datang dalam bentuk muthlaq, sehingga perbuatan zholim dalam bentuk apapun dan kepada siapa pun terlarang hukumnya. Bahkan kepada orang kafir dan binatang sekalipun, tidak diperkenankan berbuat zholim. Dan wajib untuk berbuat adil dalam segala sesuatu, Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al Maidah : 8).


Akibat Perbuatan Zholim

     Perbuatan zholim bisa menyebabkan pelakunya mendapat keburukan di dunia dan di akhirat. Diantaranya :

(1) Akan di-qishosh pada hari Qiyamat
     Dari Abu Huroirah rodhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi pernah bertanya :

أتدرون ما المفلِسُ ؟ قالوا : المفلِسُ فينا من لا درهمَ له ولا متاعَ . فقال : إنَّ المفلسَ من أمَّتي ، يأتي يومَ القيامةِ بصلاةٍ وصيامٍ وزكاةٍ ، ويأتي قد شتم هذا ، وقذف هذا ، وأكل مالَ هذا ، وسفك دمَ هذا ، وضرب هذا . فيُعطَى هذا من حسناتِه وهذا من حسناتِه . فإن فَنِيَتْ حسناتُه ، قبل أن يقضيَ ما عليه ، أخذ من خطاياهم فطُرِحت عليه . ثمَّ طُرِح في النَّارِ

“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?”. Para shahabat pun menjawab, ”Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda”. Nabi bersabda, ”Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzholimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan, sementara belum selesai pembalasan tindak kezholimannya, maka diambillah dosa-dosa orang yang terzholimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 2581).
     Nabi bersabda :

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

“Siapa yang pernah berbuat aniaya (zholim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari qiyamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizholiminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya”. (HR. Al-Bukhari no. 2449).

(2) Mendapatkan laknat dari Allah
     Allah Ta’ala berfirman:

يَوْمَ لا يَنفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ 

“(yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zholim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk.” (QS. Ghafir: 52).
Laknat dari Allah artinya dijauhkan dari rohmat Allah atau dijauhkan dari Jannah.

(3) Mendapatkan kegelapan di hari qiyamat
     Nabi  bersabda :

الظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Kezholiman adalah kegelapan pada hari qiyamat.” (HR. Al Bukhari no. 2447, Muslim no. 2578).

(4) Terancam oleh doa orang yang dizholimi
     Doa orang yang terzholimi dikabulkan oleh Allah, termasuk jika orang yang terzholimi mendoakan keburukan bagi yang menzholiminya. Rosulullah  bersabda:

وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

“Dan berhati-hatilah terhadap doa orang yang terzholimi, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah.” (HR. Bukhori no.1496, Muslim no.19).

(5) Jauh dari hidayah Allah
     Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ 

Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zholim” (QS. Al Maidah: 51).

(6) Dijauhkan dari Al Falah
     Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang zholim tidak akan mendapatkan al falah” (QS. Al An’am: 21).
Al falah artinya mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat.

(7) Kezholiman adalah sebab bencana dan petaka
     Allah Ta’ala berfirman:

فَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَّشِيدٍ

“Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zholim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi.” (QS. Al Hajj: 45).



Tuntunan atau Pedoman Penggunaan Pengeras Suara Di NKRI

     Taatilah ulil amri (pemerintah/menteri agama/wakilnya) selama bukan perkara maksiat..sebagaimana Allah perintahkan dalam QS. An Nisa: 59.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 59).

     Dan telah ada tuntunan penggunaan pengeras suara berdasarkan Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor: Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushalla yang diperbarui adanya Surat Edaran Menteri Agama SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Aturan yang dibuat umaro' tersebut wajib kita taati selama bukan perkara maksiat.










Penutup


     Allah Ta'ala berfirman :

اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ

"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al Maidah : 50).

قَالَ اللَّهُ هَٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ ۚ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

"Allah berfirman, "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang shodiq dari kejujuran mereka. Bagi mereka Jannah yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun ridho terhadap Allah. Itulah kemenangan yang agung." (QS. 5 Al-Maidah : 119).

     Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukany rohimahullah berkata:

«إن الباطل وإن ظهر على الحق في بعض الأحوال وعلاه، فإن الله سيمحقه ويبطله ويجعل العاقبة للحق وأهله»

"Sesungguhnya kebathilan walaupun mengalahkan kebenaran pada sebagian keadaan dan mengunggulinya, maka sesungguhnya Allah pasti akan melenyapkan dan menghancurkannya serta menjadikan kesudahan yang baik bagi kebenaran dan orang-orang yang mengikutinya."

