Berhakim Kepada Allah Dengan Mubahalah (مباهله)
Senjata Mengadapi Para Pendusta, Pembela Kebathilan Dan Kesombongan (Takabbur)
Kata mubahalah (arab: المباهلة) turunan dari kata al-Bahl (arab: البَهْل) yang artinya laknat. Dalam Lisan al-Arab dinyatakan:
البَهْل: اللعن، وبَهَله الله بَهْلاً أي: لعنه، وباهل القوم بعضهم بعضاً وتباهلوا وابتهلوا: تلاعنوا، والمباهلة: الملاعنة
Al-Bahl artinya laknat. Kalimat ‘bahalahullah bahlan’ artinya Allah melaknatnya. Kalimat ‘baahala al-qoumu ba’dhuhum ba’dha’ artinya saling melaknat satu sama lain. Al-Mubahalah berarti Mula’anah (saling melaknat). (lihat Lisan al-Arab, 11/71). Mubahalah dalam Al-Qur’an disebutkan ada 3 :
(1) Mubahalah dengan Nashrani sebagaimana dalam surat Ali Imron : 61. Yaitu mubahalah dengan laknat (وهي مباهله باللعنه). Allah ﷻ berfirman :
فَمَنۡ حَآجَّكَ فِيهِ مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ فَقُلۡ تَعَالَوۡاْ نَدۡعُ أَبۡنَآءَنَا وَأَبۡنَآءَكُمۡ وَنِسَآءَنَا وَنِسَآءَكُمۡ وَأَنفُسَنَا وَأَنفُسَكُمۡ ثُمَّ نَبۡتَهِلۡ فَنَجۡعَل لَّعۡنَتَ ٱللَّهِ عَلَى ٱلۡكَٰذِبِينَ.
(آل عمران: 61)
Siapa yang membantahmu dalam hal ini (tentang Isa) setelah engkau memperoleh ilmu, maka katakanlah (Muhammad), “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan atas orang-orang yang dusta.” (QS. Ali Imran : 61)
(2) Mubahalah bersama orang-orang Yahudi yaitu dalam mengharapkan kematian sebagaimana yang telah Alloh sebutkan dalam surat Al-Jumu’ah.
﴿قُل يا أَيُّهَا الَّذينَ هادوا إِن زَعَمتُم أَنَّكُم أَولِياءُ لِلَّهِ مِن دونِ النّاسِ فَتَمَنَّوُا المَوتَ إِن كُنتُم صادِقينَ﴾ [الجمعة: 6]
Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang Yahudi! Jika kalian mengira bahwa kalian auliya' (wali-wali) Allah, bukan orang-orang yang lain, maka harapkanlah kematianmu jika kamu orang yang benar.” (QS. Al-Jumu’ah : 6)
(3) Mubahalah bersama orang-orang musyrikin, yaitu dengan mendoakan atas mereka dengan kesesatan nya sebagaimana dalam surat Maryam.
﴿قُل مَن كانَ فِي الضَّلالَةِ فَليَمدُد لَهُ الرَّحمنُ مَدًّا حَتّى إِذا رَأَوا ما يوعَدونَ إِمَّا العَذابَ وَإِمَّا السّاعَةَ فَسَيَعلَمونَ مَن هُوَ شَرّمكانا وَأَضعَفُ جُندًا﴾ [مريم: 75]
Katakanlah (Muhammad), “Barangsiapa berada dalam kesesatan, maka biarlah Ar Rahman (Yang Maha Pengasih) memperpanjang (waktu) baginya; sehingga apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepada mereka, baik azab maupun Kiamat, maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah bala tentaranya.” (QS. Maryam: 75)
قال الإمام ابن القيم رحمه الله : ( إن السنة في مجادلة أهل الباطل إذا قامت عليهم حجة الله ، و لم يرجعوا ، بل أصروا على العناد ، أن يدعوهم إلى المباهلة ، و قد أمر الله سبحانه ، بذلك رسوله صلى الله عليه و سلم ، و لم يقُل : إن ذلك ليس لأمتك من بعدك . و دعا إليها ابنُ عمه عبد الله بن عباس ، من أنكر عليه بعض مسائل الفروع ، و لم يُنكر عليه الصحابة ، و دعا إليه الأوزاعي سفيان الثوري في مسألة رفع اليدين ، و لم يُنكَر عليه ذلك ، و هذا من تمام الحجة ) [ زاد المعاد : 3 /643 ] .
Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah :
“Sunnah dalam membantah ahlul bathil jika telah tegak hujjah Allah atas mereka dan mereka tidak mau ruju’ (kepada kebenaran), bahkan terus-menerus dalam penentangan, mengajak mereka untuk bermubahalah, dan Allah subhanahu telah merintahkan hal tersebut pada RosulNya ﷺ dan tidak berkata: "sesungguhnya itu bukan untuk ummat setelahmu.” Dan saudara sepupunya Abdullah bin Abbas mengajak mubahalah terkait pengingkarannya atas sebagian masalah furu' dan tiada Shahabat yang mengingkarinya. Dan Al Auza'i mengajak mubahalah Sufyan Ats Tsauri dalam perkara mengangkat tangan, dan tiada yang mengingkari (mengecam) karena itu. Dan ini termasuk kesempurnaan hujjah." (lihat Zaadul Ma'ad : 3/643)
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab dalam risalahnya yang dipublikasikan dalam Durorus Suniyyah (1/41).
