Jumat, 28 April 2023

Rukun Tauhid "Ingkar Thoghut Dan Beriman Kepada Allah"






















Revisi :


Rukun Tauhid "Ingkar Thoghut Dan Beriman Kepada Allah"
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا

     Allah Ta’ala berfirman :

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا

“Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus” (QS. Al-Baqarah : 256).

     Dalam ayat ini terkandung rukun tauhid. Firman Allah, فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ “Siapa yang ingkar kepada thaghut” itu adalah makna dari “Laa ilaha” rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah, وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ “dan beriman kepada Allah” adalah makna dari rukun kedua, “illallah”.

     Pada umumnya orang-orang takfiriy (= gemar mengkafirkan orang) seringkali menggunakan ayat tersebut dan ayat-ayat semisal untuk takfir mu'ayyan tanpa bayanul hujjah ataupun iqomatul hujjah. Dengan dalih itu termasuk rukun tauhid. Mungkin karena banyak dari mereka yang beranggapan bahwa semua thaghut yang diperintahkan untuk diingkari adalah kafir, padahal tidak semua thaghut itu kafir. Atau mungkin karena mereka menafsirkan ayat tersebut dengan pemahaman sendiri tanpa melihat kitab tafsir yang ditulis para aimah Ahlus Sunnah, sehingga banyak dari mereka menggunakan ayat tersebut dalil wajibnya takfir mu'ayyan tanpa bayanul hujjah ataupun iqamatul hujjah.

     Kita memang diwajibkan ingkar thaghut, yang mana termasuk thoghut adalah setiap yang menyeru kepada segala bentuk kesesatan baik berupa kesyirikan ataupun bid'ah. Dan tidak semua thoghut itu dihukumi kafir, karena dirham, dinar, pemakan risywah, dan pembesar ahlu bid'ah pun juga termasuk thaghut. Jadi jika kita mengingkari bid'ah dan pelakunya, maka itu juga termasuk bentuk ingkar kita kepada thaghut. Sehingga jika ada segolongan orang yang enggan dan melarang kita mengingkari bid'ah dan pelaku bid'ah, maka itu qorinah atau indikasi mereka tidak paham tauhid atau tauhidnya bermasalah.? Sekalipun mereka mengklaim "pahlawan muwahidun", tapi hakekatnya pada diri mereka sendiri masih melekat paham murji'ah. Wa Allahu a'lam. Laa haula wa laa quwwata illa billah.


     Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 256

     Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

وَقَوْلُهُ: ﴿فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴾ أَيْ: مَنْ خَلَعَ الْأَنْدَادَ وَالْأَوْثَانَ(٧) وَمَا يَدْعُو إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ مِنْ عِبَادَةِ كُلِّ مَا يُعْبَدُ مَنْ دُونِ اللَّهِ، وَوَحَّدَ اللَّهَ فَعَبَدَهُ وَحْدَهُ وَشَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ ﴿فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى﴾ أَيْ: فَقَدْ ثَبَتَ فِي أَمْرِهِ وَاسْتَقَامَ عَلَى الطَّرِيقَةِ الْمُثْلَى وَالصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ.
قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ الْبَغَوِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو رَوْحٍ الْبَلَدِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ سَلَّامُ بْنُ سُلَيْمٍ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ حَسَّانَ -هُوَ ابْنُ فَائِدٍ الْعَبْسِيُّ-قَالَ: قَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: إِنَّ الجِبت: السَّحَرُ وَالطَّاغُوتَ: الشَّيْطَانُ، وَإِنَّ الشَّجَاعَةَ وَالْجُبْنَ غَرَائِزُ تَكُونُ فِي الرِّجَالِ يُقَاتِلُ الشُّجَاعُ عَمَّنْ لَا يَعْرِفُ وَيَفِرُّ الْجَبَانُ مِنْ(٨) أُمِّهِ، وَإِنَّ كَرَمَ الرَّجُلِ دِينُهُ، وَحَسَبَهُ خُلُقُهُ، وَإِنْ كَانَ فَارِسِيًّا أَوْ نَبَطِيًّا. وَهَكَذَا رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ(٩) وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ مِنْ حَدِيثِ الثَّوْرِيِّ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ حَسَّانَ بْنِ فَائِدٍ الْعَبْسِيِّ عَنْ عُمَرَ فَذِكَرَهُ.
وَمَعْنَى قَوْلِهِ فِي الطَّاغُوتِ: إِنَّهُ الشَّيْطَانُ قَوِيٌّ جِدًّا فَإِنَّهُ يَشْمَلُ كُلَّ شَرٍّ كَانَ عَلَيْهِ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ، مِنْ عِبَادَةِ الْأَوْثَانِ وَالتَّحَاكُمِ إِلَيْهَا وَالِاسْتِنْصَارِ بِهَا.

"Firman Allah :
{فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}
"Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 256)
Yakni barang siapa yang melepaskan semua tandingan dan berhala-berhala serta segala sesuatu yang diserukan oleh syaithan berupa penyembahan kepada selain Allah, lalu ia mentauhidkan Allah dan menyembah-Nya semata serta bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Dia, berarti ia seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya: فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا "maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat." (QS. Al-Baqarah: 256)
Yaitu berarti perkaranya telah mapan dan berjalan lurus di atas tuntunan yang baik dan jalan yang lurus.
Abul Qasim Al-Baghawi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Rauh Al-Baladi, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas (yaitu Salam ibnu Salim), dari Abu Ishaq, dari Hassan (yaitu Ibnu Qaid Al-Absi) yang menceritakan bahwa Umar pernah mengatakan, "Sesungguhnya al-jibt adalah sihir, dan taghut adalah syaithan. Sesungguhnya sifat berani dan sifat pengecut ada di dalam diri kaum lelaki; orang yang pemberani berperang membela orang yang tidak dikenalnya, sedangkan orang yang pengecut lari tidak dapat membela ibunya sendiri. Sesungguhnya kehormatan seorang lelaki itu terletak pada agamanya, sedangkan kedudukannya terletak pada akhlaknya, sekalipun ia seorang Persia atau seorang Nabat."
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui riwayat As-Sauri, dari Abu Ishaq, dari Hassan ibnu Qaid Al-Abdi, dari Umar.
Makna ucapan Umar tentang taghut : bahwa taghut adalah syaithan yang sangat kuat, karena sesungguhnya pengertian tersebut mencakup semua bentuk keburukan yang biasa dilakukan oleh ahli Jahiliah, seperti menyembah berhala dan meminta keputusan hukum kepadanya serta membelanya." (lihat Tafsir Ibnu Katsir)




Benarkah Setiap Thoghut Itu Dihukumi Kafir ?


     Untuk menjawabnya maka kita akan bahas lebih dahulu tentang makna dan hakekat thaghut. Para ulama mempunyai beragam perkataan diantaranya :

1▪Thaghut bisa berupa berhala/patung yang disembah, sebagaimana riwayat :

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: قَالَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ، أَخْبَرَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَضْطَرِبَ أَلَيَاتُ نِسَاءِ دَوْسٍ عَلَى ذِي الْخَلَصَةِ "، وَذُو الْخَلَصَةِ: طَاغِيَةُ دَوْسٍ الَّتِي كَانُوا يَعْبُدُونَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ

Telah menceritakan kepada kami Abul-Yamaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Syu’aib, dari Az-Zuhriy, ia berkata : Telah berkata Sa’iid bin Al-Musayyib : Telah mengkhabarkan kepadaku Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah  bersabda : “Tidak akan tegak hari kiamat hingga pantat-pantat wanita suku Daus berjoget di Dzul-Khalashah”. Dzul-Khulashah adalah thaghut (berhala) suku Daus yang mereka sembah pada masa Jaahiliyyah. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 7116).

2▪Thaghut bisa berupa syaithan. Umar bin Khaththab radhiyaallahu 'anhu berkata :

قال: الطاغوت: الشيطان

"Thaghut yaitu syaithan." (lihat Tafsir Ibnu Katsir)

3▪Thoghut bisa berupa setiap yang disembah selain Allah.

قال الإمام مالك رحمه الله : "الطاغوت ما عُبد من دون الله" .

Imam Malik berkata : "Thaghut adalah setiap sesuatu yang disembah selain Allah." (lihat Fathul Majid).

4▪ Thaghut bisa berupa batu dan patung.
    
قال العلامة ابن الجوزي – رحمه الله – : " وقال ابن قتيبة : كل معبود ؛ من حجر , أو صورة , أو شيطان : فهو جبت وطاغوت . وكذلك حكى الزجاج عن أهل اللغة " ..( نـزهة الأعين النواظر ص 410 ، باب الطاغوت ).

Ibnul-Jauziy rahimahullah berkata : “Ibnu Qutaibah berkata : ‘Segala sesuatu yang disembah baik berupa batu, patung, ataupun syaithan, maka ia adalah jibt dan thaghut’. Dan begitulah yang dihikayatkan oleh Az-Zujaaj dari para pakar bahasa.” (lihat Nuzhatul-A’yun An-Nawaadhir, hal. 410).

5▪Thaghut bisa berupa dukun, sebagaimana riwayat :

وجاء عن جابر بن عبد الله قال: كهان كانت تنزل عليهم الشياطين

Jabir radhiyaallahu 'anhu berkata : "Thaghut adalah para dukun yang didatangi syaithan-syaithan." (lihat Fathul Majid)

6▪Thaghut bisa berupa tukang sihir, sebagaimana riwayat :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الأَعْلَى، قَالَ: ثنا دَاوُدُ، عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ، أَنَّهُ قَالَ: " الطَّاغُوتُ: السَّاحِرُ "

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdul-A’laa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Daawud, dari Abul-‘Aaliyyah, bahwasannya ia berkata : “Thaghut, yaitu tukang sihir.” (lihat Tafsir Ath-Thabariy, 4/557; shahih).

7▪Thaghut yaitu segala sesuatu yang melampaui batas terhadap Allah.
     Abu Ja’far Ath-Thabariy rahimahullah mencoba merangkum pendefinisian thaghut :

والصواب من القول عندي في"الطاغوت"، أنه كل ذي طغيان على الله، فعبد من دونه، إما بقهر منه لمن عبده، وإما بطاعة ممن عبده له، وإنسانا كان ذلك المعبود، أو شيطانا، أو وثنا، أو صنما، أو كائنا ما كان من شيء

“Dan yang benar menurutku tentang perkataan thaghut, bahwasannya ia adalah segala sesuatu yang melampaui batas terhadap Allah, lalu diibadahi selain dari-Nya, baik dengan adanya paksaan kepada orang yang beribadah kepadanya, atau dengan ketaatan orang yang beribadah kepadanya. Sesuatu yang diibadahi itu bisa berupa manusia, syaithan, berhala, patung, atau yang lainnya.” (lihat Tafsir Ath-Thabariy, 5/419).

8▪Thaghut bisa berupa segala sesuatu yang disembah selain Allah, sebagaimana riwayat :

حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ، ثنا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى، ثنا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: قَالَ لِي مَالِكٌ " الطَّاغُوتُ: مَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ "

Telah menceritakan kepada kami Abu Zur’ah : Telah menceritakan kepada kami Yunus bin ‘Abdil-A’laa : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata : Maalik pernah berkata kepadaku : “Thaghut adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah” (lihat Tafsir Ibni Abi Haatim, no. 2622; shahih).

9▪Beberapa ulama memutlakkannya dengan semua orang yang menyeru kepada kesesatan, sebagaimana perkataan Al-Qurthubiy rahimahullah :

قال العلامة القرطبي – رحمه الله – تحت قوله تعالى : " ولقد بعثنا في كل أمة روسلاً أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت " :
" أي : اتركوا كل معبود دون الله ؛ كالشيطان , والكاهن , والصنم , وكل من دعا إلى الضلال " .. ( تفسيره 5/75 ) .

“Ayat : dan jauhilah thaghuut’, maknanya : tinggalkanlah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah, seperti syaithaan, dukun, berhala, dan semua yang menyeru kepada kesesatan” (lihat Tafsiir Al-Qurthubiy, 5/75).

10▪Thaghut yaitu setiap pemimpin kesesatan 
     Ibnul-Mandhur rahimahullah berkata :

الطاغوتُ ما عُبِدَ من دون الله عز وجل وكلُّ رأْسٍ في الضلالِ طاغوتٌ وقيل الطاغوتُ الأَصْنامُ وقيل الشيطانُ وقيل الكَهَنةُ وقيل مَرَدةُ أَهل الكتاب

Thaaghuut adalah segala sesuatu yang disembah selain Allah ‘azza wa jalla.  Dan segala pemimpin kesesatan adalah thaaghuut. Dikatakan, thaghut adalah berhala-berhala. Dikatakan pula : syaithaan dan dukun.” (Lisaanul-‘Arab, hal. 2722 – materi kata طوغ).

11▪Thaghut yaitu Laata, uzza, sesuatu yang diibadahi selain Allah, dan orang-orang durhaka dari ahli kitab.

وقال الفيروز آبادي – رحمه الله – : " والطاغوت : اللات , والعزى , والكاهن , والشيطان , وكل رأس ضلال , والأصنام ، وما عبد من دون الله , ومردة أهل الكتاب " ..( القاموس المحيط ، مادة : طغا ) .

     Al-Fairuz Abadiy rahimahullah berkata :
“Dan thaghuut adalah Laata, ‘Uzza, dukun, syaithan, semua pemimpin kesesatan, berhala, sesuatu yang diibadahi selain Allah, dan orang-orang durhaka dari Ahlul-Kitab” (lihat Al-Qamus Al-Muhith)

12▪Thaghut yaitu setiap orang yang memalingkan dari jalan kebaikan/kebenaran.

قال الراغب الأصفهاني – رحمه الله – : ....فعبارة عن كل متعد، ولما تقدم سمى الساحر والكاهن والمارد من الجن والصارف عن طريق الخير طاغوتا
(مفردات غريب القرآن - الراغب الأصفهانى - الصفحة ٣٠٥)
http://shiaonlinelibrary.com/
Ar-Raaghib Al-Asfahaaniy rahimahullah berkata :
"...Jadi itu adalah sebutan untuk setiap pelanggar, dan yang telah dimaksudkan dengannya yaitu tukang sihir, dukun peramal, pentolan jin yang durhaka, dan orang yang berpaling/menyimpang dari jalan kebaikan disebut thaghut." (lihat Mufrodat Ghorib Al Qur'an)

13▪Thaghut mencakup juga dinar dan dirham, sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyyah rahimahullah :

وهو اسمُ جنسٍ يدخل فيه : الشيطان والوثن والكهان والدرهم والدينار وغير ذلك

“Ia (thaghut) merupakan isim jenis yang masuk padanya : syaithan, berhala, dukun, dirham, dinar, dan yang lainnya” (lihat Majmuu’ Al-Fataawaa, 16/565).

14▪Ibnul-Qayyim rahimahullah memberikan definisi yang lebih mencakup dengan perkataannya :

والطاغوت كل ما تجاوز به العبد حده من معبود و متبوع أو مطاع فطاغوت كل قوم من يتحاكمون إليه غير الله ورسوله أو يعبدونه من دون الله أو يتبعونه على غير بصيرة من الله أو يطيعونه فيما لا يعلمون أنه طاعة الله
( أعلام الموقعين 1/50 ) .

Thaghut adalah segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melampaui batas; baik sesuatu itu dari hal yang diibadahi, diikuti, atau ditaati. Maka thaghut itu setiap kaum yang berhukum kepadanya selain dari Allah dan Rasul-Nya, atau mereka menyembah selain dari Allah, atau mereka mengikutinya tanpa adanya pentunjuk dari Allah, atau mereka mentaatinya terhadap segala sesuatu yang tidak mereka ketahui bahwasannya hal itu merupakan ketaatan kepada Allah” (lihat I’laamul-Muwaqqi’iin, 1/50).

15▪Thoghut yaitu orang yang menyimpang dari Al Qur'an dan As Sunnah dengan berhukum kepada selain keduanya.
     Ibnu Katsiir rahimahullah ketika menafsirkan ayat :

يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا

“Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.”  (QS. An-Nisaa’ : 60). Beliau berkata :

والآية أعم من ذلك كله، فإنها ذامة لمن عدل عن الكتاب والسنة، وتحاكموا إلى ما سواهما من الباطل، وهو المراد بالطاغوت هاهنا

“Dan ayat tersebut lebih umum maknanya dari semua yang disebutkan itu, karena ia merupakan celaan bagi orang yang menyimpang dari Al-Qur’am dan As-Sunnah, dan mereka berhukum kepada selain keduanya, yaitu kepada kebathilan. Itulah yang dimaksudkan dengan thaaghuut pada ayat ini” (lihat Tafsir Ibni Katsiir, 2/346).

16▪ Thaghut itu mencakup orang yang memakan uang suap dan beramal tanpa ilmu.

وقال الإمام محمد بن عبد الوهاب – رحمه الله – : " والطواغيت كثيرة , والمُتبيِّـن لنا منهم خمسة : أولهم الشيطان , وحاكم الجور , وآكل الرشوة , ومن عُبدَ فرضِيَ , والعامل بغير علم " .. ( الدرر السنية 1/137 )

     Imam Muhammad bin ‘Abdil-Wahhaab rahimahullah berkata : Thaghut itu banyak jenisnya, dan yang telah kami jelaskan di antaranya ada lima, yaitu : syaithan, hakim yang curang, pemakan risywah (uang sogok), orang yang diibadahi (selain Allah) dan ia ridlaa, serta orang yang beramal tanpa ilmu.” (lihat Ad-Durarus-Saniyyah, 1/137).

17▪Mencakup pula orang yang merubah hukum Allah dan/atau tidak berhukum dengan hukum Allah, sebagaimana perkataan Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil-Wahhaab rahimahullah yang lain :

والطاغوت عام، فكل ما عُبد من دون الله، ورضي بالعبادة من معبود أو متبوع أو مطاع في غير طاعة الله ورسوله، فهو طاغوت.
والطواغيت كثيرة ورؤوسهم خمسة:
(الأول): الشيطان الداعي إلى عبادة غير الله، والدليل قوله تعالى:{أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ}.
( الثاني ): الحاكم الجائر المغير لأحكام الله تعالى، والدليل قوله تعالى:{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالاً بَعِيداً}.
( الثالث ): الذي يحكم بغير ما أنزل الله، والدليل قوله تعالى:{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}...
( الرابع ): الذي يدعي علم الغيب من دون الله، والدليل قوله تعالى:{عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداً إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً}. وقال تعالى:{وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}.
( الخامس ): الذي يعبد من دون الله وهو راض بالعبادة، والدليل قوله تعالى:{وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ}.

"Thoghut itu pengertiannya umum. Setiap apa yang diibadahi selain Allah dan dia ridha dengan peribadahan itu, baik berupa sesuatu yang disembah atau diikuti atau ditaati selain ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, adalah Thoghut.
Thaghut itu banyak macamnya, dan biang-biangnya ada lima, yaitu :
Pertama, syaithan yang mengajak untuk beribadah kepada selain Allah. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala : ‘Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kamu hai bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaithaan? Sesungguhnya syaithaan itu adalah musuh yang nyata bagimu’. (QS. Yasin : 60).
Kedua, penguasa lalim yang merubah hukum-hukum Allah ta’ala, dan dalilnya adalah firman-Nya ta’ala : ‘Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thoghut itu. Dan syaithon bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya’ (QS. An-Nisaa’ : 60).
Ketiga, orang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah, dan dalilnya adalah firman Allah ta’ala : ‘Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir’ (QS. Al-Maaidah : 44).
Keempat, orang yang mengklaim mengetahui hal yang ghaib, padahal itu adalah hak khusus Allah; dan dalilnya adalah firman Allah ta’ala ‘(Dia adalah Rabb) yang mengetahui hal ghoib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghoib itu, kecuali kepada Rasul yang diridhoi-Nya, maka sesungguhnya dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya’ (QS. Al-Jin : 26-27); dan firman-Nya : ‘Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)’ (QS. Al-An’aam : 59).
Kelima, segala sesuatu yang disembah selain Allah, sedangkan dia rela dengan penyembahan tersebut. Adapun dalilnya adalah firman Allah ta’ala : ‘Dan barangsiapa di antara mereka, mengatakan, 'Sesungguhnya Aku adalah Tuhan selain daripada Allah', maka orang itu kami beri balasan dengan Jahannam, demikian kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim. (QS. Al-Anbiyaa’ : 29)” (lihat Majmuu’ Rasaail fit-Tauhiid wal-Iimaan, hal. 377-378).

18▪Thoghut itu banyak, pemimpinnya ada 5.

والطواغيت كثيرة، ورؤوسهم خمسة: إبليس لعنه الله، ومن عبد وهو راض، ومن دعا الناس إلى عبادة نفسه، ومن ادعى شيئا من علم الغيب، ومن حكم بغير ما أنزل الله

Thaghut itu banyak macamnya, dan biangnya ada lima : (1) Iblis la’natullah, (2) orang yang diibadahi selain Allah dan ia ridlaa kepadanya, (3) orang yang menyeru manusia untuk meng-ibadahi dirinya, (4) orang yang mengklaim mengetahui ilmu ghaib, dan (5) orang yang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah” (lihat Tsalaatsatul-Ushuul, hal. 195).

19▪Thaghut yaitu ulama suu'.

وقال الإمام ابن عثيمين – رحمه الله – : " وعلماء السوء الذين يدعون إلى الضلال والكفر , أو يدعون إلى البدع , أو إلى تحليل ما حرم الله , أو تحريم ما أحل الله : طواغيت " .. ( شرح الأصول الثلاثة ص 151 ) .

     Ibnu ‘Utsaimiin rahimahullah berkata : “Dan ‘ulama suu’ (yang jelek) yang mengajak kepada kesesatan dan kekufuran, atau mengajak kepada kebid’ahan, atau mengajak kepada menghalalkan apa yang diharamkan Allah atau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, maka mereka disebut thaghut.” (lihat Syarh Ushuul Tsalatsah hal. 151).

     Dari sini kita dapat mengetahui kekeliruan orang-orang takfiriy (yang mewajibkan takfir mu'ayyan tanpa bayanul hujjah ataupun iqomatul hujjah). Karena tidak semua yang disebut thaghut itu adalah kafir. Sebagian thaghut memang kafir diantaranya iblis, syaithan, dukun, dan tukang sihir karena dalil-dalil secara jelas menunjukkan akan kekafirannya. Akan tapi apakah patung dan batu itu juga dihukumi kafir.?Jawabannya : Tentu tidak, karena patung dan batu adalah benda mati yang tidak bisa disifati dengan kekufuran, sebagaimana tidak bisa disifati dengan lawannya (iman dan Islam). Hal yang sama dengan dinar dan dirham yang menjadi thaghut bagi orang yang tamak kepadanya.

     Begitu juga dengan pemakan risywah/suap. Walaupun ia termasuk pelaku dosa besar, sebagaimana riwayat :

حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ خَالِهِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: " لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ ". قَالَ أَبُو عِيسَى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

Telah menceritakan kepada kami Abu Musa Muhammad bin Al-Mutsannaa : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aamir Al-‘Aqadiy : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’b, dari pamannya (jalur ibu) Al-Haarits bin ‘Abdirrahmaan, dari Abu Salamah, dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata : “Rasulullah  melaknat orang yang memberikan uang suap dan orang yang menerima uang suap” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1337, dan ia berkata : “Hadits hasan shahih). Namun memakan suap bukanlah jenis dosa yang secara asal menyebabkan pelakunya terjerembab dalam kekafiran (akbar) berdasarkan kesepakatan Ahlus-Sunnah.

الإمام ابن عبد البر المالكي (ت 463هـ):
يقول: “وقد اتَّفق أهل السنة والجماعة -وهم أهل الفقه والأثر- على أن أحدًا لا يخرجه ذنبه -وإن عظم- من الإسلام، وخالفهم أهل البدع” (التمهيد لما في الموطأ من المعاني والأسانيد (17/ 22)).

     Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :
“Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah – dan mereka adalah ahlul-fiqh wal-atsar - telah bersepakat bahwasannya seseorang tidaklah dikeluarkan dari wilayah Islam akibat dosa yang dilakukannya – meskipun itu dosa besar –, dan ahlu bid'ah menyelisihi mereka." (lihat At-Tamhiid).

     Begitu juga dengan ulama suu’ dan mubtadi’ atau ahlul-bid’ah yang menyeru kepada kesesatan. Mereka tidak bisa dimutlakkan kafir, karena para Ahlus-Sunnah telah memerincinya, apakah bid’ah yang didakwakannya itu merupakan bid’ah mukaffirah atau ghairu mukaffirah. Telah berkata Asy-Syaikh Hafizh Al-Hakamiy dalam kitabnya Ma’aarijul Qabul (2/503-504) :

ثم البدع بحسب إخلالها بالدين قسمان: مكفرة لمنتحلها. وغير مكفرة.

فضابط البدعة المكفرة : من أنكر أمرا مجمعا عليه ، متواترا من الشرع ، معلوما من الدين بالضرورة ، من جحود مفروض ، أو فرض مالم بفرض ، أو إحلال محرم ، أو تحريم حلال ،أو اعتقاد ماينزه الله ورسوله وكاتبه عنه...

والبدعة غير المكفرة: هي مالم يلزم منه تكذيب بالكتاب ، ولابشىء مما أرسل به، ثم مثل لذلك فقال: مثل بدع المروانية، أي – بدع حكام الدولة من بني مروان التي أنكرها عليهم فضلاء الصحابة ، ولم يقروهم عليها- ومع ذلك لم يكفروهم بشىء منها، ولم ينزعوا يدا من بيعتهم لأجلها، كتأخير بعض الصوات عن وقتها ، وتقديمهم الخطبة قبل صلاة العيد...

“Kemudian bid’ah sesuai dengan pengrusakannya terhadap agama dibagi menjadi dua : (1) Mengkafirkan pelakunya, dan (2)Tidak mengkafirkan pelakunya.

Batasan bid’ah yang mengkafirkan pelakunya adalah bila seseorang mengingkari perkara-perkara yang telah disepakati, mutawatir dalam syari’at, diketahui secara pasti termasuk bagian dari agama, mengingkari kewajiban atau mewajibabkan perkara yang tidak wajib, menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal, atau meyakini sesuatu yang telah dibersihkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta kitab-Nya...

Sedangkan bid’ah yang tidak mengkafirkan pelakunya adalah bid’ah yang tidak menjadikan seseorang mendustakan Kitab atau sesuatu yang dibawa oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Seperti bid’ah Marwaniyyah, yaitu bid’ah-bid’ah yang diada-adakan oleh pemerintah Bani Marwan yang diingkari oleh tokoh-tokoh shahabat. Meskipun demikian, para shahabat tidak mengkafirkan mereka dengan sebab bid’ah tersebut, dan juga tidak mencabut bai’at dari mereka akibat bid’ah tadi. Misalnya : bid’ah mengakhirkan waktu shalat dan mendahulukan khutbah sebelum shalat ‘Ied....” (lihat Ma'arijul Qabul)

     Demikian juga dengan penguasa zhalim, ia tidak bisa dimutlakkan dengan kekafiran. Rasulullah  pernah bersabda tentang kemunculan atsarah :

إِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِيْ أَثَرَةً فَاصْبِرُوْا حَتَّى تَلْقَوْنِيْ عَلَى الْحَوْضِ

Sesungguhnya kalian nanti akan menemui atsarah (yaitu : pemerintah yang tidak memenuhi hak rakyat). Maka bersabarlah hingga kalian menemuiku di haudh.”  (Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no. 7057 dan Muslim no. 1845). An-Nawawi rahimahullah berkata :

فيه الحث على السمع والطاعة وإن كان المتولي ظالماً عسوفاً، فيعطي حقه من الطاعة، ولا يخرج عليه، ولا يخلع، بل يتضرع إلي الله – تعالي – في كشف أذاه، ودفع شره، وإصلاحه

“Di dalam (hadits) ini terdapat anjuran untuk mendengar dan taat kepada penguasa, walaupun ia seorang yang zhalim dan sewenang-wenang. Maka berikan haknya (sebagai pemimpin) yaitu berupa ketaatan, tidak keluar ketaatan darinya, dan tidak menggulingkannya. Bahkan (perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim adalah) dengan sungguh-sungguh lebih mendekatkan diri kepada Allah ta’ala supaya Dia menyingkirkan gangguan/siksaan darinya, menolak kejahatannya, dan agar Allah memperbaikinya (kembali taat kepada Allah meninggalkan kedhalimannya).” (lihat Syarh Shahih Muslim lin-Nawawi, 12/232).

     Perintah bersabar (dan larangan keluar dari ketaatan) merupakan nash bahwa atsarah-atsarah tersebut tidaklah dihukumi kafir (murtad). Sehingga pensifatan thaghut kepada orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah pun demikian, yaitu tidak bisa dimutlakkan kepada kekafiran, karena ia membutuhkan perincian sebagaimana dimaklumi di kalangan Ahlus-Sunnah.

     Kesimpulannya kekafiran thaghut itu harus dikembalikan setiap jenisnya dan dalil yang menopangnya. Barangsiapa yang dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka wajib bagi kita menghukuminya kafir. Demikian sebaliknya barangsiapa yang tidak dikafirkan Allah dan Rasul-Nya, maka tidak boleh seorangpun yang menghukuminya kafir. Kekafiran itu bukan semata-mata pensifatan thaghut pada sesuatu.

قاعدة أهل السنة والجماعة : “لا نكفر أحدًا من أهل القبلة بذنبٍ ما لم يستحلَّه” بيانٌ ودفع شبهة




Fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Seputar Takfir 'Am (Takfir Umum) Dan Takfir Mu'ayyan


☆  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وَقَرَّرْته أَيْضًا فِي أَصْلِ ” التَّكْفِيرِ وَالتَّفْسِيقِ ” الْمَبْنِيِّ عَلَى أَصْلِ الْوَعِيدِ. فَإِنَّ نُصُوصَ ” الْوَعِيدِ ” الَّتِي فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَنُصُوصَ الْأَئِمَّةِ بِالتَّكْفِيرِ وَالتَّفْسِيقِ وَنَحْوِ ذَلِكَ لَا يُسْتَلْزَمُ ثُبُوتُ مُوجَبِهَا فِي حَقِّ الْمُعَيَّنِ إلَّا إذَا وُجِدَتْ الشُّرُوطُ وَانْتَفَتْ الْمَوَانِعُ لَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ الْأُصُولِ وَالْفُرُوعِ.

“Dan telah aku tetapkan juga pada prinsip Takfir dan Tafsiq yang dibangun di atas dasar dalil-dalil ancaman, sesungguhnya teks-teks ancaman yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunah serta ucapan-ucapan (muthlaq) para imam dalam takfir, tafsiq dan yang semisalnya tidak mengharuskan adanya pengkafiran terhadap individu tertentu yang melakukan kekafiran tersebut (mu’ayyan), kecuali apabila terpenuhi syarat-syarat dan terangkat penghalang-penghalang (dalam pengkafirannya), tidak ada bedanya dalam perkara prinsip maupun cabang.” (lihat Majmu’ Al-Fatawa, 10/372)

☆  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,

أَنَّ التَّكْفِيرَ لَهُ شُرُوطٌ وَمَوَانِعُ قَدْ تَنْتَقِي فِي حَقِّ الْمُعَيَّنِ وَأَنَّ تَكْفِيرَ الْمُطْلَقِ لَا يَسْتَلْزِمُ تَكْفِيرَ الْمُعَيَّنِإلَّا إذَا وُجِدَتْ الشُّرُوطُ وَانْتَفَتْ الْمَوَانِعُ

“Bahwa takfir memiliki syarat-syarat dan penghalang-penghalang dalam mengkafirkan individu tertentu (mu’ayyan), dan bahwa takfir secara umum (muthlaq) tidak mengharuskan takfir terhadap individu tertentu (mu’ayyan), kecuali apabila terpenuhi syarat-syarat dan terangkat penghalang-penghalang.” (lihat Majmu’ Al-Fatawa, 12/488)

☆  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,

مَنْ نَقَصَ الرَّسُولَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ تَكَلَّمَ بِمَا يَدُلُّ عَلَى نَقْصِ الرَّسُولِ كَفَرَ؛ لَكِنَّ تَكْفِيرَ الْمُطْلَقِ لَا يَسْتَلْزِمُ تَكْفِيرَ الْمُعَيَّنِ

“Barangsiapa merendahkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam atau mengatakan ucapan yang melecehkan beliau maka ia kafir, akan tetapi takfir muthlaq (umum) tidak mengharuskan takfir mu’ayyan…” (lihat Majmu’ Al-Fatawa, 35/99)




Pembahasan Dan Kesimpulan


Dari penjelasan para 'ulama maka bisa kita ketahui bahwa tidak semua thaghut itu kafir. Thaghut yang kafir diantaranya : iblis, para syaithan, tukang sihir, dukun, Fir'aun dan semisal. Sedang thaghut yang tidak dihukumi kafir diantaranya : dirham, dinar, patung, ahlu bid'ah, pemakan risywah dan semisal. Sehingga wajibnya ingkar thoghut yang termasuk rukun tauhid itu tidaklah sama dengan paham takfiriy yang mewajibkan takfir mu'ayyan tanpa bayanul hujjah ataupun iqomatul hujjah. Yang mana mereka (hizb takfiriy) zhahirnya tidak mampu sebutkan dalil beserta salafnya.

Pengingkaran kita terhadap thaghut bisa dengan perbuatan (dengan tangan atau minimal melakukan hajr tark), dengan lisan berupa ucapan dan minimal dengan hati (yang menunjukkan selemah-lemah iman). Diantara bentuk realisasi pengingkaran kita terhadap thaghut dengan lisan bisa berupa takfir 'am/takfir nau'/takfir mutlaq, tabdi' ataupun jarh secara umum meski tanpa bayanul hujjah  ataupun iqomatul hujjah. Contoh :
(1) "pelaku syirik akbar adalah musyrik dan kafir",
(2) "orang yang meninggalkan sholat adalah kafir",
(3) "para penyembah kuburan adalah musyrik dan kafir",
(4) "pelaku bid'ah adalah mubtadi'/ahlu ahwa'",
(5) "siapa yang sengaja menyelisihi satu perkara saja dari ushulus Sunnah, maka bukan termasuk ahlinya",
(6) "para penyeru kebathilan adalah syaithon pendusta",
(7) "para penyembah dirham dan dinar adalah kafir",
(8) "jam'iyyah, muassasah/yayasan adalah bid'ah hizbiyyah",
(9) "siapa yang  sengaja menghalalkan shuroh makhluk bernyawa (foto,video) yang Allah haramkan, maka kafir"
(10) "orang yang sengaja menjadi pembela bid'ah panti asuhan TN/TB adalah ahlu ahwa'."
(11) "dusta bukan tabiat seorang mukmin..tapi tabiat orang munafiq."
(12) "masjid hizbiyyah yang dibangun para pemilik jam'iyyah termasuk masjid dhiror."
(13) "orang yang enggan mengerjakan sholat Jum'at di belakang/ma'al umara' (amir yang sah/wakilnya) adalah ahlu bid'ah wal furqoh."
(14) "kelompok takfiriy dan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu laksana anjing."
(15) "para penyembah ahbar/umaro'/akabir/ulama ataupun penyembah hawa nafsu..sehingga menghalalkan perkara yang Allah haramkan berarti telah berbuat syirik akbar dan dosanya tidak diampuni Allah..fitnahnya lebih besar daripada para penyembah qubur",
(16) "orang munafiq (nifaq akbar) itu jauh lebih buruk daripada orang kafir..",
(17) "orang yang berkeyakinan Allah dimana-mana ataupun meyakini di dunia ada makhluq (ayam jago dll) yang mampu melihat Allah maka kafir.."
(18) "orang yang mencerca Nabi dan para Shahabat maka kufur. Orang yang mencerca Ahlu Atsar/Ahlu hadits maka mubtadi'.."
(19) "syirik dan bid'ah itu sama-sama kesesatan. orang-orang yang melarang kita mengingkari bid'ah dan pelakunya maka termasuk paham murji'ah dan qorinah buruk tauhidnya (tauhidnya bermasalah) walau lesannya mengklaim muwahhidun.."
Insya Allah ini diantara yang membedakan paham Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dengan paham Murji'ah. Apa takfir dan tabdi' 'am seperti ini masih belum cukup.?? Apa hal ini masih belum jelas dan perlu ditambah.??


Kita wajib mengamalkan Al Qur'an dan As Sunnah sesuai paham Salaful Ummah. Dalam ayat Al Qur'an terkait kisah burung Hudhud itu hanya memberi kabar atau berita kepada nabi Sulaiman. Siapa Salaful Ummah yang memahami bahwa ayat tersebut adalah dalil wajibnya takfir mu'ayyan.?? Terlebih hewan bukan termasuk mukallaf dan tiada hak untuk menghukumi. Justru yang berhak menghukumi adalah nabi Sulaiman sehinga Hudhud diperintahkan mengirim risalah untuk membuktikan kebenarannya sebagai bentuk iqomatul hujjah sebelum takfir mu'ayyan.

➡ Dalam perkara takfir mu'ayyan dan tabdi' mu'ayyan hendaknya setelah bayanul hujjah ataupun iqomatul hujjah..ada dhowabith, syurut dan mawani'. Setahu kita itu yang diamalkan para Salafush Sholih dan itu termasuk ushul Ahlus Sunnah..yang diamalkan sejak zaman para Shahabat Nabi sampai 1000 tahun lebih. Di antara Shahabat Nabi ada yang mengetahui secara pasti keberadaan dan nama orang-orang munafiq yang kafir, demi kemashlahatan tetap dirahasiakan dan tidak disebarluaskan. Karena Nabi sendiri pun tidak menyebarluaskan keberadaan orang-orang munafiq lagi kafir tersebut secara mu'ayyan..karena mempertimbangkan mashlahat dan mafsadat. Rasulullah menyampaikan secara rahasia nama orang-orang munafiq lagi kafir kepada Hudzaifah ibnul Yaman. Imam Adz Dzahabi menyebut Hudzaifah bin Al Yaman dalam kitabnya Siyar A’lam An Nubala dengan sebutan “Shahibus Sirri” (pemilik rahasia).
(Catatan :
Bukan hanya dalam perkara takfir mu'ayyan..dalam perkara tabdi' mu'ayyan pun insya Allah diriku jarang mengucapkan..walau hatiku kadang sudah meyakininya setelah iqomatul hujjah. Diriku mengucapkan tabdi' mu'ayyan biasanya : (1) jika sudah ada fatwa ulama, (2) darurat, atau (3) ketika iqomatul hujjah diriku dipaksa si penanya sehingga kujawab "zhohirnya bukan Ahlus Sunnah" setelah itu biasanya dia bagai syaithon yang kentut dan lari sambil menutup telinganya..dalam arti dia mengucapkan perkataan batil kemudia lari (nomorku diblokir) sebelum sempat memberi jawaban.
▪ Diriku umumnya hanya ucapkan takfir 'am atau tabdi' secara umum..itu saja sudah banyak yang membenci. Kuajak berhakim kepada Allah dengan mubahalah, pada umumnya enggan/menolak atau tidak ridho.
Jika mereka menantang gelut atau ingin diselesaikan dengan pedang..maka kusarankan ijin dulu kepada umaro'  (menteri agama dan Kapolri/kapolres).
▪Diriku insya Allah umumnya cukup takfir 'am atau tabdi' secara umum. Untuk takfir atau tabdi' mu'ayyan, maka wajib pertimbangkan mashlahat dan mafsadat..kemudian mengamalkan hajr tark dengan tujuan semoga diriku tidak tertular kejelekannya ataupun ikut menanggung dosa/adzab Allah. Laa haula wa laa quwwata illa billah..)

➡ Dalam perkara takfir mu'ayyan dan tabdi' secara mu'ayyan..hendaknya kita juga pertimbangkan mashlahat dan mafsadat yang mana ini termasuk kaidah wajib dalam amar ma'ruf nahi munkar. Sekarang apa mashlahatnya mewajibkan takfir mu'ayyan tanpa bayanul hujjah ataupun iqomatul hujjah.? Jika memang realitanya bisa mendatangkan mashlahat lebih besar daripada mafsadatnya..maka Ahlus Sunnah tidak mengingkari perkara tersebut. Tapi jika yang terjadi justru sebaliknya yaitu tidak menjadikan pelakunya taubat dan menimbulkan kemungkaran yang lebih besar, maka hal tersebut tidak dibenarkan sehingga dalam kasus seperti ini perlu fatwa dari seorang 'alim. Terlebih jika menyangkut takfir mu'ayyan terhadap penguasa di sebuah negeri..maka orang-orang bodoh dan anjing-anjing yang menyembah hawa nafsu itu tidak berhak bicara ataupun ijtihad.

Kita memang diwajibkan ingkar thaghut dan perkara ini termasuk rukun tauhid. Setiap yang menyeru kepada segala bentuk kesesatan baik berupa kesyirikan ataupun bid'ah itu termasuk thaghut. Dan tidak semua thoghut itu dihukumi kafir..karena dirham, dinar, pemakan risywah, dan pembesar ahlu bid'ah pun juga termasuk thaghut. Jadi jika kita mengingkari bid'ah dan pelakunya, maka itu juga termasuk bentuk ingkar kita kepada thaghut. Sehingga jika ada segolongan orang yang enggan dan melarang kita mengingkari bid'ah dan pelaku bid'ah ataupun segala bentuk kemaksiatan, maka itu qorinah atau indikasi mereka tidak paham tauhid atau tauhidnya masih bermasalah.? Sekalipun mereka mengklaim "pahlawan muwahhidun", tapi hakekatnya pada diri mereka sendiri masih melekat paham murji'ah.

➡ Seorang mukmin hendaknya memiliki sifat inshof..siapa yang tidak memiliki sifat inshof maka perlu dipertanyakan keimanannya. Sehingga bagi mereka yang mewajibkan takfir mu'ayyan atas pelaku syirik akbar tanpa bayanul hujjah ataupun iqomatul hujjah..apabila diri mereka melakukan syirik akbar (menyembah ahbar, umara', akabir atau hawa nafsu sehingga sengaja menghalalkan berbagai bid'ah (jam'iyyah, muassasah, panti asuhan TN/TB dan semisal), maksiat (tasawwul (mengemis), shuroh makhluk bernyawa/foto/video dan perkara yang Allah haramkan) maka konsekwensinya juga wajib dikafirkan secara mu'ayyan meski tanpa iqomatul hujjah.??
Sehingga bisa-bisa orang tuanya kafir, saudaranya kafir, istrinya kafir..dst..jika terbukti melakukan syirik akbar walau karena jahl. Kemudian konsekwensinya juga apabila mayoritas orang sudah dihukumi kafir, maka jangan beli daging/makanan sembelihan di pasar/warung umum yang kafir...jika suami/istri ada melakukan syirik akbar yaitu menyembah ahbar'/hawa nafsu (menghalalkan bid'ah) maka wajib cerai..jika kakek/nenek/ortu melakukan syirik akbar maka hartanya tidak boleh diwarisi..jangan menikah dengan wanita dengan wali pelaku syirik akbar..pelaku syirik akbar tidak sah menjadi saksi karena kafir. Demikian juga pelaku syirik akbar (termasuk para penyembah ahbar/umara' atau hawa nafsu) jika mati haram disholati dan didoakan. Kemudian juga silahkan membuat kuburan sendiri..kuburan orang mukmin terpisah dari kuburan orang kafir. dst. Apa para penganut paham takfir mu'ayyan sanggup melaksanakan segala konsekwensinya.????

Jika takfir mu'ayyan tanpa iqomatul hujjah benar-benar wajib diterapkan sebagaimana paham kelompok takfiriy, mungkin tiada manusia yang bisa selamat dari kesesatan atau selamat dari takfir dan tabdi' kecuali hamba-hamba Allah yang mukhlash yaitu para nabi dan para shiddiqin. Termasuk 72 firqoh ahlu bid'ah maka juga kafir.? Karena umumnya ahlu bid'ah itu berbuat syirik akbar yaitu dengan menyembah ahbar/ulama' ataupun menyembah hawa nafsu..sehingga menghalalkan perkara yang Allah haramkan. Jika 72 firqah Ahlu bid'ah dikafirkan secara mua'ayyan karena zhohirnya berbuat syirik akbar tanpa bayanul hujjah ataupun iqomatul hujjah, maka ini menyelisihi ijma' Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.

Ingkar thaghut bisa dengan hati, dengan ucapan atau dengan perbuatan..diantaranya bisa dengan hajr tark (menjauhi para pelakunya). Hajr tark boleh diamalkan siapa saja dan kapan saja jika tahu kemungkaran (kesyirikan, bid'ah ataupun maksiat) tapi tidak mampu merubahnya. Bahkan hajr tark hukumnya bisa wajib. Beda dengan hajr uqubah..ada qaidah dan syarat-syarat yang harus terpenuhi, sehingga hajr 'uqubah tidak boleh kita amalkan secara serampangan serta perlu pertimbangkan mashlahat dan mafsadat.

➡  Orang jika aqidah dan tauhidnya memang lurus dan benar, maka manhaj ataupun madzhabnya juga akan lurus. Semakin jujur imannya, maka akan semakin jujur hatinya, semakin jujur lesannya dan semakin jujur pula amal perbuatannya. Demikian juga insya Allah akan semakin jauh dari kesyirikan, bid'ah ataupun kabairol itsmi. Sehingga jika ada orang yang mengklaim tauhidnya lurus, tapi jika realitanya dan bukti empiris menunjukkan orang tersebut zhahirnya masih gemar berbuat syirik akbar (manyembah ahbar ataupun hawa nafsu), mencintai perbuatan bid'ah dan kabairol itsmi maka itu sama saja dengan klaim dusta sebagaimana orang-orang murji'ah..wa Allahu a'lam.

➡  Sahl bin Abdillah At-Tustury rahimahullah berkata:

أعمال البِر يعملها البَر والفاجر، ولا يجتنب المعاصي إلا صديق.

“Amal-amal kebaikan bisa dikerjakan oleh orang yang baik maupun orang jahat, namun tidak akan mampu menjauhi kemaksiatan kecuali orang yang jujur imannya.”
(lihat Hilyatul Auliya’, jilid 10 halaman 211)

➡  Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah rohimahullah berkata:

الصدق...هو سيف الله في أرضه الذي ما وضع على شيء إلا قطعه ولا واجه باطلا إلا أرداه وصرعه من صال به لم ترد صولته ومن نطق به علت على الخصوم كلمته

"Kejujuran ibarat pedang Allah di muka bumi, yang tidak ada sesuatu pun yang diletakkan di atasnya melainkan akan terpotong olehnya. Dan tidaklah kejujuran menghadapi kebathilan melainkan ia akan melawan dan mengalahkannya serta tidaklah ia menyerang lawannya melainkan ia akan menang. Barangsiapa menyuarakannya, niscaya kalimatnya akan terdengar keras mengalahkan suara musuh-musuhnya."  ( Madarijus Salikin ).

Jika tulisan ini bathil maka wajib ditolak dan dibuang, tapi sebaliknya jika isinya al haq (kebenaran) maka itu semata-mata berasal dari Allah sehingga siapapun wajib untuk menerima. Bagi siapa saja yang menganggap tulisan ini bathil dan tidak mampu membantah secara ilmiyah (dengan dalil sesuai faham Salaful Ummah) ataupun mengajak diriku berbuat syirik akbar (menyembah ahbar/ulama) jika memang perlu insya Allah bisa diselesaikan dengan berhakim kepada Allah atau mubahalah..sebagai kesempurnaan iqomatul hujjah. Laa haula wa laa quwwata illa billah..



Penutup

     Allah Ta'ala berfirman:

اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ

"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"  (QS. Al Maidah : 50).

قَالَ اللَّهُ هَٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ ۚ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

"Allah berfirman, "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang shodiq dari kejujuran mereka. Bagi mereka Jannah yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun ridho terhadap Allah. Itulah kemenangan yang agung." (QS. 5 Al-Maidah : 119).

     Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukany rohimahullah berkata:

«إن الباطل وإن ظهر على الحق في بعض الأحوال وعلاه، فإن الله سيمحقه ويبطله ويجعل العاقبة للحق وأهله»

"Sesungguhnya kebathilan walaupun mengalahkan kebenaran pada sebagian keadaan dan mengunggulinya, maka sesungguhnya Allah pasti akan melenyapkan dan menghancurkannya serta menjadikan kesudahan yang baik bagi kebenaran dan orang-orang yang mengikutinya."

     Allah Ta'ala berfirman:

فَاِنْ لَّمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ اَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ اَهْوَاۤءَهُمْۗ وَمَنْ اَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوٰىهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ ࣖ

"Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun? Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Qoshosh : 50).

رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّۗ وَرَبُّنَا الرَّحْمٰنُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوْنَ

"Ya Robb-ku, berilah keputusan dengan adil. Dan Robb kami Ar Rahman, tempat memohon segala pertolongan atas semua yang kalian katakan.”

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين







"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah

  "Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah Hukumi Manusia Dengan Hujjah Dan Burhan Sesuai Z...