     Allah Ta'ala berfirman:

فَاِنْ لَّمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ اَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ اَهْوَاۤءَهُمْۗ وَمَنْ اَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوٰىهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ ࣖ

"Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun? Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Qoshosh : 50).

رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّۗ وَرَبُّنَا الرَّحْمٰنُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوْنَ

"Ya Robb-ku, berilah keputusan dengan adil. Dan Robb kami Ar Rohman, tempat memohon segala pertolongan atas semua yang kalian katakan.”

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين














Selasa, 09 Mei 2023

Apa Hukum Membunuh Atau Mengebom Orang Kafir/non Muslim ?




 

Apa Hukum Membunuh Atau Mengebom Orang Kafir/non Muslim ?
(Peringatan & Bantahan Atas Para Pelaku Pengeboman)


     Ada 3 golongan orang kafir yang haram diperangi ataupun dibunuh secara sengaja :
(1) Kafir dzimmi (orang non muslim yang membayar jizyah/upeti/pajak yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin)
(2) Kafir mu’ahad (orang non muslim yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati)
(3) Kafir musta’man (orang non muslim yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin)
Sedangkan orang kafir selain tiga di atas yaitu kafir harbi, maka itulah yang boleh diperangi.


Larangan Membunuh Kafir Dzimmi (Non Muslim) Yang Tunduk Dan Telah Menunaikan Jizyah

     Allah Ta’ala berfirman :

قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At Taubah: 29)

     Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah bersabda :

مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun." (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

 

Larangan Membunuh Kafir Mu’ahad/Non Muslim Yang Telah Membuat Kesepakatan Untuk Tidak Berperang


     Al Bukhari membawakan hadits dalam Bab “Dosa orang yang membunuh kafir mu’ahad tanpa melalui jalan yang benar”. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah bersabda :

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

“Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166)

 

Larangan Membunuh Kafir Musta’man/Non Muslim Yang Telah Mendapat Jaminan Keamanan Dari Kaum Muslimin


     Allah Ta’ala berfirman :

وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْلَمُونَ

“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah: 6)

     Dari ‘Ali bin Abi Thalib, Rasulullah bersabda :

ذِمَّةُ الْمُسْلِمِينَ وَاحِدَةٌ يَسْعَى بِهَا أَدْنَاهُمْ

“Dzimmah kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun)”. (HR. Bukhari dan Muslim)

     An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksudkan dengan dzimmah dalam hadits di atas adalah jaminam keamanan. Maknanya bahwa jaminan kaum muslimin kepada orang kafir itu adalah sah (diakui). Oleh karena itu, siapa saja yang diberikan jaminan keamanan dari seorang muslim maka haram atas muslim lainnya untuk mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam jaminan keamanan.” (lihat Syarh Muslim, 5/34)

     Adapun membunuh orang kafir yang berada dalam perjanjian dengan kaum muslimin secara tidak  sengaja, Allah Ta’ala telah mewajibkan adanya diat dan kafaroh sebagaimana firman-Nya :

وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nisaa’: 92)


▪Diyat Orang Kafir Ahli Kitab Yang Merdeka
     Diyat lelaki ahli kitab yang merdeka baik sebagai seorang Mu’âhad, musta’man atau dzimmi adalah separuh diyat Muslim berdasarkan sabda Rasulullah :

أَنَّ رَسُوْ لَ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنَّ عَقْلَ أَهْلِ الْكِتَابِ نِصْفُ غَقْلِ الْمُسْلِمِيْنَ

Sesungguhnya Rasulullah menetapkan bahwa diyat ahli kitab separuh diyat Muslimin. (HR Ahmad 6795 dan dihasankan al-Albani dalam kitab al-Irwa’ no 2251)

▪Diyat Orang Kafir Non Ahli Kitab
     Mereka ini seperti majusi, baik ahli dzimmah atau musta’man atau mu’ahad dan orang kafir musyrik namun mu’ahad atau musta’man, maka diyatnya adalah 800 dirham islami sebagaimana dijelaskan dalam pernyataan Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu :

وَدِيَةُ الْمَجُوسِيِّ ثَمَانُ مِائَةِ دِرْهَمٍ

Diyat al-Majusi 800 dirham. (HR at-Tirmidzi no, 1417) Ini adalah pendapat mayoritas Ulama.

"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah

  "Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah Hukumi Manusia Dengan Hujjah Dan Burhan Sesuai Z...