الشيخ «محمد بن عبد الوهاب» - رحمه الله - في رسالته إلى «عبد الله بن محمد بن عبد اللطيف» - رحمه الله - حيث قال: (وأنا أدعو من خالفني إلى أحد أربع: إما إلى كتاب الله، وإما إلى سنة رسول الله، وإما إلى إجماع أهل العلم، فإن عاند دعوته إلى" المباهلة " كما دعا إليها «ابن عباس» في بعض المسائل في الفرائض، وكما دعا إليها «الأوزاعي» «سفيان» في مسألة رفع اليدين وغيرهما من أهل العلم) انتهى (٨) .أنظر: «الدرر السنية»، (١/ ٤١)
"Saya mengajak kepada orang yang menyelisihiku untuk kembali kepada salah satu dari 4 hal ini yaitu : Kitabullah, Sunah Rasul-Nya Sholallahu ‘alaihi wa salaam, Ijma ulama, dan jika ia masih bersikeras, aku menantangnya untuk bermubahalah, sebagaimana tantangan Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘anhu untuk bermubahalah dalam sebagian masalah faraidh (pembagian warisan), dan sebagaimana tantangan al-Auza’I kepada Sufyan dalam masalah mengangkat kedua tangan, serta selain mereka dari kalangan ahlu ilmi." (lihat Duorus Suniyyah (1/41))
وقال علماء اللجنة الدائمة للإفتاء :
” ليست المباهلة خاصة بالرسول صلى الله عليه وسلم مع النصارى ، بل حكمها عام له ولأمته مع النصارى وغيرهم ؛ لأن الأصل في التشريع العموم ، وإن كان الذي وقع منها في زمنه صلى الله عليه وسلم في طلبه المباهلة من نصارى نجران فهذه جزئية تطبيقية لمعنى الآية لا تدل على حصر الحكم فيها “
“فتاوى اللجنة الدائمة” (4 /203-204) .
Dan berkata Ulama Al Lajnah Add Daaimah Lil Ifta' :
"Mubahalah bukanlah khusus kepada Rasul Sholallahu ‘alaihi wa salaam bersama dengan Nashroni saja, namun hukumnya umum kepada Beliau dan umatnya bersama nashrani dan selainnya. Karena asal pensyariatan adalah umum, sekalipun kejadian pada zaman Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam ketika Beliau menantang bermubahalah dengan Nasroni Najran, ini adalah bagian dari perealisasian ayat (tentang mubahalah diatas), hal tersebut tidak menunjukkan bahwa hukumnya dibatasi." (lihat Fatawa Lajnah Daimah 4/203-204)
☆ Menantang mubahalah kepada sesama kaum Muslimin, jika disana ada kemaslahatannya dan memang pihak yang diajak berdiskusi tidak mau kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah dan tetap ngeyel diatas kebatilannya, maka hal itu diperbolehkannya. Diriwayatkan bahwa para Shahabat Nabi seperti Ibnu Abbas pernah menantang orang yang berselisih pendapat dengannya dalam suatu masalah untuk mubahalah. Imam Al Auza'i, Ibnu Taimiyyah, dan Ibnu Hajar juga pernah menantang mubahalah.
☆ Shahabat Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dan Zaid bin Tsabit radhiallahu anhu pernah terjadi perselisihan pendapat mengenai masalah yang berkaitan dengan hukum waris. Ibnu Abbas berpendapat bahwa kedudukan kakek adalah seperti ayah, yakni bisa menggugurkan saudara-saudara mayit dari mendapatkan warisan. Sementara itu, Zaid radhiallahu anhu berpendapat bahwa saudara-saudara mayit tetap mendapat warisan bersama dengan adanya kakek. Ibnu Abbas radhiallahu anhuma sangat yakin bahwa pendapat Zaid radhiallahu anhu adalah salah. Sampai-sampai beliau radhiallahu anhuma berkeinginan untuk menantangnya ber-mubahalah (saling berdoa agar Allah subhanahu wa ta’ala memberikan laknat kepada pihak yang salah) di sisi Ka’bah.
☆ Akibat Mubahalah
قال ابن حجر: (ومما عرف بالتجربة أن من باهل وكان مبطلا ً لا تمضي عليه سنة من يوم المباهلة، ووقع لي ذلك مع شخص كان يتعصب لبعض الملاحدة فلم يقم بعدها إلا شهرين) (فتح الباري 8/95)
Ibnu Hajar berkata : "Berdasarkan pengalaman, orang yang melakukan mubahalah di kalangan pembela kebathilan, umumnya tidak bertahan lebih dari setahun sejak hari mubahalah. Itu pernah saya alami sendiri bersama seorang yang memiliki pemikiran menyimpang, dan dia tidak bertahan hidup lebih dari 2 bulan." (lihat Fathul Bari, 8/95). Wa Allahu a'lam. Laa haula wa laa quwwata illa billah..
Senin, 06 Maret 2023
Berhakim Kepada Allah Dengan Mubahalah (مباهله) Senjata Mengadapi Para Pendusta, Pembela Kebathilan Dan Kesombongan (Takabbur)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah
"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah Hukumi Manusia Dengan Hujjah Dan Burhan Sesuai Z...
-
Hukum Shalat Jenazah Di Al-Maqbaroh Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'a h Dalil Yang Secara Umum Melarang Shalat Di Al-Maqbaroh (Kuburan) ...
-
Pembagian Tauhid Dan Asal Usulnya Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Tidak Mewajibkan Pembagian Tauhid Men...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar