Hubungan Antara Ketaqwaan dan Rizqi Yang Diberikan Allah Ta’ala
Di Antara Hikmah Penjagaan Allah Bagi Orang Yang Bertaqwa
قال شيخ الإسلام رحمه الله : "وَالتَّقِيُّ لَا يُحْرَمُ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ مِنْ الرِّزْقِ وَإِنَّمَا يُحْمَى مِنْ فُضُولِ الدُّنْيَا رَحْمَةً بِهِ وَإِحْسَانًا إلَيْهِ؛ فَإِنَّ تَوْسِيعَ الرِّزْقِ قَدْ يَكُونُ مَضَرَّةً عَلَى صَاحِبِهِ وَتَقْدِيرَهُ يَكُونُ رَحْمَةً لِصَاحِبِهِ. قَالَ تَعَالَى: {فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ} {وَأَمَّا إذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ} {كُلًّا} أَيْ: لَيْسَ الْأَمْرُ كَذَلِكَ فَلَيْسَ كُلُّ مَنْ وُسِّعَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ يَكُونُ مُكْرَمًا وَلَا كُلُّ مَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ يَكُونُ مُهَانًا؛ بَلْ قَدْ يُوَسَّعُ عَلَيْهِ رِزْقُهُ إمْلَاءً وَاسْتِدْرَاجًا وَقَدْ يُقَدَّرُ عَلَيْهِ رِزْقُهُ حِمَايَةً وَصِيَانَةً لَهُ وَضِيقُ الرِّزْقِ عَلَى عَبْدٍ مِنْ أَهْلِ الدِّينِ "
مجموع الفتاوى (٥٣/١٦)
“Orang yang bertaqwa tidak akan dihalangi mendapat rizqi yang dibutuhkan. Namun, dia akan dijaga dari nikmat dunia yang berlebih sebagai bentuk rahmat dan kebaikan Allah kepadanya. Sebab, rizqi yang berlebih adakalanya membahayakan pemiliknya. Sebaliknya, rizqi yang dibatasi adakalanya menjadi rahmat bagi pemiliknya. Allah Ta'ala berkalam :
{فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ} {وَأَمَّا إذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ} {كُلًّا}
15. Maka adapun manusia, apabila Robb-nya mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kenikmatan (kesenangan), maka dia berkata, “Robb-ku telah memuliakanku.”
16. Namun apabila Robb-nya mengujinya lalu membatasi rizqi-nya, maka dia berkata, “Rabb-ku telah menghinaku.”
17. Sekali-kali tidak (demikian)! .... (QS. Al Fajr: 15-17)
Maksudnya, tidak demikian halnya dengan orang yang rizqi-nya dilapangkan menjadikan mulia, tidak pula setiap orang yang rizqi-nya dibatasi menjadikan hina. Namun, rizqi-nya dapat diperluas kepadanya sebagai penangguhan dan istidroj, dan kadang rizqi-nya dibatasi untuk himayah (penjagaan, perlindungan) dan shiyanah (penjagaan diri, pemeliharaan) baginya, seperti halnya rizqi yang dibatasi bagi seorang hamba dari ahli agama."
📚 lihat Majmu' Al-Fatawa 16/53.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar