Bab VIII. Kemungkaran Panti Asuhan Tarbiyatun Nisa' (TN)
Kemungkaran yang bisa timbul akibat panti asuhan TN diantaranya:
(1) Menyelisihi perintah Allah kepada wanita supaya tinggal di dalam rumah.
Allah berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَه_ [الأحزاب : 33]
“Dan hendaklah kalian(wahai para wanita) tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Alloh dan Rasul-Nya." (QS. Al Ahzab 33).
Ayat ini umum mencakup seluruh wanita, Asy-Syaukani berkata di "Fathul Qadir (3/266): "Maksudnya Allah memerintahkan para wanita untuk berdiam dan menetapi rumah-rumah mereka",
Berkata Al-Qurthubi di Al-Jami' (4/179): makna ayat tersebut adalah perintah supaya menetapi rumah, walaupun yang diajak bicara adalah istri-istri Nabi shallAllohu 'alaihi wa sallam tapi masuk juga selain mereka pada perintah tersebut secara makna meskipun tidak datang dalil yang mengkhususkan seluruh wanita, bagaimana sedangkan syari'at dipenuhi dengan keharusan wanita menetapi rumahnya dan menahan diri dari keluar darinya kecuali karena daruroh."
Dan inilah yang ma'ruf dari salaf rahmatullahi 'alaihim Apabila itu manhaj dan jalan mereka padahal keadaan mereka bagus, keimanan kuat serta aqidah mereka benar, maka bagaimana anggapanmu dengan masa sekarang ini di zaman bergejolaknya fitnah dan kerusakan yang sangat banyak.
Apabila kita telah memahami hal ini tentu akan jelas bagi kita bahwa tinggalnya perempuan di panti asuhan TN, di luar rumahnya di mana perempuan tersebut tidak kembali ke rumahnya kecuali setelah beberapa waktu lebih dari hari yang ia keluar padanya, sama saja apakah itu jarak safar ataukah tidak, dari apa yang tidak diketahui pengamalannya dari kalangan salaf serta perbuatan tersebut menyelisihi nash ayat 33 QS Al Ahzab. Wa Allahu a'lam.
(2) Menyelisihi perkataan Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam:
المرأة عورة فإذا خرجت استشرفها الشيطان وأقرب ما تكون من وجه ربها وهي في قعر بيتها
"Perempuan adalah aurat, apabila ia keluar syaitan membuatnya merasa mulia (di sisinya dan di sisi laki-laki yang memandangnya) dan keberadaannya yang paling dekat dari wajah Rabbnya manakala ia berada di rumahnya yang paling dalam." (HR. Tirmidzi (1172) dan selain beliau dari hadits ibnu Mas'ud diriwayatkan secara mauquf dan marfu' dan dishahihkan oleh jama'ah dari ahli ilmu di antaranya ibnu Khuzaimah (2685) dan ibnu Hibban (5570)).
(3) Menyelisihi perkataan Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam:
لا تمنعوا نساءكم المساجد وبيوتهن خير لهن
"Janganlah kalian melarang para wanita untuk pergi ke mesjid dan rumah-rumah mereka itu lebih baik bagi mereka." HR. Abu Daud (567)
Dalil-dalil ini dengan apa yang telah lewat menunjukkan wajibnya seorang wanita menetapi rumahnya dan diharamkan baginya keluar dari rumahnya kecuali karena keperluan yang mendesak, bersama mahramnya yang menjaganya dan tinggal bersamanya hingga ia pulang ke tempat menetapnya yaitu rumahnya sebagaimana Nabi shallAllohu 'alaihi wa sallam dahulu melakukannya bersama istri-istrinya ketika berhaji dan perang demikian pula para sahabat ridwanAllohu 'alaihim.
Apabila kita telah mengetahui ini maka kita akan setuju: bahwa keluarnya perempuan ke panti asuhan TN adalah keluar yang tidak syar'i karena dia dengan keadaan yang demikian tidak menetap di dalam rumahnya bahkan tempat menetapnya dalam keadaan tadi di selain rumahnya ditambah lagi keluar ke pasar, rumah sakit dan selainnya, kadang-kadang temannya mengajaknya ke rumahnya dan seterusnya dari apa yang telah dimaklumi bersama.
Ibnu 'Abdil Barr rahimahullah menyebutkan di kitab beliau "At-Tamhid" dari Ats-Tsaury rahimahullah bahwasanya beliau berkata: "Tiada yang lebih baik bagi seorang wanita daripada rumahnya meskipun dia sudah tua".
(4) Telah diketahui bersama kelemahan perempuan maka keluarnya ke panti asuhan TN bisa mengantarnya kepada musibah dan malapetaka yang kadang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia.
Di Shahihain Al-Bukhori (6211) dan Muslim (2222) dari jalan Qatadah dari Anas radhiyAllahu 'anhu beliau berkata: Nabi shallAllohu 'alaihi wa sallam pernah punya pengemudi onta dengan suara namanya Anjasyah, merdu suaranya maka Nabi shallAllohu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya: "pelan-pelan wahai anjasyah jangan kamu rusak botol-botol" berkata Qatadah: yakni para wanita yang lemah.
Ini dalam keadaan mereka bersama kerabat dekat dan wali mereka bagaimana kiranya dengan perempuan yang jauh dari wali dan kampungnya bukankah akan lebih lemah dan lebih ditakutkan atas mereka.
(5) Telah diketahui bersama kurangnya akal para wanita, sementara jauhnya mereka dari kampung mereka selama itu tidaklah kita merasa aman atas mereka.
Di Shahih Bukhari (304) dan Muslim (80) dari hadits Abu Sa'id Al-Khudri radhiyAllohu 'anhu berkata, berkata Rosululloh shallAllohu 'alaihi wa sallam:
ما رأيت من ناقصات عقل ودين أذهب للب الرجل الحازم من إحداكن
"Tidaklah aku melihat orang yang kurang akal dan agamanya, lebih mampu mempengaruhi akal laki-laki yang teguh pendiriannya dari salah seorang dari kalian (wahai para wanita)."
Dan hadits ini di Muslim dari hadits ibnu 'Umar semisalnya. Sebagian ulama berkata: "manakala wanita itu sifatnya kurang akal kecuali siapa yang Alloh rahmati, maka mereka itu kurang memikirkan akibat suatu perkara, sering bertindak sembrono ketika terjadi musibah, cepat marah dan bertengkar, sering berubah-ubah sikap dan maunya."
Maka karena kurangnya akalnya dan jauhnya mahram dan kampungnya yang kadang dia malu kalau ia berada dikampungnya dan bersama mahramnya untuk melakukan apa yang ia tidak malu melakukannya kalau berada di luar kampungnya dan jauh dari mahramnya, sementara fitan telah meluas dikhawatirkan ia melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji sekarang atau nanti, wAllohul Musta'an.
(6) Keluarnya wanita adalah sebab fitnah.
Syaikh Al-Islam rahimahullah berkata sebagaimana di Al-Majmu' (10/297): "Seorang wanita itu wajib untuk dijaga dan dilindungi dengan cara yang tidak wajib sepertinya pada laki-laki … maka wajib bagi perempuan menutupi dirinya dengan pakaian dan rumah yang tidak wajib bagi laki-laki. Karena keluarnya wanita adalah sebab fitnah sementara kaum laki-laki adalah pemimpin bagi mereka".
Dan berkata Syaikh bin Baaz rahimahullah di risalahnya "Hukmu As-sufur wa Al-Hijab": "Apabila Allah melarang ummahatul mukminin dari perkara-perkara keji ini bersamaan dengan kebaikan, keimanan, dan kesucian mereka maka selain mereka (dari para wanita) itu lebih pantas untuk dilarang, diingkari dan ditakutkan bagi mereka sebab-sebab fitnah".
(7) Wanita dilarang safar atau merantau tanpa mahrom.
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’ahu, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
لا تُسَافِرِ المَرْأَةُ إلَّا مع ذِي مَحْرَمٍ، ولَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إلَّا ومعهَا مَحْرَمٌ، فَقالَ رَجُلٌ: يا رَسولَ اللَّهِ إنِّي أُرِيدُ أنْ أخْرُجَ في جَيْشِ كَذَا وكَذَا، وامْرَأَتي تُرِيدُ الحَجَّ، فَقالَ: اخْرُجْ معهَا
“Seorang wanita tidak boleh melakukan safar kecuali bersama mahramnya. Dan lelaki tidak boleh masuk ke rumahnya kecuali ada mahramnya”. Maka seorang sahabat berkata: “wahai Rasulullah, aku berniat untuk berangkat (jihad) perang ini dan itu, sedangkan istriku ingin berhaji”. Nabi bersabda: “temanilah istrimu berhaji” (HR. Bukhari no. 1862, Muslim no. 1341).
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
لَا يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ باللَّهِ وَالْيَومِ الآخِرِ، أَنْ تُسَافِرَ سَفَرًا يَكونُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصَاعِدًا، إلَّا وَمعهَا أَبُوهَا، أَوِ ابنُهَا، أَوْ زَوْجُهَا، أَوْ أَخُوهَا، أَوْ ذُو مَحْرَمٍ منها
“Seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak boleh melakukan safar selama 3 hari atau lebih, kecuali bersama ayahnya, atau anaknya, atau suaminya, atau saudara kandungnya, atau mahramnya” (HR. Muslim no. 1340).
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
أَنْ لاَ تُسَافِرَ امْرَأَةٌ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ لَيْسَ مَعَهَا زَوْجُهَا
“Seorang wanita tidak boleh bersafar selama 2 hari tanpa ditemani suaminya.” (HR. Al Bukhari no.1864, Muslim no. 827).
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
لَا يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ باللَّهِ وَالْيَومِ الآخِرِ، تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَومٍ وَلَيْلَةٍ إلَّا مع ذِي مَحْرَمٍ عَلَيْهَا
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, bersafar yang jauhnya sejauh perjalanan sehari semalam, kecuali bersama mahramnya” (HR. Muslim no.1339).
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
لا يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ مُسْلِمَةٍ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ لَيْلَةٍ إلَّا وَمعهَا رَجُلٌ ذُو حُرْمَةٍ منها
“Tidak halal bagi seorang wanita Muslimah, bersafar yang jauhnya sejauh perjalanan sehari semalam, kecuali bersama lelaki yang merupakan mahramnya.” (HR. Muslim no.1339).
(8) Anak gadis disyari'atkan dipingit di dalam rumah dan tidak keluar rumah kecuali untuk hajat wajib atau darurot.
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ – نُسَيْبَةَ الأَنْصَارِيَّةِ – قَالَتْ : (( أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنْ نُخْرِجَ فِي الْعِيدَيْنِ الْعَوَاتِقَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ , وَأَمَرَ الْحُيَّضَ أَنْ يَعْتَزِلْنَ مُصَلَّى الْمُسْلِمِينَ)) .
وَفِي لَفْظٍ : (( كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ الْعِيدِ , حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا , حَتَّى تَخْرُجَ الْحُيَّضُ , فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ , يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ)) .
العواتق : جمع “عاتق” المرأَة الشابة أَول ماتبلغ.
Dari Ummu Athiyyah Nusaibah Al-Anshariah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami pada hari raya untuk menyuruh gadis remaja keluar, dan wanita yang dipingit dalam rumah. Beliau memerintahkan bagi wanita haidh agar menjauh dari tempat shalat kaum muslimin.”
Dalam lafazh lain, “Kami diperintahkan supaya menyuruh keluar para wanita yang dipingit dalam ruah untuk keluar pada hari raya, bahkan wanita yang sedang haidh. Mereka mengucapkan takbir mengikuti takbirnya kaum laki-laki, dan berdoa mengikuti doanya kaum laki-laki dengan mengharap berkah dan kesucian hari raya tersebut.” (HR. Bukhari, no. 971 dan Muslim, no. 890).
Al-‘awatiq, merupakan bentuk jamak dari ‘atiq, artinya wanita gadis yang baru di awal baligh.
(9) Adanya banyak kasus seperti pacaran sesama santri, pak ustadz pacaran dengan wanita yang diajarnya, anak kyai berzina dengan santriwati dll.
Wa Allahu A'lam.
Bab IX. Kemungkaran Menitipkan Anak di Panti Asuhan Tarbiyatul Banin Wal Banat
Diantara kemungkaran akibat menitipkan anak kecil di panti Asuhan:
(1) Anak kecil tidak tinggal bersama hadhinah yang sah ini menyelisihi manhaj salaf.
(2) Memisahkan anak dengan ibunya.
Ketika anak belum dewasa, sebaiknya ia tidak jauh dari ibunya. Beberapa hadits telah menyinggung hal ini seperti.
عَنْ أَبِى عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِىِّ عَنْ أَبِى أَيُّوبَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الْوَالِدَةِ وَوَلَدِهَا فَرَّقَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَحِبَّتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »
Dari Abu ‘Abdirrahman Al Hubuliy, dari Abu Ayyub, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berkata, “Barangsiapa memisahkan antara ibu dan anaknya, maka Allah akan memisahkan dia dan orang yang dicintainya kelak di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi no. 1283. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).
عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه ، يقول : نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يفرق بين الأم وولدها . فقيل : يا رسول الله إلى متى ؟ قال : « حتى يبلغ الغلام ، وتحيض الجارية »
Dari Ubadah bin Shamit, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang memisahkan antara ibu dan anaknya. Ada yang bertanya pada beliau, “Wahai Rasulullah, sampai kapan?” “Sampai mencapai baligh bila laki-laki dan haidh bila perempuan,” jawab beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Al Hakim dalam Mustadroknya. Al Hakim berkata bahwa hadits tersebut sanadnya shahih dan tidak dikeluarkan oleh Bukhari-Muslim).
Hadits-hadits di atas sebenarnya membicarakan tentang hadhonah yaitu pengasuhan anak ketika terjadi suami-istri bercerai, siapakah yang berhak mengasuh anak tersebut. Namun hadits itu mengandung faedah lainnya. Hadits tersebut berisi penjelasan bahwa sebaiknya anak tidak jauh dari ibu atau orang tuanya ketika usia dini. Karena usia tersebut, anak masih butuh kasih sayang orang tua, terutama ibunya. Dan jika anak terus dididik oleh orang tua, itu lebih manfaat dibanding dengan menyerahkannya ke panti asuhan TB. Sehingga tidak tepat ketika anak belum dewasa, anak sudah dipondokkan dan jauh dari orang tua. Pilihan terbaik adalah anak tetap dekat orang tua dan ia belajar (mengambil ilmu) di sekitar rumahnya dengan tetap orang tua memperhatikan pendidikan agamanya. Wallahu a’lam.
(3) Orang tua khianat dengan menitipkan anak kepada orang yang tidak berhak menjadi hadhinah bagi anak tersebut.
Bab X. Syubhat Dan Bantahan
1. Syubhat: "Kami tinggal di asrama penampungan dan itu rumah kami."
Bantahan:
(1) Orang yang berakal sehat insya Allah tidak mungkin mengatakan asrama pondhok sebagai rumahnya.
(2) Siapa yang bisa menjadi saksi bahwa asrama pondhok itu rumahnya?
(3) Mana bukti kepemilikan bahwa asrama tersebut adalah miliknya? Mungkin bisa berupa surat kepemilikan, sertifikat tanah dll. Terlebih jika asrama tersebut hasil wakaf ataupun harta yayasan.
(4) Andai asrama itu rumahnya tentu pemilik rumah berhak mengaturnya dan bukan malah diatur.? Jika benar itu rumahnya, apa boleh mahromnya masuk dan menginap disitu.?
(5) Asrama penampungan wanita dan anak secara bahasa memang tempat tinggal. Tapi termasuk rumah bid'ah yang tiada salafnya. Rumah yang tidak boleh digunakan untuk berkeluarga maka secara istilah tidak berhak disebut rumah.
(6) Jika masih tetap bersikukuh/ngeyel..silahkan mereka bersumpah bahwa asrama tersebut adalah rumahnya!!!
(7) Silahkan tanya anak kecil yang masih baik fithrohnya: apa asrama tersebut rumahnya.?
2. Syubhat: "Kami bukan musafir ataupun tinggal di perantauan, tapi muqim."
Bantahan:
(1) Andai benar itu muqim, maka anak kecil atau anak gadis walau boleh tidak tinggal bersama walinya tapi tetap wajib/ disyari'atkan tinggal bersama hadhinah yang sah.
(2) Nabi tidak memberi batas waktu seseorang dihukumi musafir dan faktanya mayoritas mereka statusnya merantau dan ada niat untuk pulang.
(3) Silahkan tanya rumah mereka di mana? Jika mereka jujur dan akalnya masih sehat tentu akan menjawab rumah mereka yaitu rumah orang tua mereka.
(4) Secara urf rumah mereka itu sebagaimana yang ada di KK atau KTP bagi yang sudah punya KTP.
3. Syubhat: "Diantara pembela panti asuhan TN berhujjah dengan hadits:
Dari Abi Sa’id rodhiallohu ‘anhu berkata:
جاءت امرأة إلى رسول الله – صلى الله عليه وسلم – فقالت يا رسول الله ذهب الرجال بحديثك ، فاجعل لنا من نفسك ، يوما نأتيك فيه تعلمنا مما علمك الله . فقال ” اجتمعن فى يوم كذا وكذا فى مكان كذا وكذا ” . فاجتمعن فأتاهن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – فعلمهن مما علمه الله ثم قال ” ما منكن امرأة تقدم بين يديها من ولدها ثلاثة ، إلا كان لها حجابا من النار ” . فقالت امرأة منهن يا رسول الله اثنين قال فأعادتها مرتين ثم قال ” واثنين واثنين واثنين ” [رواه البخارى – (7310)].
Ada seorang perempuan mendatangi rosululloh Shallallahu Alaihi Wasallam sembari berkata: Wahai rosululloh para lelaki mereka menimba ilmu darimu maka luangkanlah barang sehari dari waktumu untuk mengajari kami dengan apa yang telah Alloh ajarkan kepadamu.
Maka beliaupun menyambutnya dengan baik seraya berkata:” Kumpullah kalian pada hari ini dan itu ditempat ini dan itu.”
Maka berkumpullah mereka dan rosululloh Shallallahu Alaihi Wasallam pun mendatangi mereka dan mengajari mereka dengan apa yang Alloh ajarkan kepadanya, diantara apa yang diajarkan beliau adalah : “Tidaklah diantara kalian yang didahului oleh tiga anaknya kecuali mereka akan menjadi penghalang dari neraka.”
Maka ada salah seorang diantara mereka yang menyela: Bagaimana kalau dua anak wahai Rosululloh, dia ulang ipertanyaannya dua kali, maka beliau menjawab : “Iya, walaupun dua, walaupun dua, walaupun dua.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Bantahan: pengambilan dalil di atas tidak tepat karena:
(1) Para shohabiyah hanya menghadirinya beberapa saat dalam sepekan. Adapun panti asuhan TN tidak cuma dua atau tiga hari dalam sepekan akan tetapi ada yang sampai bertahun-tahun tidak pulang.
(2) Mereka berkumpul di rumah salah seorang shohabiyah dan tidak ada istilah menginap, apabila telah usai mereka pulang kerumah masing-masing. Adapun panti asuhan TN mereka bisa tinggal di asrama sepuasnya.
(3) Setelah mereka berkumpul, maka Rosululloh Shallallahu Alaihi Wasallam mengajari mereka setelah itu bubar. Adapun panti asuhan TN mereka kondisinya tidak sama dengan kondisi zaman rosululloh Shallallahu Alaihi Wasallam , bahkan ada yang mengkoordinasi siapa yang bakal ngajari mereka .
(4) Mereka berkumpul tidak ada pendaftarannya, adapun panti asuhan TN mereka banyak syarat dan aturan yang tidak syar’i.
(5) Mereka berkumpul atas kesadaran pribadi masing-masing karena butuhnya terhadap ilmu, adapun panti asuhan TN mereka ada yang datangnya karena aturan asrama, atau karena kabur dari rumah orang tuanya atau karena menghindari problema keluarga, bahkan ada yang sekedar menunggu calon suami, dan yang lebih parahnya karena ingin menjadi mudiroh .
(6) Tidak ada dikalangan shohabiyah yang berkumpul di salah satu rumah mereka untuk ta’lim dengan memakai istilah mudiroh, bendahara, sekretaris dan seksi-seksi lainnya, adapun di panti asuhan TN mereka itu semua merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi, karena adanya perkumpulan orang banyak kalau tidak ada pengkordinir akan amburadul,.
