Rabu, 24 Juli 2024

Kaidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Terkait Perkara Bid'ah Dalam Agama








Kaidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Terkait Perkara Bid'ah Dalam Agama

Lau Kaana Khoiron Lasabuquuna Ilaih”
لَوْ كَانَ خَيْرًا لسبقونا إليه

✍🏼  Imam al-Hafidzh Ibnu Katsir (ahli tafsir madzhab asy-Syafi'i) rahimahullah dalam kitab tafsir beliau:

وَأَمَّا أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَيَقُولُونَ فِي كُلِّ فِعْلٍ وَقَوْلٍ لَمْ يَثْبُتْ عَنِ الصَّحَابَةِ: هُوَ بِدْعَةٌ؛ لِأَنَّهُ لَوْ كَانَ خَيْرًا لسبقونا إليه، لأنهم لَمْ يَتْرُكُوا خَصْلَةً مِنْ خِصَالِ الْخَيْرِ إِلَّا وَقَدْ بَادَرُوا إِلَيْهَا.

“Adapun Ahlussunnah wal Jama'ah maka mereka berkata bahwa setiap ucapan dan perbuatan yang tidak tsabit dari para Shahabat, itu adalah bid’ah. “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUUNA ILAIH” (sekiranya perkara itu baik tentu para Shahabat Nabi ﷺ telah mendahului kita dalam mengamalkannya). Karena mereka (para Shahabat) tidak meninggalkan satu jenis pun dari amalan-amalan kebaikan kecuali akan bersegera mengamalkannya.”
📖  lihat Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Ahqaf : 11

Selasa, 23 Juli 2024

Berpalinglah Dari Orang Jahil ( Bodoh )





 

Berpalinglah Dari Orang Jahil ( Bodoh )


✍🏼 Allah Ta’ala berfirman :

خُذِ العَفْوَ وَأْمُرْ بِالعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الجَاهِلِيْنَ

“Jadilah engkau pemaaf dan perintahkanlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang jahil (bodoh).” (QS. Al-A’raf: 199)

✍🏼 Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata :

ولا تمار سفيها ولا فقيها فإن الفقيه يغلبك والسفيه يؤذيك

“Dan jangan kamu berdebat (bertengkar) dengan orang bodoh dan orang faqih. Karena sesungguhnya orang faqih akan mengalahkanmu dan orang bodoh akan menyakitimu.” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah : 1/66, Ibnu Muflih).

✍🏼 Imam Syafi’i rahimahullah berkata :

إِذا نَطَقَ السَفيهُ فَلا تَجِبهُ .... فَخَيرٌ مِن إِجابَتِهِ السُكوتُ

فَإِن كَلَّمتَهُ فَرَّجتَ عَنهُ .... وَإِن خَلَّيتَهُ كَمَداً يَموتُ

📖 الديوان » العصر العباسي » الإمام الشافعي » إذا نطق السفيه فلا تجبه

"Apabila orang bodoh berkata (mengajak berdebat) maka jangan kamu melayaninya. Sikap yang terbaik adalah diam.

Maka apabila kamu berkata-kata (melayaninya), maka kamu membuka lebar darinya (kata-katanya semakin menjadi-jadi dan ngawur). Dan jika kamu meninggalkannya (tidak melayaninya), dia akan sedih dan mati kutu." (lihat Diwan Imam Syafii). 

✍🏼 Imam Asy-Syafi'i pernah menuliskan bait-bait syiir :

قالوا سَكَتَّ وَقَد خُوصِمتَ قُلتُ لَهُم .... إِنَّ الجَوابَ لِبابِ الشَرِّ مِفتاحُ

والصمَّتُ عَن جاهِلٍ أَو أَحمَقٍ شَرَفٌ .... وَفيهِ أَيضاً لِصَونِ العِرضِ إِصلاحُ

أَما تَرى الأُسدَ تُخشى وَهِيَ صامِتَةٌ .... وَالكَلبُ يخسى لَعَمري وَهوَ نَبّاحُ

📖 الديوان » العصر العباسي » الإمام الشافعي » قالوا سكت وقد خوصمت قلت لهم


Mereka terheran dan bertanya, "Kenapa kamu diam, sedangkan kamu telah didebat dan dicaci?" Aku berkata, "Karena menjawab merupakan kunci untuk membuka pintu keburukan."

"Diam dari orang bodoh adalah sebuah kemuliaan, begitu juga diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan."

"Apakah kamu tidak melihat singa yang ditakuti padahal ia hanya terdiam, sedangkan anjing selalu dipermainkan padahal ia selalu menggonggong?" (lihat Diwan Imam Asy-Syafi'i)

✍🏼 Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata :

ﻭﺃﻣﺎ اﻟﺠﺎﻫﻞ اﻟﻤﻘﻠﺪ ﻓﻼ ﺗﻌﺒﺄ ﺑﻪ ﻭﻻ ﻳﺴﻮءﻙ ﺳﺒﻪ ﻭﺗﻜﻔﻴﺮﻩ ﻭﺗﻀﻠﻴﻠﻪ ﻓﺈﻧﻪ ﻛﻨﺒﺎﺡ اﻟﻜﻠﺐ.

 “Adapun jika ada orang yang bodoh lagi muqallid (pembebek), maka janganlah anda dilelahkan karenanya dan terpengaruh oleh caciannya, tuduhan kafir dan vonis sesat darinya. Karena sesungguhnya dia seperti gonggongan anjing.” (lihat Shawaiqul Mursalah 3/1158)

✍🏼 Imam Ibnul Qayyim rahimahullah juga berkata :

ﻓﻼ ﺗﺠﻌﻞ ﻟﻠﻜﻠﺐ ﻋﻨﺪﻙ ﻗﺪﺭا ﺃﻥ ﺗﺮﺩ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﻠﻤﺎ ﻧﺒﺢ ﻋﻠﻴﻚ ﻭﺩﻋﻪ ﻳﻔﺮﺡ ﺑﻨباحه ﻭﺃﻓﺮﺡ ﺃﻧﺖ ﺑﻤﺎ ﻓﻀﻠﺖ ﺑﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ اﻟﻌﻠﻢ ﻭاﻹﻳﻤﺎﻥ ﻭاﻟﻬﺪﻯ ﻭاﺟﻌﻞ اﻹﻋﺮاﺽ ﻋﻨﻪ ﻣﻦ ﺑﻌﺾ ﺷﻜﺮ ﻧﻌﻤﺔ اﻟﻠﻪ اﻟﺘﻲ ﺳﺎﻗﻬﺎ ﺇﻟﻴﻚ ﻭﺃﻧﻌﻢ ﺑﻬﺎ ﻋﻠﻴﻚ

“Maka jangan sampai Anda menjadikan anjing itu bernilai untuk dijawab. Tiap kali dia menggonggong kepada anda, maka acuhkan dia niscaya Anda akan merasa gembira dengan gonggongannya. Bergembiralah atas keutamaan yang Anda miliki berupa ilmu, iman dan petunjuk. Dan jadikanlah berpaling darinya sebagai bagian dari rasa syukur atas nikmat Allâh yang Allah karuniakan dan anugerahkan kepada Anda.” (lihat Shawaiqul Mursalah 3/1158)


أهل السنة والجماعة - Hazim Al Jawiy


Senin, 22 Juli 2024

Harap Dipahami Dengan Benar Dan Jangan Salah Kaprah


Harap Dipahami Dengan Benar Dan Jangan Salah Kaprah


⚪  Ahlus Sunnah Wal Jama'ah ( أهل السنة والجماعة ) atau sering disingkat Ahlus-Sunnah ( أهل السنة ) yaitu : orang-orang yang mengikuti millah, manhaj dan madzhab Salafush Sholih (para Shahabat Nabi, Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in). Mengajak kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai pemahaman para Shahabat Nabi. Jadi hakikat "Al Jama'ah" itu bukan sebuah jam'iyyah, muassasah, majmu'ah ataupun hizbiyyah.

⚪  Salafiyyun : golongan/hizb yang mengklaim mengikuti manhaj Salaf. Di Indonesia ada lebih dari 7 versi dan semua mengklaim Salafi.

⚪  Jam'iyyah Aswaja : sebuah hizb yang mengklaim Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.

⚪  Akabiriyun/Ustadziyun : hizb yang gemar taqlid mengikuti akabir, kibarul 'ulama'/alim, syaikh, ustadz atau semisal.

⚪  Wahhabiyyah/Wahhabi/yun : hizb yang gemar taqlid kepada syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.

⚪  Wahbiyyah : hizb berpaham khowarij yang didirikan Abdullah bin Wahbi Ar-Rasibi dan didakwahkan Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum.
Jadi Wahbiyyah ( ﺍﻟﻮﻫﺒﻴﺔ ) yang berpaham Khowarij itu beda dengan Wahhabiyyah ( ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﻪ ).

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
 

Sabtu, 20 Juli 2024

4 Jenis Hidayah Berdasarkan Hasil Istiqro' Dari Ayat Al Qur'an




 

4 Jenis Hidayah Berdasarkan Hasil Istiqro' Dari Ayat Al Qur'an


     Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa hidayah itu ada empat jenis (tingkatan), yang secara ringkasnya sebagai berikut :

✍🏼  Pertama : Hidayah umum ( الهداية العامة )

     Hidayah ini adalah hidayah pada hewan, manusia, dan setiap makhluk. Allah Ta’ala berfirman :

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى , الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّىٰ , وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَىٰ

“Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.” (QS. Al-A’laa: 1-3). Dalam ayat ini disebutkan empat perkara: (1) khalaqa (menciptakan), (2) fasawwa (menyempurnakan), (3) qaddaro (menentukan kadar sebab maslahat dalam kehidupan dan aktivitas), (4) fahadaa (memberi petunjuk).

✍🏼  Kedua : Hidayah Bayan wa Dalalah ( هداية البيان والدلالة )

     Yang dimaksud adalah hidayah berupa penjelasan kepada hamba dan hal ini tidak mengharuskan mendapatkan hidayah yang sempurna. Allah Ta’ala berfirman mengenai tingkatan kedua dari hidayah adalah ayat,

وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَىٰ عَلَى الْهُدَىٰ 

“Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk.” (QS. Fussilat: 17)

✍🏼 Ketiga : Hidayah Taufiq dan Ilham ( هداية التوفيق والإلهام )

     Hidayah diberikan kepada siapa saja yang Allah kehendaki sebagaimana disebutkan dalam ayat,

وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَىٰ دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam).” (QS. Yunus: 25)

     Ada yang diberikan hidayah berupa bayan, tetapi belum tentu mendapatkan hidayah taufiq. Allah Ta'ala berfirman :

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Qashash : 56)

✍🏼  Keempat : Hidayah di Akhirat Menuju Surga atau Neraka ( غاية هذه الهداية وهي الهداية إلى الجنة أو النار )

     Allah Ta’ala berfirman :

احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ , مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْجَحِيمِ

“(kepada malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.” (QS. As-Saffat: 22-23)

     Adapun perkataan penghuni surga,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ

“Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.” (QS. Al-A’raf: 43)

📖  Lihat bahasan dalam Miftah Daar As-Sa’adah, 1:303-305, Badai'u Al Fawai'id dan kitab tafsir Ibnul Qoyyim rahimahullah.

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.


Selasa, 16 Juli 2024

Hukum Shalat Jenazah Di Al-Maqbaroh Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'ah

 







Hukum Shalat Jenazah Di Al-Maqbaroh Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'ah


Dalil Yang Secara Umum Melarang Shalat Di Al-Maqbaroh (Kuburan)


✍🏻  Hadits dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه مرفوعًا: «الأرض كُلُّها مسجد إلا المَقْبَرة والحَمَّام». (صحيح - رواه الترمذي وأبو داود وابن ماجه وأحمد والدارمي)

Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyaallahu 'anhu secara marfū', Nabi bersabda : "Bumi itu semuanya adalah masjid, selain kuburan dan kamar mandi."  
(Hadits shahih - Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Ad-Darimi)

✍🏻  Hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

نهى عن الصلاة بين القبور

"Nabi melarang shalat di kuburan." (HR. Al-Bazzar 441 dan dishahihkan al-Albani dalam Ahkam al-Janaiz).

✍🏻  Hadits dari Abu Martsad al-Ghanawi.

عن مَرْثَد الغَنَويّ رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال:«لا تصلُّوا إلى القُبُور، ولا تجلِسُوا عليها». (صحيح - رواه مسلم)

Dari Abu Martsad Al-Ghanawiy radhiyaallahu 'anhu meriwayatkan dari Rasulullah ﷺ bersabda :
"Janganlah kalian duduk di atas kubur dan jangan shalat menghadapnya."  (Hadits Shahih - Diriwayatkan oleh Muslim)

     Hadits-hadits di atas bersifat umum kita dilarang untuk melakukan shalat di kuburan. Terutama shalat yang ada rukuk dan sujud sebagaimana umumnya shalat.

✍🏻  Kemudian khusus shalat jenazah, Rasulullah melarang dilakukan di tengah-tengah kuburan. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

أنّ النبي صلى الله عليه وسلم نهى أن يصلى على الجنائز بين القبور

"Bahwa Nabi melarang shalat jenazah di sekitar kuburan." (HR. Thabrani dalam al-Wasith 5631, dan dihasankan al-Haitsami dalam Majma az-Zawaid).

Dalil Yang Membolehkan Sholat Jenazah Di Kuburan

✍🏻  Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

أَنَّ أَسْوَدَ رَجُلًا – أَوِ امْرَأَةً – كَانَ يَكُونُ فِي المَسْجِدِ يَقُمُّ المَسْجِدَ، فَمَاتَ وَلَمْ يَعْلَمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَوْتِهِ، فَذَكَرَهُ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: «مَا فَعَلَ ذَلِكَ الإِنْسَانُ؟» قَالُوا: مَاتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «أَفَلاَ آذَنْتُمُونِي؟» فَقَالُوا: إِنَّهُ كَانَ كَذَا وَكَذَا – قِصَّتُهُ – قَالَ: فَحَقَرُوا شَأْنَهُ، قَالَ: «فَدُلُّونِي عَلَى قَبْرِهِ» فَأَتَى قَبْرَهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ

Bahwasanya seorang laki-laki atau wanita yang paling hitam kulitnya dahulu menjadi tukang sapu masjid. Kemudian dia meninggal dunia dan Nabi tidak mengetahui tentang kamatiannya. Suatu hari, beliau teringat tentang orang tersebut. Maka, beliau bersabda, ‘Apa yang telah terjadi dengan orang itu?’ Mereka (para sahabat) menjawab, ‘Dia telah meninggal, wahai Rasulullah.’ Lalu, Nabi bersabda, ‘Mengapa kalian tidak memberitahu aku?’ Mereka menjawab, “Kejadiannya begini, begini … “ Lalu, mereka menjelaskan. Kemudian beliau bersabda, ‘Tunjukkan kepadaku makamnya.’ Maka, beliau mendatangi makam orang itu, kemudian menyalatinya.” (HR. Bukhari no. 1337 dan Muslim no. 956)

     Di dalam riwayat Muslim terdapat tambahan, Nabi  bersabda :

إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ

Sesungguhnya makam-makam ini telah dipenuhi kegelapan bagi penghuninya. Dan sesungguhnya Allah akan memberikan mereka cahaya karena shalat yang aku kerjakan atas mereka.

✍🏻  Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رَجُلٍ بَعْدَ مَا دُفِنَ بِلَيْلَةٍ، قَامَ هُوَ وَأَصْحَابُهُ وَكَانَ سَأَلَ عَنْهُ، فَقَالَ: مَنْ هَذَا؟ فَقَالُوا: فُلاَنٌ دُفِنَ البَارِحَةَ، فَصَلَّوْا عَلَيْهِ

Nabi pernah mengerjakan shalat jenazah untuk seorang laki-laki yang telah dikebumikan pada malam hari. Beliau mengerjakannya bersama dengan para shshabat. Ketika itu, beliau bertanya tentang jenazah tersebut, ‘Siapakah orang ini?’ Mereka pun menjawab, ‘Si fulan, yang telah dikebumikan kemarin.’ Maka, mereka menyalatkannya.” (HR. Bukhari no. 1340)

✍🏻  Demikian pula, diriwayatkan dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى عَلَى قَبْرٍ

Sesungguhnya Nabi shalat di sisi kubur (setelah jenazah dimakamkan, pent.).” (HR. Muslim no. 955)

     Di dalam hadits-hadits tersebut, tidak terdapat rincian sampai kapan diperbolehkan shalat jenazah di sisi makam tersebut.


Khilafiyah Mu'tabar Dan Pendapat Yang Lebih Mendekati Kebenaran

     Para ulama Ahlus Sunnah sepakat tentang haramnya mengerjakan sholat di kuburan untuk perkara sholat selain sholat jenazah. Adapun untuk shalat jenazah maka terdapat khilaf mu'tabar di kalangan para ulama tentang hukum mengerjakan shalat jenazah di kuburan. Berikut penjelasannya :

1️⃣  Pertama, shalat jenazah di kuburan tidak sah. Ini merupakan salah satu riwayat pendapat Imam Ahmad. (lihat al-Inshaf, 1/490).

2️⃣  Kedua, shalat jenazah di kuburan hukumnya makruh. Ini merupakan pendapat Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. (lihat Badai as-Shana’i 1/320, Bidayatul Mujtahid 1/410, al-Majmu’ 5/231, al-Inshaf, 1/490).

3️⃣  Ketiga, shalat jenazah di kuburan, jika ada sebab, hukumnya dibolehkan. Ini merupakan pendapat sebagian Hanafiyah (lihat al-Fatawa al-Hindiyah, 1/165), sebagian Malikiyah (lihat Bidayatul Mujtahid, 1/410), mayoritas ulama hambali (lihat al-Mughni, 3/423), dan Zhahiriyah (lihat al-Muhalla, 4/32).

Pendapat Yang Lebih Mendekati Kebenaran

✍🏻  Dari ketiga pendapat ini, yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat ketiga bahwa shalat jenazah di kuburan hukumnya diperbolehkan jika ada sebab yang dibenarkan syari'at. Yaitu bagi orang-orang yang memiliki hubungan khusus seperti kekerabatan, persahabatan ataupun seorang amir yang memang berhak untuk menjadi imam sholat jenazah tapi belum sempat menyolati karena udzur syar'i.

     Ini sebagaimana praktek Nabi berupa shalat jenazah di kuburan yang beliau lakukan bersama para shahabat menjadi pengecualian terhadap larangan dalam beberapa hadits yang telah disebutkan. Sehingga kita bisa mengamalkan semua hadits dengan memposisikan masing-masing sesuai porsinya. Hadits yang melarang shalat di kuburan maka kita pahami untuk semua shalat selain shalat jenazah. Sementara praktek beliau shalat jenazah di kuburan dipahami sebagai pengecualian. Pemahaman semacam ini sesuai kaidah fiqhiyah :

إعمال الكلام أولى من إهماله

"Mengamalkan al-kalam (hadits), lebih didahulukan daripada membuangnya."

✍🏻  Beberapa shahabat shalat jenazah di kuburan. Ini menunjukkan bahwa mereka memahami praktek Nabi sebagai dalil bahwa itu diperbolehkan. Nafi – ulama tabi’in muridnya Ibnu Umar – menceritakan,

لقد صلينا على عائشة وأم سلمة وسط البقيع بين القبور، والإمام يوم صلينا على عائشة أبو هريرة وحضر ذلك ابن عمر

"Kami pernah menshalati jenazah Aisyah dan Ummu Salamah di tengah pemakaman Baqi’ di antara kuburan. Yang menjadi imam adalah Abu Hurairah, dan dihadiri Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhum." (HR. Abdurrazaq dalam al-Mushannaf no. 6570)

✍🏻  Mengamalkan hadits lebih didahulukan daripada membuang hadits yang sama-sama shahih. Sebagaimana kaidah di atas. Jangan gemar membuang hadits shahih sebagaimana kebiasaan orang Syiah.

Kesimpulan

1️⃣  Hukum asal shalat jenazah adalah tidak boleh di al-maqbaroh. Hal ini karena tiada nukilan dari Nabi ﷺ bahwa beliau shalat di setiap makam, dan demikian pula para shahabat Nabi ﷺ. Tapi hanya tertentu saja.
2️⃣  Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa seseorang tidaklah mendirikan shalat jenazah di al-maqbaroh, kecuali memiliki hubungan khusus dengan mayit dan sebab yang dibenarkan syari'at.

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين
     

Senin, 15 Juli 2024

Hukum An-Na'yu ( Mengumumkan Berita Kematian )






 

Hukum An-Na'yu ( Mengumumkan Berita Kematian )


Makna An Na'yu


     An-na’yu artinya mengumumkan kematian seseorang.

قال ابن الأثير رحمه الله : "يقال: نعى الميت ينعاه نَعْياً ونَعِيّاً، إذا أذاع موته ، وأخبر به ، وإذا ندبه " انتهى من "النهاية في غريب الحديث" (5 / 85).

      Ibnu Atsir rahimahullah, beliau mengatakan:
“na’al mayyit artinya diumumkan kematiannya, dikabarkan kepada orang-orang dan memotivasi orang-orang untuk bertakziyah.” (lihat An Nihayah fi Gharibil Hadits, 5/85).

     Umumnya an-na’yu disertai dengan nida’ (panggilan dengan suara yang keras). Oleh karena itu At Tirmidzi mendefinisikan an-na’yu:

والنعي عندهم أن ينادى في الناس أن فلاناً مات ليشهدوا جنازته

“An na’yu menurut para ulama adalah mengumumkan dengan suara yang keras kepada orang-orang bahwa si fulan telah meninggal dan diajak untuk menghadiri pemakamannya.” (lihat Jami’ At Tirmidzi, hal. 239).


Larangan An-Na'yu ( Mengumumkan Berita Kematian ) Jika Tanpa Sebab Yang Dibenarkan Syari'at


✍🏻  Hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu beliau berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَنْهَى عَنِ النَّعْيِ وَ قَالَ إِيَاكُمْ وَ النَّعْيَ فَإِنَّهُ مِنْ عَمَلِ الجَاهِلِيَةِ

Bahwasanya Rasulullah ﷺ melarang dari na’yu (mengumumkan kematian seseorang). Maka Ibnu Mas’ud berkata: “Janganlah kalian mengumumkan kematian karena itu termasuk amalan jahiliyah.”
(HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad) 

✍🏻  Atsar dari Hudzaifah bin Al Yaman radhiyallahu anhu:

أَنَّهُ كَانَ إِذَا مَاتَ لَهُ مَيِّتٌ قَالَ: لَا تُؤَذِنُوا بِهِ أَحَدًا، إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَكُوْنَ نَعْيًا،  إِنِّي سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ يَنْهَى عَنْ النَعْيِ

Dahulu apabila ada seseorang yang meninggal beliau berkata: “Janganlah kalian beritahu kepada seorangpun, karena sesungguhnya aku khawatir itu termsuk na’yu (jahiliyah) yang mana aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ melarang dari na’yu.” (HR. Ahmad dalam musnadnya (38/443), At Tirmidzi dalam Sunannya 1/503 dan beliau berkata: hadits hasan shahih, serta Ibnu Majah dalam Sunannya (1/474).) 

✍🏻  Atsar Hudzaifah ini juga dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (3/117). Sebelumnya beliau berkata: “Terkadang didapati sebagian ulama salaf melarang keras perbuatan ini (yakni na’yu).” Lalu beliau  membawakan atsar Hudzaifah di atas. Di antara ulama lain yang memegangi pendapat ini sebagaimana yang disebutkan oleh al Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra (4/74), beliau berkata: “Yang meriwayatkan tentang pelarangan na’yu adalah hadits dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, dan Abu Sa’id. Kemudian dari kalangan para tabi’in adalah ‘Alqomah, Ibnul Musayyib, Rabi’ bin Khaitsam, dan Ibrahim An Nakha’i.”


Bolehnya An-Na'yu Untuk Hajat Yang Dibenarkan Syari'at


     Adapun untuk sekedar mengumumkan kematian, mayoritas ulama Hanafi, Maaliki, Syafa'i, Hanbali dan lain-lainnya berpandangan bahwa boleh saja mengumumkan kematian tanpa mengeraskan suara, agar dapat ditunaikan shalat jenazah atas orang yang meninggal.

انظر : فتح القدير (2/127) ، حاشية الدسوقي (1/24) ، نهاية المحتاج (3/20) ، الإقناع (1/331) ، تحفة الأحوذي (4/61) ، السيل الجرار (1/339) .

( Lihat: Fath al-Qadiir, 2/127; Haasyiyah al-Dasuqi, 24/1; Nihaayah al-Muhtaaj, 20/3; al-Iqnaa', 1/331; Tuhfah al-Ahwadhi, 4/61; as-Sayl al-Jaraar, 1/339). Bahkan mayoritas ulama berpendapat bahwa hal itu mustahab.

انظر : البناية شرح الهداية (3/267) ، الخرشي على مختصر خليل (2/139) ، الأذكار للنووي ص (226) .

(Lihat al-Binaayah Syarh al-Hidaayah, 3/267; al-Khurasyi 'ala Mukhtasar Khalil, 2/139; al-Adhkaar oleh al-Nawawi, hal. 226.)

   Rasulullah ﷺ mengumumkan berita kematian seseorang untuk tujuan syar’i di antaranya :
 
✍🏻  Hadits dari Abu Hurairah tentang kisah meninggalnya Najasyi:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: «نَعَى النبيُّ صلى الله عليه وسلم النَّجَاشِيَّ في اليوم الذي مات فيه، خرج بهم إلى المصلَّى، فصفَّ بهم، وكَبَّرَ أَرْبَعاً».  (صحيح - متفق عليه)

Dari Abu Hurairah radhiyaallahu 'anhu ia berkata, "Nabi menyiarkan kematian Najasyi di hari kematiannya. Beliau keluar bersama para shahabat ke tempat shalat, mengatur shaf mereka dan bertakbir empat kali."  
(Hadits shahih - Muttafaq 'alaih)

✍🏻  Hadits dari Jabir radhiyaallahu 'anhu

عن جابر بن عبدالله قَالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ حِينَ مَاتَ النَّجَاشِيُّ : مَاتَ اليومَ رَجُلٌ صَالِحٌ، فَقُومُوا فَصَلُّوا علَى أخِيكُمْ أصْحَمَةَ.

Dari Jabir radliyallaahu ’anhu : Telah berkata Nabi pada waktu raja Najasyi meninggal dunia : ”Sesungguhnya pada hari ini seorang laki-laki yang shalih meninggal dunia, maka berdirilah kalian dan shalatkanlah saudaramu Ashhamah (nama dari Najasyi).” (HR. Bukhari no. 3877 dan Muslim no. 952)

     Pada hadits ini terdapat anjuran untuk mengumumkan berita kematian seseorang, akan tetapi bukan dengan cara-cara kaum jahiliah. (Maka ketentuan na’yu diperbolehkan adalah dengan tujuan):
(1) Hanya sekedar mengumumkan untuk menyolatinya dan mengurus jenazahnya
(2) Memberi semangat dan meneguhkan hati keluarganya
(3) Agar segera tertunaikan tanggungan-tanggungan si mayit (berupa utang dan yang semisalnya)
(4) Tidak diiringi dengan penyebutan kemuliannya dan yang semisalnya dari pujian yang berlebihan.


Kalam Para Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama'ah


أخرجه الترمذي ، وابن ماجه بإسناد حسن، قَالَ اِبْنُ الْعَرَبِيِّ : يُؤْخَذُ مِنْ مَجْمُوعِ الأَحَادِيثِ ثَلاثُ حَالاتٍ : الأُولَى إِعْلامُ الأَهْلِ وَالأَصْحَابِ وَأَهْلِ الصَّلاحِ فَهَذَا سُنَّةٌ , الثَّانِيَةُ : دَعْوَةُ الْحَفْلِ لِلْمُفَاخَرَةِ فَهَذِهِ تُكْرَهُ , الثَّالِثَةُ : الإِعْلامُ بِنَوْعٍ آخَرَ كَالنِّيَاحَةِ وَنَحْوِ ذَلِكَ فَهَذَا يُحَرَّمُ " انتهى

✍🏻  Diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan isnad hasan. Ibnul Arabi berkata : Dari beberapa hadits yang menerangkan tentang na'yi (memberitakan kematian) bisa disimpulkan bahwa macam na'yi itu ada 3 keadaan :
(1) Memberitakan kematian kepada keluarga, sahabat dan orang-orang yang mempunyai kebaikan. Hukumnya adalah sunnah.
(2) Memberitakan kematian agar tampak seperti tokoh yang berpengaruh. Hukumnya adalah makruh.
(3) Memberitakan kematian dengan disertai ratapan atau pujian pengagungan dan semisalnya. Hukumnya adalah haram.

قال النووي في "شرح مسلم" : " فِيهِ : اِسْتِحْبَاب الإِعْلام بِالْمَيِّتِ لا عَلَى صُورَة نَعْي الْجَاهِلِيَّة , بَلْ مُجَرَّد إِعْلَام للصَّلَاة عَلَيْهِ وَتَشْيِيعه وَقَضَاء حَقّه فِي ذَلِكَ , وَاَلَّذِي جَاءَ مِنْ النَّهْي عَنْ النَّعْي لَيْسَ الْمُرَاد بِهِ هَذَا , وَإِنَّمَا الْمُرَاد نَعْي الْجَاهِلِيَّة الْمُشْتَمِل عَلَى ذِكْر الْمَفَاخِر وَغَيْرهَا " انتهى .

✍🏻  An-Nawawi rahimahullah (ulama besar Syafi’iyah) di Syarh Muslim mengatakan :
“Dianjurkan mengumumkan kematian jika bukan dengan cara kaum Jahiliyah. Namun sekedar mengumumkan agar bisa menghadiri salat jenazah, memberitahukan info kepada orang lain, dan untuk menunaikan hak mayit. An na’yu yang dilarang oleh Nabi bukanlah an na’yu dengan tujuan ini, namun an na’yu ala kaum Jahiliyah yang disertai dengan menyebutkan pujian-pujian berlebihan terhadap mayit dan menyebutkan perkara lainnya.” (lihat Syarah Shahih Muslim, 7: 21).

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.

"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah

  "Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah Hukumi Manusia Dengan Hujjah Dan Burhan Sesuai Z...