Dalil Wajibnya Taat Kepada Ulil Amri ( Al-Umaro' ) Beserta Kalam Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Dalil Wajibnya Taat Kepada Ulil Amri Dari Al Qur'an, As Sunnah Dan Ijma'
Dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah serta ijma para ulama menunjukkan dengan tegas wajibnya mendengar dan taat kepada ulil amri Muslim walaupun mereka zhalim. Diantara dalilnya :
Allah Ta'ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {59} [النساء]
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59).
وَاِذَا جَاۤءَهُمْ اَمْرٌ مِّنَ الْاَمْنِ اَوِ الْخَوْفِ اَذَاعُوْا بِهٖ ۗ وَلَوْ رَدُّوْهُ اِلَى الرَّسُوْلِ وَاِلٰٓى اُولِى الْاَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْۢبِطُوْنَهٗ مِنْهُمْ ۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطٰنَ اِلَّا قَلِيْلًا
"Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya. (Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti syaithan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu)." (QS. An Nisa' : 83).
Dalil Dari As Sunnah
Hadits 1
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dari Nabi ﷺ ia bersabda:
من أطاعني فقد أطاع الله ومن يعصني فقد عصى الله ومن يطع الأمير فقد أطاعني ومن يعص الأمير فقد عصاني
“Barang siapa yang mentaati aku sungguh ia telah mentaati Allah, dan barang siapa yang durhaka padaku sungguh ia telah mendurhakai Allah, barang siapa yang taat pada pemimpin sungguh ia telah taat padaku, dan barang siapa yang durhaka pada pemimpin sungguh ia telah durhaka padaku.” (HR. Muslim no. 1835).
Hadits 2
Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:
على المرء المسلم السمع والطاعة فيما أحب وكره إلا أن يؤمر بمعصية فإن أمر بمعصية فلا سمع ولا طاعة
“Wajib bagi setiap Muslim untuk mendengar dan taat kepada pemimpinnya baik dalam perkara yang ia sukai atau yang ia benci. Kecuali jika ia memerintahkan suatu maksiat. Jika ia memerintahkan suatu maksiat maka tidak boleh mendengar dan taat.” (HR. Muslim no. 1839).
Hadits 3
Dari Abu Dzar radhiallahu’anhu, ia berkata:
إن خليلي أوصاني إن أسمع وأطيع وإن كان عبداً مجدع الأطراف
“Sesungguhnya kekasihku (yaitu Rasulullah ﷺ) mewasiatkan aku untuk mendengar dan taat kepada pemimpin, walaupun ia seorang budak yang terpotong jari-jarinya” (HR. Muslim no. 1837).
Hadits 4
Salamah bin Yazid Al Ju’fiy bertanya kepada Rasulullah ﷺ :
يا نبي الله أرأيت إن قامت علينا أمراء يسألونا حقهم ويمنعونا حقنا فما تأمرنا فأعرض عنه ثم سأله فأعرض عنه ثم سأله في الثانية أو في الثالثة فجذبه الأشعث بن قيس وقال اسمعوا وأطيعوا فإنما عليهم ما حملوا وعليكم ما حملتم
“Wahai Nabi Allah bagaimana menurutmu bila diangkat bagi kami pemimpin-pemimpin yang menuntut segala hak mereka, tetapi mereka tidak menunaikan hak-hak kami? apa perintahmu untuk kami wahai Rasulullah?”. Maka Rasulullah berpaling darinya, sampai ia tanyakan tiga kali namun Rasulullah tetap berpaling darinya. Kemudian Al Asy’ats bin Qais menariknya dan berkata: “Kewajibanmu hanya mendengar dan taat, sesungguhnya mereka akan mempertanggung-jawabkan apa yang dibebankan atas mereka, dan kalian juga akan mempertanggung-jawabkan apa yang dibebankan atas kalian” (HR. Muslim no. 1846).
Hadits 5
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
من خرجَ من الطاعةِ ، وفارقَ الجماعةَ ، ثم ماتَ ، ماتَ ميْتةً جاهليةً . ومن قُتِلَ تحتَ رايةٍ عميةٍ ، يغضبُ للعصبةِ ، ويُقاتِل للعصبةِ ، فليسَ من أمّتي . ومن خرجَ من أمّتي على أمّتي ، يضربُ برّها وفاجرها ، لا يتحاش من مؤْمنها ، ولا يفي بذي عهدها ، فليسَ مني
“Barangsiapa yang keluar dari ketaatan kepada pemimpin dan meninggalkan jama’ah, kemudian meninggal, maka ia mati jahiliyah. Barangsiapa yang mati di bawah bendera fanatik buta, ia mengajak pada ashabiyyah (fanatik golongan), atau membantu untuk ashabiyah, maka ia bukan bagian dari umatku. Barangsiapa dari umatku yang memberontak melawan umatku juga, ia memerangi orang yang baik dan jahat semuanya, ia tidak menjauhkan diri dari memerangi orang mukmin, dan tidak memenuhi perjanjian, maka ia bukan bagian dari umatku” (HR. Muslim no. 1848).
Hadits 6
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:
من كَرِه من أميرِهِ شيئا فليصْبِرْ عليهِ . فإنّه ليسَ أحدٌ من الناسِ خرج من السلطانِ شِبْرا ، فماتَ عليهِ ، إلا ماتَ ميتةً جاهليةً
“Barang siapa yang tidak suka terhadap suatu hal dari pemimpinnya, maka hendaknya ia bersabar. Karena tidak ada yang memberontak kepada penguasa satu jengkal saja, kemudian ia mati, kecuali ia mati jahiliyah” (HR. Bukhari no. 7054, Muslim no. 1849).
Hadits 7
Dari Ummu Salamah Hindun bintu Abi Umayyah radhiallahu’anha, Rasulullah ﷺ bersabda:
ستكونُ أمراءُ . فتعرفونَِ وتُنْكرونَ . فمن عَرِف بَرِئ . ومن نَكِرَ سَلِمَ . ولكن من رَضِي وتابعَ قالوا : أفلا نقاتلهُم ؟ قال : لا . ما صلوا
“Akan ada para pemimpin kelak. Kalian mengenal mereka dan mengingkari perbuatan mereka. Siapa yang membenci kekeliruannya, maka ia terlepas dari dosa. Siapa yang mengingkarinya, maka ia selamat. Namun yang ridha dan mengikutinya, itulah yang tidak selamat”. Para shahabat bertanya: “Apakah kita perangi saja pemimpin seperti itu?”. Nabi menjawab: “Jangan, selama mereka masih shalat” (HR. Muslim no. 1854).
Hadits 8
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
اسمعوا وأطيعوا وإن استعمل عليكم عبد حبشي كأن رأسه زبيبة
“Mendengar dan taatlah. Walaupun yang menjadi pemimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah yang kepalanya seakan seperti kismis” (HR. Bukhari no. 6723).
Hadits 9
Dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiallahu’anhu, ia berkata:
يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّا كُنَّا بِشَرٍّ، فَجَاءَ اللهُ بِخَيْرٍ، فَنَحْنُ فِيهِ، فَهَلْ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ؟ قَالَ: «نَعَمْ» ، قُلْتُ: هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الشَّرِّ خَيْرٌ؟ قَالَ: «نَعَمْ» ، قُلْتُ: فَهَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الْخَيْرِ شَرٌّ؟ قَالَ: «نَعَمْ» ، قُلْتُ: كَيْفَ؟ قَالَ: «يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي، وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ» ، قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ، وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Wahai Rasulullah, dulu kami dalam keburukan. Lalu Allah mendatangkan kebaikan. Dan sekarang kami berada di dalamnya. Apakah setelah ini akan datang keburukan? Beliau berkata: ‘Ya’. Hudzaifah bertanya lagi: ‘Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan?’. Beliau berkata: ‘Ya’. Hudzaifah bertanya lagi: ‘Apakah setelah kebaikan itu akan datang keburukan lagi?’. Beliau berkata: ‘Ya’. Hudzaifah bertanya lagi: ‘Apa hal itu?’. Beliau berkata: ‘Akan datang sepeninggalku, para pemimpin yang tidak berjalan di atas petunjukku, tidak mengamalkan sunnahku, dan di tengah-tengah mereka akan berdiri orang-orang yang berhati setan dengan jasad manusia’. Hudzaifah bertanya lagi: ‘Lalu apa yang harus diperbuat wahai Rasulullah jika aku mendapati masa itu?’. Beliau berkata: ‘Engkau mendengar dan taat kepada amir (pemimpin) walau punggungmu di pukul dan hartamu dirampas, tetaplah mendengar dan taat’.” (HR Muslim no.1847)
Hadits 10
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
السمعُ والطاعةُ على المرءِ المسلمِ فيما أحبَّ وكرهَ ، ما لم يُؤمَرُ بمعصيةٍ ، فإذا أُمِرَ بمعصيةٍ فلا سمع ولا طاعةَ
“Wajib mendengar dan ta’at (kepada penguasa) bagi setiap Muslim, dalam perkara yang ia setujui ataupun yang ia benci (dari pemimpinnya). Jika pemimpinnya memerintahkan untuk bermaksiat, tidak boleh mendengar dan tidak boleh ta’at.” (HR. Bukhari no. 2955, 7144).
Hadits 11
Dari Irbadh bin Sariyyah radhiallahu’anhu, ia berkata:
صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا؟ فَقَالَ «أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا…
“Suatu hari Rasulullah ﷺ shalat bersama kami. Selesai shalat, beliau menghadap kami lalu memberikan ceramah yang sangat mendalam, membuat mata berlinang dan menggetarkan hati. Hingga ada yang bertanya: ‘Wahai Rasulullah, seakan-akan ini nasehat dari orang yang akan pergi. Lalu apa yang engkau tetapkan bagi kami?’. Beliau bersabda: ‘Aku nasehatkan kalian untuk bertaqwa kepada Allah, serta mendengar dan taat kepada pemimpin, walaupun ia seorang budak Habasyah…’” (HR. Abu Daud 4607, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Hadits 12
Dari Auf bin Malik dari Rasulullah ﷺ ia bersabda,
خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم ويصلون عليكم وتصلون عليهم وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم وتلعنونهم ويلعنونكم قيل يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف فقال لا ما الصلاة وإذا رأيتم من ولاتكم شيئا تكرهونه فاكرهوا عمله ولا تنزعوا يدا من طاعة
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian cintai, dan mereka pun mencintai kalian. Kalian mendo’akan mereka, mereka pun mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci, mereka pun benci kepada kalian. Kalian pun melaknat mereka, mereka pun melaknat kalian”. Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah apakah kita perangi saja mereka dengan senjata?”. Nabi menjawab, “Jangan, selama mereka masih shalat. Bila kalian melihat sesuatu yang kalian benci dari pemimpin kalian, maka cukup bencilah perbuatannya, namun jangan kalian melepaskan tangan kalian dari ketaatan kepadanya” (HR. Muslim no. 1855).
Hadits 13
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu ia berkata,
:قَامْ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطِيبًا، فَكَانَ مِنْ خُطْبَتِهِ أَنْ قَالَ
أَلَا إِنِّي أُوشِكُ أَنْ أُدْعَى فَأُجِيبَ فَيَلِيَكُمْ عُمَّالٌ مِنْ بَعْدِي، يَقُولُونَ بِمَا يَعْلَمُونَ، وَيَعْمَلُونَ بِم يَعْرِفُونَ، وَطَاعَةُ أُولَئِكَ طَاعَةٌ، فَيَلْبَثُونَ كَذَلِكَ دَهْرًا، ثُمَّ يَلِيَكُمْ عُمَّالٌ مِنْ بَعْدِهِمْ، يَقُولُونَ مَا لَا يَعْلَمُونَ، وَيَعْمَلُونَ مَا لَا يَعْرِفُونَ، فَمَنْ نَاصَحَهُمْ، وَوَازَرَهُمْ، وَشَدَّ عَلَى أَعْضَادِهِمْ فَأُولَئِكَ قَدْ هَلَكُوا، خَالِطُوهُمْ بِأَجْسَادِكُمْ، وَزَايِلُوهُمْ بِأَعْمَالِكُمْ، وَاشْهَدُوا عَلَى الْمُحْسِنِ بِأَنَّهُ مُحْسِنٌ، وَعَلَى الْمُسِيءِ بِأَنَّهُ مُسِيءٌ
Rasulullah ﷺ suatu ketika berdiri di tengah-tengah kami untuk berkhutbah. Diantara khutbah beliau ialah sabdanya: “Ketahuilah, aku hampir dipanggil dan aku akan menjawabnya. Sehingga datang pemimpin-pemimpin setelah kalian yang berkata dan beramal dengan ilmu. Mentaati mereka merupakan ketaatan kepada Allah. Lalu waktu berselang. Hingga sepeninggal mereka, datanglah kepada kalian pemimpin-pemimpin yang mereka berkata dan beramal tanpa ilmu. Barangsiapa yang membantunya, menjadi pendampingnya, dan kuat membelanya, mereka akan binasa dan membuat kebinasaan. Maka pergauilah pemimpin yang demikian dengan raga kalian, namun selisihilah dalam amal-amal kalian. Dan bersaksilah bahwa yang baik itu baik, serta bersaksilah bahwa yang buruk itu buruk” (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath 6984, Al Baihaqi dalam Az Zuhd Al Kabir 1/22. dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 1/820).
Hadits 14
Dari Abu Bakrah Nafi bin Al Harits Ats Tsaqafi, Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَكرم سُلطانَ اللهِ أَكرمَه اللهُ ، ومَنْ أهانَ سُلطانَ اللهِ أهانه اللهُ
“Barangsiapa yang memuliakan penguasa, maka Allah akan memuliakan dia. Barangsiapa yang menghinakan penguasa, maka Allah akan menghinakan dia” (HR. Tirmidzi no. 2224, Ahmad no. 20433, dihasankan Al Albani dalam Zhilalul Jannah Takhrij Kitabus Sunnah li Abi Ashim no. 1017).
Hadits 15
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
ثلاثة لا ينظر الله إليهم يوم القيامة ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم رجل كان له فضل ماء بالطريق فمنعه من بن السبيل ورجل بايع إماماً لا يبايعه إلا لدنيا فإن أعطاه منها رضي وإن لم يعطه منها سخط ورجل أقام سلعته بعد العصر فقال والله الذي لا إله غيره لقد أعطيت بها كذا وكذا فصدقه رجل ثم قرأ هذه الآية إن الذين يشترون بعهد الله وأيمانهم ثمنا قليلاً
“Ada tiga orang yang tidak dilihat Allah di hari kiamat, dan Allah tidak mensucikan mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih. Pertama, seorang yang punya kelebihan air di jalan, namun ia menahan air tersebut sehingga orang yang dalam perjalanan tidak bisa mengambilnya. Kedua, seorang yang berbaiat kepada pemimpin Muslim semata-mata karena perkara duniawi. Jika ia diberikan manfaat dunia, ia ridha. Jika tidak diberikan, ia pun benci. Ketika, orang yang menawarkan barang dagangannya setelah Ashar. Lalu ia berkata: “demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang haq kecuali Ia, sungguh aku telah membelinya sekian dan sekian”, kemudian ada orang yang tertarik membeli barang tersebut. Nabi kemudian membaca ayat (yang artinya): “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit” (QS. Al Imran: 77)” (HR. Bukhari no. 2230, Muslim no. 108).
Hadits 16
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
ثم إنها ستكون بعدي أثرة وأمور تنكرونها قالوا يا رسول الله كيف تأمر من أدرك منا ذلك قال تؤدون الحق الذي عليكم وتسألون الله الذي لكم
“Akan datang banyak kezaliman sepeninggalku. Dan perkara-perkara yang kalian ingkari”. Lalu para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah apa nasehatmu bagi orang yang mendapat masa itu?”. Lalu beliau bersabda: “Tunaikan kewajiban yang dibebankan kepada kalian, dan mintalah kepada Allah sesuatu yang baik untuk kalian” (HR. Muslim no. 1843).
Hadits 17
Dari Ubadah bin Shamit radhiallahu’anhu, ia berkata:
دعانا النبيُّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ فبايعناه، فقال فيما أخذ علينا : أن بايعنا على السمعِ والطاعةِ، في منشطِنا ومكرهِنا، وعسرِنا ويسرِنا وأثرةٍ علينا، وأن لا ننازعَ الأمرَ أهلَه، إلا أن تروا كُفرًا بَواحًا، عندكم من اللهِ فيه برهانٌ
“Nabi ﷺ pernah memanggil kami, kemudian membaiat kami. Ketika membaiat kami beliau mengucapkan poin-poin baiat yaitu: taat dan patuh kepada pemimpin, baik dalam perkara yang kami sukai ataupun perkara yang tidak kami sukai, baik dalam keadaan sulit maupun keadaan lapang, dan tidak melepaskan ketaatan dari orang yang berhak ditaati (pemimpin). Kecuali ketika kalian melihat kekufuran yang jelas, yang kalian punya buktinya di hadapan Allah” (HR. Bukhari no. 7056, Muslim no. 1709).
Hadits 18
Dari Ummul Hushain radhiallahu’anha, ia berkata:
حججت مع رسول الله حجة الوداع قالت فقال رسول الله قولا كثيرا ثم سمعته يقول إن أمر عليكم عبد حبشي مجدع أسود يقودكم بكتاب الله فاسمعوا له وأطيعوا
“Aku berhaji Wada’ bersama Rasulullah ﷺ. Ketika itu Rasulullah ﷺ bersabda tentang banyak hal. Diantaranya beliau mengatakan: “Walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak yang pincang dan hitam, ia memerintah dengan kitabullah, maka mendengar dan taatlah“” (HR. Muslim no. 1838).
✍🏼 Sebagian orang yang enggan taat, membangkang ataupun melakukan pemberontakan kepada ulil amri Muslim dengan dalih hadits ini. Yaitu mereka berdalil dengan mafhum mukhalafah dari يقودكم بكتاب الله (“ia memerintah dengan kitabullah“). Menurut mereka, berarti jika tidak memerintah dengan kitabullah, tidak wajib mendengar dan taat. Ini pemahaman keliru. Perkataan “yang memimpinmu dengan kitabullah” tidak bisa difahami bahwa syarat ulil amri itu harus berhukum dengan hukum Allah seratus persen. Karena pemimpin yang berhukum dengan hukum Allah seratus persen telah hilang semenjak sistem pemerintahan berubah menjadi sistem kerajaan dan bukan khilafah ala minhajin nubuwah.
✍🏼 Di zaman imam Ahmad bin Hambal ada para pemimpin yang berkeyakinan kufur dengan mengatakan bahwa Al Qur’an itu makhluk. Bahkan menyiksa dan membunuhi para ulama untuk mengikutinya. Namun imam Ahmad melarang untuk memberontak dengan berdasarkan hadits hadits yang melarang memberontak kepada ulil amri.
✍🏼 Kita lihat penjelasan para ulama :
Al Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan:
ما دام يقودنا بكتاب الله تعالى ، قال العلماء : معناه ما داموا متمسكين بالإسلام والدعاء إلى كتاب الله تعالى على أي حال كانوا في أنفسهم وأديانهم وأخلاقهم ، ولا يشق عليهم العصا ، بل إذا ظهرت منهم المنكرات وعظوا وذكروا
“-selama ia memerintah dengan Kitabullah-, para ulama menjelaskan maknanya: selama ia berpegang pada agama Islam dan menyeru pada Al Qur’an. Bagaimana pun keadaan diri mereka, keadaan agama mereka, keadaan akhlak mereka, tetap tidak boleh melepaskan ketaatan. Bahkan, walaupun nampak kemungkaran dari diri mereka. Maka hendaknya mereka dinasehati dan diingatkan.” (Syarah Shahih Muslim, 9/47).
As Sindi mengatakan :
وفي قوله يقودكم بكتاب الله اشاره الى أنه لا طاعة له فيما يخالف حكم الله
“Dalam sabda beliau "selama ia memerintah dengan Kitabullah" mengisyaratkan tidak bolehnya taat dalam perkara yang menyelisihi hukum Allah.” (Hasyiyah As Sindi, 7/154).
Dan masih banyak dalil-dalil dari hadits shahih yang lainnya.
Dalil Ijma Ulama'
✍🏼 Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan:
أجمع العلماء على وجوب طاعة الأمراء في غير معصية
“Para ulama ijma akan wajibnya taat kepada al umara' selama bukan dalam perkara maksiat.” (Syarah Shahih Muslim, 12/222). Beliau juga mengatakan:
وأما الخروج عليهم وقتالهم فحرام بإجماع المسلمين وإن كانوا فسقة ظالمين وقد تظاهرت الأحاديث بمعنى ما ذكرته وأجمع أهل السنة على أنه لا ينعزل السلطان بالفسق
“Adapun memberontak kepada ulil amri dan memerangi ulil amri, hukumnya haram berdasarkan ijma ulama. Walaupun ulil amri tersebut fasiq dan zalim. Hadits-hadits yang telah saya sebutkan sangat jelas dan ahlussunnah sudah sepakat tentang tidak bolehnya memberontak kepada penguasa yang fasiq.” (Syarah Shahih Muslim, 12/228).
✍🏼 Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan:
قال ابن بطال رحمه الله تعالى: في الحديث حجة في ترك الخروج على السلطان ولو جار وقد أجمع الفقهاء على وجوب طاعة السلطان المتغلب والجهاد معه وأن طاعته خير من الخروج عليه لما في ذلك من حقن الدماء وتسكين الدهماء. (فتح الباري ج13/ص7) والحافظ ابن حجر رحمه الله تعالى إذ لم يعقّب عليه دلّ على موافقته له وإقراره بهذا الإجماع.
“Ibnu Bathal mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat hujjah terhadap haramnya memberontak kepada as sulthon (penguasa Muslim) walaupun ia zhalim. Dan ulama telah ijma akan wajibnya taat kepada penguasa yang berhasil menguasai pemerintahan. Serta wajibnya berjihad bersama dia. Dan taat kepadanya lebih baik daripada memberontak. Karena taat kepadanya akan menjaga darah dan menstabilkan keamanan masyarakat.” (lihat Fathul Bari, 13/7).
✍🏼 Imam Abul Hasan Al Asy’ari mengatakan:
وأجمعوا – أي العلماء – على السمع والطاعة لأئمة المسلمين
“Para ulama ijma wajibnya mendengar dan taat kepada para pemimpin kaum Muslimin” (lihat Risalah ila Ahlits Tsughur, 296).
Kalam Para Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Terkait Kewajiban Taat Kepada Umara'
✍🏼 Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu Ta’ala berkata,
وَالسَّمْعُ وَالطَّاعَةُ لِلْأَئِمَّةِ وَأَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ الْبَرِّ وَالْفَاجِرِ , وَمَنْ وَلِيَ الْخِلَافَةَ فَاجْتَمَعَ النَّاسُ عَلَيْهِ وَرَضُوا بِهِ. وَمَنْ غَلَبَهُمْ بِالسَّيْفِ حَتَّى صَارَ خَلِيفَةً وَسُمِّيَ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ.
“Wajib mendengar dan taat kepada imam dan amirul mukminin, baik pemimpin tersebut adalah pemimpin yang baik atau pemimpin yang jahat (fajir). Siapa saja yang memegang kepemimpinan (khilafah), manusia pun bersepakat dan meridhai, (maka wajib ditaati). Atau siapa saja yang berhasil mengalahkan (pemimpin sebelumnya yang sah, pen.) dengan pedang sehingga berhasil diangkat sebagai khalifah dan disebut sebagai amirul mukminin, (maka wajib untuk ditaati).” (Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlus Sunnah li Laalikaai, 1/161)
✍🏼 Imam Ath Thahawi rahimahullah mengatakan:
ولا نرى الخروج على أئمتنا وولاة أمورنا وإن جاروا ولا ندعوا عليهم ولا ننزع يداً من طاعتهم ونرى طاعتهم من طاعة الله فريضة ما لم يأمروا بمعصية وندعوا لهم بالصلاح والمعافاة
“Kami berpandangan tidak diperbolehkan memberontak pada para imam dan ulil amri walaupun mereka zalim. Dan tidak boleh mendoakan keburukan atas mereka. Dan tidak boleh melepaskan ketaatan dari mereka. Dan kami berpendapat bahwa taat kepada ulil amri merupakan bentuk taat kepada Allah dan hukumnya wajib. Selama bukan dalam perkara maksiat. Dan kita hendaknya mendoakan kebaikan dan kesehatan kepada ulil amri” (Matan Al Aqidah Ath Thahawiyah).
✍🏼 Imam Al Barbahari rahimahullah mengatakan:
من خرج على إمام من أئمة المسلمين فهو خارجي قد شق عصا المسلمين وخالف الآثار وميتته ميتة جاهلية ، ولا يحل قتال السلطان ولا الخروج عليه وإن جار
“Orang yang memberontak kepada pemimpin kaum Muslimin, maka ia adalah seorang Khawarij yang telah merusak tonggak Islam dan menyelisihi atsar dan jika ia mati, ia mati jahiliyyah. Dan tidak halal memerangi penguasa, dan juga tidak boleh memberontak walaupun penguasa tersebut zalim.” (lihat Matan Syarhus Sunnah).
✍🏼 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu Ta’ala berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَمَرَ بِطَاعَةِ الْأَئِمَّةِ الْمَوْجُودِينَ الْمَعْلُومِينَ الَّذِينَ لَهُمْ سُلْطَانٌ يَقْدِرُونَ بِهِ عَلَى سِيَاسَةِ النَّاسِ لَا بِطَاعَةِ مَعْدُومٍ وَلَا مَجْهُولٍ، وَلَا مَنْ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ، وَلَا قُدْرَةٌ (9) عَلَى شَيْءٍ أَصْلًا
“Sesungguhnya Nabi ﷺ memerintahkan untuk mentaati pemimpin yang diketahui keberadaannya dan diketahui (siapakah dia orangnya), yaitu yang memiliki kekuasaan (power) untuk mengatur urusan manusia. Beliau ﷺ tidak memerintahkan untuk mentaati ulil amri yang wujudnya saja tidak ada, atau tidak diketahui (siapakah dia dan di manakah keberadannya), dan juga tidak memiliki kekuasaan dan power sama sekali.” (lihat Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah, 1/115)
✍🏼 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata:
الصبر على جور الأئمة أصل من أصول أهل السُنة والجماعة
“Sabar terhadap kezhaliman penguasa adalah salah satu pokok Ahlussunnah wal Jama’ah” (lihat Majmu’ Al Fatawa, 28/179).
✍🏼 Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di berkata :
ثم أمر بطاعته وطاعة رسوله وذلك بامتثال أمرهما، الواجب والمستحب، واجتناب نهيهما. وأمر بطاعة أولي الأمر وهم: الولاة على الناس، من الأمراء والحكام والمفتين، فإنه لا يستقيم للناس أمر دينهم ودنياهم إلا بطاعتهم والانقياد لهم، طاعة لله ورغبة فيما عنده، ولكن بشرط ألا يأمروا بمعصية الله، فإن أمروا بذلك فلا طاعة لمخلوق في معصية الخالق. ولعل هذا هو السر في حذف الفعل عند الأمر بطاعتهم وذكره مع طاعة الرسول، فإن الرسول لا يأمر إلا بطاعة الله، ومن يطعه فقد أطاع الله، وأما أولو الأمر فشرط الأمر بطاعتهم أن لا يكون معصية.
"59. Kemudian Allah memerintahkan untuk taat kepadaNya dan taat kepada RasulNya, yaitu dengan melaksanakan perintah keduanya yang wajib dan yang Sunnah, serta menjauhi larangan keduanya. Allah juga memerintahkan untuk taat kepada ulil amri (para pemimpin), mereka itu adalah orang-orang yang memegang kekuasaan atas manusia, yaitu para penguasa, para hakim, dan para ahli fatwa (mufti), sesungguhnya tidaklah akan berjalan baik urusan agama dan dunia manusia kecuali dengan taat dan tunduk kepada mereka, sebagai suatu tindakan ketaatan kepada Allah dan mengharap apa yang ada di sisiNya, akan tetapi dengan syarat bila mereka tidak memerintahkan kepada kemaksiatan kepada Allah, dan bila mereka memerintahkan kepada kemaksiatan kepada Allah, maka tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah. Dan bisa jadi inilah rahasia dari dihilangkannya kata kerja “taat” pada perintah taat kepada mereka dan penyebutannya bersama dengan taat kepada Rasul, karena sesungguhnya Rasul tidaklah memerintahkan kecuali ketaatan kepada Allah, dan barangsiapa yang taat kepadanya, sesungguhnya ia telah taat kepada Allah, adapun para pemimipin, maka syarat taat kepada mereka adalah bahwa apa yang diperintahkan bukanlah suatu kemaksiatan." (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman QS. An Nisa' : 59)
✍🏼 Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan:
ليس من منهج السلف التشهير بعيوب الولاة وذكر ذلك على المنابر لأن ذلك يفضي إلى الفوضى وعدم السمع والطاعة في المعروف ، ويفضي إلى الخوض الذي يضر ولا ينفع ، ولكن الطريقة المتبعة عند السلف النصيحة فيما بينهم وبين السلطان ، والكتابة إليه ، أو الاتصال بالعلماء الذين يتصلون به حتى يوجه إلى الخير
“Bukan termasuk manhaj salaf, menyebarkan aib-aib pemerintah dan menyebutkannya di mimbar-mimbar. Karena hal ini akan membawa pada chaos (kekacauan) dan akan hilangnya ketaatan pada pemerintah dalam perkara-perkara yang baik. Dan akan membawa kepada perdebatan yang bisa membahayakan dan tidak bermanfaat. Adapun metode yang digunakan para salaf adalah dengan menasehati penguasa secara privat. Dan menulis surat kepada mereka. Atau melalui para ulama yang bisa menyampaikan nasehat kepada mereka, hingga mereka bisa diarahkan kepada kebaikan” (lihat Majmu Fatawa wal Maqalat Mutanawwi’ah, 8/194).
Pengertian "Imam" Sebagai Ulil Amri Menurut Ahlus Sunnah
Imam atau ulil amri menurut Ahlus Sunnah adalah siapa saja yang bisa mewujudkan maksud kepemimpinan dan kekuasaan. Maksudnya, dia memiliki power dan kekuasaan, sehingga dia memaksa orang lain untuk mentaatinya dan mentaati perintahnya, serta untuk melaksanakan keputusan-keputusannya. Juga terwujud dengannya maslahat banyak orang, dan juga tugas-tugas kepemimpinan yang lain.
Dalam riwayat Ishaq bin Manshur rahimahullah, Imam Ahmad rahimahullahu Ta’ala ditanya tentang hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ لَهُ إِمَامٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa yang mati dalam kondisi tidak memiliki imam, maka dia mati sebagaimana matinya orang-orang jahiliyyah.”
(Imam Ahmad ditanya), apa makna hadits tersebut?”
Imam Ahmad rahimahullahu Ta’ala berkata,
تَدْرِي مَا الْإِمَامُ؟ الْإِمَامُ الَّذِي يُجْمِعُ عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ، كُلُّهُمْ يَقُولُ: هَذَا إِمَامٌ؛ فَهَذَا مَعْنَاهُ
“Tahukah kalian, siapakah imam itu? Imam adalah orang disepakati oleh kaum muslimin (untuk diangkat sebagai imam), semua mereka mengatakan, “Inilah imam (pemimpin) kami.” Inilah makna hadits tersebut.” (lihat Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah, 1/527)
Maka pemimpin adalah siapa saja yang ketika masyarakat (rakyat) ditanya, “Siapakah pemimpin kalian?” Maka rakyat siapa pun dia akan menyebut nama tertentu, semua orang mengetahui dan mengakui dia adalah seorang pemimpin.
Dalil Wajibnya Taat Kepada Al Umara' Walau Tidak Berhukum Dengan Hukum Allah
Nabi ﷺ mengabarkan akan adanya pemimpin yang tidak berhukum dengan hukum Allah. Beliau bersabda:
يكون بعدي أئمة لا يهتدون بهداي ولا يستنون بسنتي وسيقوم فيهم رجال قلوبهم قلوب الشياطين في جثمان إنس
قلت كيف أصنع يا رسول الله إن أدركت ذلك? قال تسمع وتطيع للأمير وإن ضرب ظهرك وأخذ مالك فاسمع وأطع
“Nanti setelah aku akan ada aimah (pemimpin-pemimpin) yang tidak mengambil petunjukku dan tidak pula melaksanakan sunnahku. Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati syaithan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada amir (pemimpinmu), walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka” (HR. Muslim no. 1847).
1. Hadits ini tegas menunjukkan bahwa walupun mereka tidak mengambil petunjuk nabi dan sunnahnya, tetap harus ditaati dalam hal yang ma’ruf. Ini sebagai bantahan terhadap orang yang mengatakan bahwa bila pemimpin itu berhukum dengan selain hukum Allah maka tidak disebut ulil amri.
2. Perkataan “yang memimpinmu dengan kitabullah” dalam hadits lain tidak bisa difahami bahwa syarat ulil amri itu harus berhukum dengan hukum Allah seratus persen. Karena pemimpin yang berhukum dengan hukum Allah seratus persen telah hilang semenjak sistem pemerintahan berubah menjadi sistem kerajaan dan bukan khilafah ala minhajin nubuwah.
3. Di zaman imam Ahmad bin Hambal ada para pemimpin yang berkeyakinan kufur dengan mengatakan bahwa Al Qur’an itu makhluk. Bahkan menyiksa dan membunuhi para ulama untuk mengikutinya. Namun imam Ahmad melarang untuk memberontak dengan berdasarkan hadits hadits yang melarang memberontak kepada ulil amri.
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.