(7) Metode yang dilakukan Rosululloh Shallallahu Alaihi Wasallam dan para shohabiyat tidak ada takalluf sama sekali, tidak perlu bangunan khusus, tidak perlu asrama, tidak perlu menyediakan ini dan itu, dimanapun mereka mendapatkan tempat yang layak untuk belajar bagi wanita mereka berkumpul disana. Adapun panti asuhan TN mereka terlalu membebani diri, baik beban bagi para pengurus, atau beban bagi orang tua santriwati.
(8) Yang diajarkan Rosululloh Shallallahu Alaihi Wasallam dan yang diminta oleh para shohabiyah adalah ilmu akherat, ilmu yang Alloh ajarkan kepada nabiNya Shallallahu Alaihi Wasallam. Adapun mata pelajaran panti asuhan TN mereka disisipi dengan banyak ilmu dunia, ilmu masak, ilmu menjahit, dll, bahkan ada diantara panti asuhan TN yang mengajarkan ilmu senam aerobik model barat (karena tasyabbuh dengan orang kafir). Adapun ilmu dien kadang anjurannya agar untuk mencapai rangking.
(9) Shohabiyah yang belajar bersama Rosululloh Shallallahu Alaihi Wasallam tidak tertentu umurnya, bahkan rata-rata para ummahat karena kalau masih gadis mereka dipingit, adapun panti asuhan TN sebaliknya, mayoritas para gadis, sedangkan kalau sudah menjadi ummahat maka sudah pensiun dari belajar untuk ngurusi anak-anak, kecuali kalau menjadi mudiroh atau ustadzah, kecuali yang Alloh rohmati.
Dari perbedaan-perbedaan tersebut jelaslah bahwa argumentasi mereka dengan dalil hadits diatas untuk bolehnya mendirikan panti asuhan TN adalah sangat jauh dari kebenaran. Bahkan lebih tepatnya hadits tersebut justru sebagai bantahan atas bolehnya mendirikan panti asuhan TN.
4. Syubhat: "Wanita boleh mengerjakan haji wajib walau tanpa mahrom berdasarkan ayat:
فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
"Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." (QS. Ali Imron: 97)."
Bantahan:
(1) Taruhlah pendapat tersebut yang benar, bagaimana haji wajib bisa diqiaskan dengan safarnya wanita untuk tafaqquh fiddin yang tidak wajib bagi wanita.?
(2) Untuk haji sunnah terdapat ijma' wanita tidak boleh safar tanpa mahrom. Jika untuk haji sunnah saja terdapat ijma' tidak boleh safar tanpa mahrom, maka lebih haram lagi jika safarnya untuk urusan bid'ah panti asuhan.
(3) Wanita jika mengerjakan haji wajib apabila tidak punya mahrom, hendaknya berangkat bersama rombongan yang dipimpin amir/orang yang ditunjuk ulil amri. Sehingga tidak bisa diqiaskan dengan keluarnya wanita ke panti asuhan.
5. Syubhat: "Anas bin Malik menjadi pelayan Nabi."
Bantahan: Anas bin Malik menjadi pelayan Nabi itu bukan dalil bolehnya panti asuhan anak TB dikarenakan:
(1) Ummu Sulaim menghadiahkan Anas kecil kepada Nabi karena tidak punya sesuatu yang bisa dihadiahkan untuk Nabi.
(2) Nabi selain punya kedudukan sebagai rosul Allah juga sebagai pemimpin ummat dan punya hak memutuskan siapa yang lebih layak menjadi hadhin.
(3) Ummu Sulaim (ibu Anas) dan ummu Harom keduanya dengan Nabi masih ada hubungan mahrom, sehingga Nabi pun biasa masuk ke rumah ummu Sulaim.
(4) Anas kecil dalam keadaan muqim dan bisa menemui ibunya sewaktu-waktu. Sehingga andai Anas sakit bisa dirawat ibunya.
(5) Kisah Anas bin Malik tersebut justru dalil bahwa Nabi tidak punya panti asuhan.
6. Syubhat: "Diantara pak ustadz pembela panti asuhan di Sugihan berhujjah dengan hadits:
Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خُذُوْا عَنِّي خُذُوْا عَنِّي قَدْ جَعَلَ اللهُ لَهُنَّ سَبِيْلاً اَلْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ سَنَةٍ وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ
“Ambillah dariku, ambillah dariku! Allah telah menjadikan bagi mereka jalan keluar. (Apabila berzina) jejaka dengan gadis (maka haddnya) dicambuk seratus kali dan diasingkan setahun. (Apabila berzina) dua orang yang sudah menikah (maka hadd-nya) dicambuk seratus kali dan dirajam.” (HR. Muslim, no. 1690)
Bantahan:
(1) Apa putrinya pak ustadz Abu Mas'ud dan putri para pendukung TN yang tinggal di panti asuhan mau jika statusnya kita samakan seperti pezina yang belum nikah.?
(2) Pezina yang belum nikah itu diasingkan dengan tujuan sebagai hukuman tambahan. Kenapa putri pak ustadz Abu Mas'ud dkk tidak dicambuk dulu akibat bermaksiat kemudian diasingkan di panti asuhan.?? Jika main qias dan mengambil hukum jangan setengah-setengah.
(3) Setahu kita penerapan hukuman pengasingan bagi pezina yang belum nikah itu ditemani mahrom. Jika tiada mahrom yang menemani maka cukup dengan hukuman cambuk 100 kali. Itu yang diamalkan salaf. Wa Allahu a'lam.
7. Syubhat: Diantara mereka berhujjah dengan kisah wanita budak boleh tinggal dan tidur di Masjid.
وَعَنْهَا: أَنَّ وَلِيدَةً سَوْدَاءَ كَانَ لَهَا خِبَاءٌ فِي الْمَسْجِدِ، فَكَانَتْ تَأْتِيني، فَتَحَدَّثُ عِنْدِي… الْحَدِيثَ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, sesungguhnya ada seorang budak perempuan hitam mempunyai tenda di dalam masjid, ia sering datang kepadaku dan bercakap-cakap kepadaku. Al-Hadits. (Muttafaqun ‘alaih).
Bantahan:
(1) Budak wanita tersebut berkulit hitam dan sudah tua (tidak haid) menurut keterangan ulama. Bagaimana bisa disamakan dengan gadis merdeka dan masih muda?
(2) Ummahatul mukminin lebih berhak diteladani daripada wanita budak tersebut. Siapa yang tidak sepakat sehingga lebih mengidolakan dan mengikuti wanita budak hitam dan tua tersebut?
(3) Hadits tersebut sama sekali bukan dalil bolehnya panti asuhan. Jika ingin mengikuti jejak wanita budak tersebut..apabila sudah tua dan tidak haidh, maka silahkan jika mau tinggal di masjid kampung. Jangan gemar merantau tanpa mahrom seperti wanita liar yang tidak punya malu dan tidak punya muru'ah ataupun harga diri.
Wa Allahu a'lam.
Bab XI. Penutup
Allah Ta'ala berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ
"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al Maidah : 50).
قَالَ اللَّهُ هَٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ ۚ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
"Allah berfirman, "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang shodiq dari kejujuran mereka. Bagi mereka Jannah yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun ridho terhadap Allah. Itulah kemenangan yang agung." (QS. 5 Al-Maidah : 119).
Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukany rohimahullah berkata:
«إن الباطل وإن ظهر على الحق في بعض الأحوال وعلاه، فإن الله سيمحقه ويبطله ويجعل العاقبة للحق وأهله»
"Sesungguhnya kebathilan walaupun mengalahkan kebenaran pada sebagian keadaan dan mengunggulinya, maka sesungguhnya Allah pasti akan melenyapkan dan menghancurkannya serta menjadikan kesudahan yang baik bagi kebenaran dan orang-orang yang mengikutinya."
Allah Ta'ala berfirman:
فَاِنْ لَّمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ اَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ اَهْوَاۤءَهُمْۗ وَمَنْ اَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوٰىهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ ࣖ
"Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun? Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Qoshosh : 50).
رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّۗ وَرَبُّنَا الرَّحْمٰنُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوْنَ
"Ya Robb-ku, berilah keputusan dengan adil. Dan Robb kami Maha Pengasih, tempat memohon segala pertolongan atas semua yang kalian katakan.”
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين
Blora, 19 Muharrom 1444 H (17-08-2022)
Hazim Al Jawiy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar