Rabu, 21 Juni 2023

Awal Bulan (Hilal), Lailatul Qodr, Idul Fithr, Hari 'Arofah, Dan Idul Adha Itu Yang Benar Hanya 1 Hari (Tidak Berbilang)


Awal Bulan (Hilal), Lailatul Qodr, Idul Fithr, Hari 'Arofah, Dan Idul Adha Itu Yang Benar Hanya 1 Hari (Tidak Berbilang)

     Puasa itu bukan ibadah jama'i sebagaimana dzikir setelah sholat bukan ibadah jama'i. Puasa bisa dikerjakan sendiri-sendiri walau tanpa imam atau tidak bersama penguasa. Yang menjadi tolok ukur adalah hilal telah terlihat. Ini pendapat jumhur dan yang lebih kuat.

     Silahkan dibaca tulisan "Puasa Bukan Ibadah Jama'i (Sebagaimana Dzikir Ba'da Sholat) Berpuasalah Jika Kalian Melihat Hilal Dan Kerjakan Sholat 'Id Berjamaah Bersama Umara'" di https://teguhakhirblora.blogspot.com/2023/03/blog-post.html?m=1
dan https://teguhakhirblora.blogspot.com/2023/04/taati-penguasa-dalam-tujuh-perkara.html?m=1

     Adapun terkait sholat Jum'at dan sholat 'Id maka hendaknya dikerjakan di belakang umaro' untuk menjaga persatuan kaum muslimin di sebuah negeri.

Bagaimana Jika Umara' Tidak Mengadakan Sholat Tepat Pada Waktunya?

     Insya Allah kita bisa mengerjakan sholat sendiri di rumah kemudian ikut sholat jama'ah ma'al umaro' sebahai nafilah untuk menjaga persatuan ummat.

عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ: كَيْفَ أَنْتَ، إِذَا كَانَتْ عَلَيْكَ أُمَرَاءُ يُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ وَقْتِهَا، أَوْ يُمِيتُونَ الصَّلَاةَ عَنْ وَقْتِهَا؟ قَالَ: قُلْتُ: فَمَا تَأْمُرُنِي؟ قَالَ: صَلِّ الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا، فَإِنْ أَدْرَكْتَهَا مَعَهُمْ، فَصَلِّ، فَإِنَّهَا لَكَ نَافِلَةٌ

Dari Abu Dzarr, ia berkata : Telah bersabda kepadaku Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Bagaimana pendapatmu jika engkau dipimpin oleh para penguasa yang suka mengakhirkan shalat dari waktunya, atau meninggalkan shalat dari waktunya?”. Abu Dzarr berkata : “Aku berkata : ‘Lantas apa yang engkau perintahkan kepadaku?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Lakukanlah shalat tepat pada waktunya. Apabila engkau mendapati shalat bersama mereka, maka shalatlah (bersamanya). Sesungguhnya ia dihitung bagimu sebagai shalat naafilah (sunnah).” (HR. Muslim)

     An-Nawawiy rahimahullah berkata :

وَفِيهِ : أَنَّ الْإِمَام إِذَا أَخَّرَهَا عَنْ أَوَّل وَقْتهَا يُسْتَحَبّ لِلْمَأْمُومِ أَنْ يُصَلِّيهَا فِي أَوَّل الْوَقْت مُنْفَرِدًا ، ثُمَّ يُصَلِّيهَا مَعَ الْإِمَام فَيَجْمَع فَضِيلَتَيْ أَوَّل الْوَقْت وَالْجَمَاعَة

“Dalam hadits tersebut terdapat dalil bahwa apabila imam mengakhirkan shalat dari awal waktunya, disunnahkan bagi makmum untuk mengerjakan shalat di rumah pada awal waktunya sendirian (munfarid), kemudian setelah itu shalat bersama imam sehingga ia mengumpulkan dua keutamaan, yaitu awal waktu dan jama’ah” (lihat Syarh Shahiih Muslim, 5/148).

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين


Ilmu Nafi', Mengamalkan Ilmu, Mendakwahkan Dan Bersabar "Menjadi Umat Terbaik Dengan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar"










Ilmu Nafi', Mengamalkan Ilmu, Mendakwahkan Dan Bersabar
"Menjadi Umat Terbaik Dengan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar"


Muqodimah Al-Ushul Ats-Tsalatsah

     Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata :

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. اعْلمْ رَحِمَكَ اللهُ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْنَا تَعَلُّمُ أَرْبَعِ مَسَائِلَ
(الأُولَى) الْعِلْمُ وَهُوَ مَعْرِفَةُ اللهِ، وَمَعْرِفَةُ نَبِيِّهِ، وَمَعْرِفَةُ دِيْنِ الْإِسْلَامِ بِالْأَدِلَّة.
(الثَّانِيَة) الْعَمَلُ بِهِ.
(الثَّالِثَة) الدَّعْوَةُ إِلَيْهِ.
(الرَّابِعَةُ) الصَّبْرُ عَلَى الأَذَى فِيهِ، وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
وَالْعَصْرِ – إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ – إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.
قال الشافعي رحمه اله تَعَالَى: لَوْ مَا أَنْزَلَ اللهُ حُجَّةً عَلَى خَلْقِهِ إِلا هَذِهِ السُّورَةَ لَكَفَتْهُمْ.
وَقَالَ البُخَارِيُّ رحمه الله تعالى (بَابُ) ” العِلْمُ قَبْلَ القَوْلِ وَالْعَمَلِ، وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: {فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ}
فَبَدَأَ بِالْعِلْمِ قَبْلَ القَوْلِ وَالعَمَلِ.

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ketahuilah semoga Allah merahmatimu sesungguhnya wajib bagi kita untuk mempelajari empat perkara:
Pertama adalah ilmu, yaitu mengenal Allah , mengenal nabi-Nya dan mengenal agama Islam dengan dalil-dalinya.
Kedua adalah beramal dengan ilmu tersebut.
Ketiga adalah berdakwah kepada apa yang telah diilmuinya.
Keempat adalah bersabar dalam gangguan yang menimpa tatkala berdakwah di jalan Allah .
Adapun dalilnya adalah firman Allah ,
Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, ‘Seandainya Allah tidak menurunkan bagi manusia satu argumentasi pun selain ayat ini, maka sudah cukup bagi mereka’.
Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata, ‘Bab tentang ilmu sebelum berkata dan beramal’ dan dalilnya adalah firman Allah ,
“Ketahuilah bahwa tidak ada Ilah yang patut untuk disembah kecuali Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
Maka, Allah  memulai dengan ilmu sebelum perkataan dan perbuatan.”



Ilmu Nafi' (Ilmu Yang Bermanfaat)


     Ilmu mencakup tiga perkara, di antaranya adalah : (1) mengenal Allah (مَعْرِفَةُ اللهِ), (2) mengenal Nabi Muhammad (وَمَعْرِفَةُ نَبِيِّهِ), (3) mengenal agama Islam (وَمَعْرِفَةُ دِيْنِ الْإِسْلَامِ) dengan dalil (بِالْأَدِلَّة) artinya untuk mengetahui segala ilmu tersebut harus dengan dalil.

     Ilmu adalah ibadah yang sangat agung. Karena seseorang itu tidak bisa taqwa kecuali dengan ilmu.  Terdapat banyak dalil yang menjelaskan tentang agungnya ilmu, baik di dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi Muhammad ﷺ, sebagaimana hal itu dibahas dalam bab keutamaan ilmu. Di dalam surat az-Zumar ayat 9 Allah berfirman :

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ ۗ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِ

“Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran." Selanjutnya dalam surat Fathir ayat 28 Allah berfirman :

اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤا

“Hanya saja yang takut kepada Allah dari sekian hamba-Nya adalah ulama,”

     Tatkala kita belajar, kita harus sadar bahwasanya menuntut ilmu itu ibadah.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah bersabda‘Mencari ilmu kewajiban atas setiap orang Islam.” (HR. Ibnu Majah)

     Untuk mendapar ilmu nafi' bisa dilakukan dengan banyak cara diantaranya dengan berdoa minta kepada Allah, mengamalkan ilmu sehingga Allah akan menambah ilmu ataupun dengan berguru ataupun menempuh jalan mencari ilmu. Rasulullah bersabda :

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)

     Termasuk menempuh jalan mencari ilmu ialah menempuh jalan hakiki yaitu berjalan kaki menghadiri majelis para ulama dan menempuh jalan maknawi (abstrak) yang menyebabkan seseorang mendapatkan ilmu seperti mebghafalnya, mempelajarinya, mendiskusikannya, menulisnya, memahaminya dan jalan-jalan abstrak lainnya yang menyebabkan seseorang mendapatkan ilmu. (lihat Jami'ul Ulum Wal Hikam syarh hadits ke-36)



Mengamalkan Ilmu (Amal Sholih)


     Setelah seseorang memiliki ilmu, maka hendaknya dia mengamalkannya. Karena buah dari ilmu adalah amal sholih. Sejatinya ada dua kelompok yang tercela, yaitu :
(1) "orang-orang yang tersesat’"  (الضَّالَّيْن) yaitu orang-orang Nasrani, di mana mereka beramal tanpa ilmu, sehingga mereka menjadi orang-orang yang tersesat.
(2) "orang-orang yang dimurkai" (الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِم) yaitu orang-orang Yahudi, di mana mereka berilmu tapi tidak beramal, sehingga mereka menjadi golongan yang dimurkai oleh Allah ﷻ.

     Kedua kelompok ini adalah kelompok tercela. Oleh karenanya, barang siapa yang semangat beribadah tanpa ilmu, maka dia tidak jauh berbeda dengan orang-orang Nasrani. Sebaliknya barangsiapa yang memiliki ilmu tapi tidak diamalkan, maka dia seperti orang-orang Yahudi.

     Semoga kita terlindungi dari bahayanya belajar agama namun enggan mengamalkan ilmu tersebut.  Dari Usamah bin Zaid, Nabi bersabda :

يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِى النَّارِ ، فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِى النَّارِ ، فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ ، فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ ، فَيَقُولُونَ أَىْ فُلاَنُ ، مَا شَأْنُكَ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ قَالَ كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلاَ آتِيهِ ، وَأَنْهَاكُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ

“Ada seseorang yang didatangkan pada hari kiamat lantas ia dilemparkan dalam neraka. Usus-ususnya pun terburai di dalam neraka. Lalu dia berputar-putar seperti keledai memutari penggilingannya. Lantas penghuni neraka berkumpul di sekitarnya lalu mereka bertanya, “Wahai fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu dahulu yang memerintahkan kami kepada yang kebaikan dan yang melarang kami dari kemungkaran?” Dia menjawab, “Memang betul, aku dulu memerintahkan kalian kepada kebaikan tetapi aku sendiri tidak mengerjakannya. Dan aku dulu melarang kalian dari kemungkaran tapi aku sendiri yang mengerjakannya.” (HR. Bukhari no. 3267 dan Muslim no. 2989)

     Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata :

من تعلم علما لم يعمل به لم يزده إلا كبرا

“Siapa yang belajar ilmu (agama) lantas ia tidak mengamalkannya, maka hanya kesombongan pada dirinya yang terus bertambah.” (Disebutkan oleh Imam Adz Dzahabi dalam Al Kabair, hal. 75)



Mendakwahkan Ilmu Dengan Amar Ma'ruf Nahi Munkar


     Barang siapa yang telah berilmu dan mengamalkan ilmunya, maka hendaknya dia mendakwahkannya. Karena konsekuensi dari ilmu dan amal adalah mendakwahkan, agar orang lain pun tahu akan indahnya ilmu dan amal yang merupakan sumber kebahagiaan di dunia dan akhirat. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً

“Sampaikanlah dariku meskipun satu ayat." (HR. Bukhari no. 3461.)

     Adapun ayat yang memotivasi untuk berdakwah adalah firman Allah :

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushshilat: 33).

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚعَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖوَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf: 108). Berdakwah di atas bashirah dalam ayat ini maksudnya adalah berdakwah dengan ilmu dengan mengetahui: (1) syariat, (2) keadaan orang yang didakwahi, (3) cara untuk mencapai tujuan.

     Mengenai besarnya pahalanya disebutkan dalam hadits :

فَوَاللَّهِ لأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

“Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah.” (HR. Bukhari, no. 2942 dan Muslim, no. 2406, dari Sahl bin Sa’ad)

     Luqman al-Hakim memberi nasihat kepada anaknya adalah sebagaimana firman Allah ﷻ :

وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (QS. Luqman: 17)



Bersabar

     Allah Ta'ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung." (QS.Ali ‘Imran : 200)

     Sabar ada tiga macam:
(1) Sabar dalam ketaatan kepada Allah dengan dilaksanakan.
(2) Sabar dalam maksiat dengan menjauhi maksiat.
(3) Sabar dalam menghadapi taqdir Allah.

     Ketahuilah bahwa orang yang mendakwahkan ilmu atau memerintahkan pada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar termasuk mujahid di jalan Allah. Jika dirinya disakiti atau hartanya dizholimi, hendaklah ia bersabar dan mengharap pahala di sisi Allah. Sebagaimana hal inilah yang harus dilakukan seorang mujahid pada jiwa dan hartanya. Hendaklah ia melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar dalam rangka ibadah dan taat kepada Allah serta mengharap keselamatan dari siksa Allah, juga ingin menjadikan orang lain baik. Janganlah ia melakukan amar ma’ruf nahi mungkar untuk tujuan mencari kedudukan mulia atau kekuasaan. Janganlah ia melakukannya karena bermusuhan atau benci di hatinya pada orang yang diajak amar ma’ruf nahi mungkar ataupun dengan tujuan semisal ini.

     Hendaknya orang yang mendakwahkan ilmunya selalu bersabar.  Keempat perkara (berilmu, mengamalkan ilmu, berdakwah, dan bersabar) terkumpul di dalam surah Al-‘Ashr. Allah ﷻ berfirman :

وَالْعَصْرِ – إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ – إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)

     Karena dalam dakwah pada umumnya selalu ada tantangan dan gangguan, maka jadikan ayat berikut sebagai renungan :

وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَىٰ مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّىٰ أَتَاهُمْ نَصْرُنَا ۚ

“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka.” (QS. Al-An’am: 34)
    


Menjadi Umat Terbaik Dengan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Dan Beriman Kepada Allah


     Allah Ta’ala berfirman :

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110)

     Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

يُخْبِرُ تَعَالَى عَنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ الْمُحَمَّدِيَّةِ بِأَنَّهُمْ خَيْرُ الْأُمَمِ فَقَالَ: ﴿كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ﴾ .
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ مَيْسَرة، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: ﴿كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ﴾ قَالَ: خَيْرَ النَّاسِ لِلنَّاسِ، تَأْتُونَ(١) بِهِمْ فِي السَّلَاسِلِ فِي أَعْنَاقِهِمْ حَتَّى يَدْخُلُوا فِي الْإِسْلَامِ(٢) .
وَهَكَذَا قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ، ومُجاهد، وعِكْرِمة، وعَطاء، وَالرَّبِيعُ بْنُ أَنَسٍ، وَعَطِيَّةُ العَوْفيّ: ﴿كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ﴾ يَعْنِي: خَيْرَ النَّاسِ لِلنَّاسِ.
وَالْمَعْنَى: أَنَّهُمْ خَيْرُ الْأُمَمِ وَأَنْفَعُ النَّاسِ لِلنَّاسِ؛ وَلِهَذَا قَالَ: ﴿تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ(٣) بِاللَّهِ﴾
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ سِماك، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَيرة عن زوج [ذُرّةَ](٤) بِنْتِ أَبِي لَهَب، [عَنْ دُرَّةَ بِنْتِ أَبِي لَهَبٍ](٥) قَالَتْ: قَامَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ؟ فَقَالَ: "خَيْرُ النَّاسِ أقْرَؤهُمْ وَأَتْقَاهُمْ للهِ، وآمَرُهُمْ بِالمعروفِ، وأنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ"(٦) .

     "Allah memberitahukan kepada umat Nabi Muhammad bahwa mereka adalah sebaik-baik umat. Untuk itu Allah berfirman : {كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ}"Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia." (QS. Ali Imran: 110)
     Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, dari Sufyan ibnu Maisarah, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah sehubungan dengan firman-Nya: "Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia." (QS. Ali Imran: 110) Abu Hurairah mengatakan, makna yang dimaksud ialah sebaik-baik manusia untuk umat manusia, kalian datang membawa mereka dalam keadaan terbelenggu pada lehernya dengan rantai, selanjutnya mereka masuk Islam.
     Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Atiyyah Al-Aufi, Ikrimah, Ata, dan Ar-Rabi' ibnu Anas. "Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia." (QS. Ali Imran: 110), Yakni umat yang terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia.
     Dengan kata lain, mereka adalah sebaik-baik umat dan manusia yang paling bermanfaat buat umat manusia. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:

{تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ}

"menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali Imran: 110)

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ سِماك، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَيرة عن زوج [ذُرّةَ] بِنْتِ أَبِي لَهَب، [عَنْ دُرَّةَ بِنْتِ أَبِي لَهَبٍ] قَالَتْ: قَامَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ؟ فَقَالَ: "خَيْرُ النَّاسِ أقْرَؤهُمْ وَأَتْقَاهُمْ للهِ، وآمَرُهُمْ بِالمعروفِ، وأنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ"

     Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Sammak, dari Abdullah ibnu Umairah, dari Durrah binti Abu Lahab yang menceritakan: Seorang lelaki berdiri menunjukkan dirinya kepada Nabi yang saat itu berada di atas mimbar, lalu lelaki itu bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang terbaik?" Nabi menjawab, "Manusia yang terbaik ialah yang paling pandai membaca Al-Qur'an dan paling bertakwa di antara mereka kepada Allah, serta paling gencar dalam melakukan amar makruf dan nahi munkar terhadap mereka, dan paling gemar di antara mereka dalam bersilaturahmi."
(lihat Tafsir Ibnu Katsir)

     Sebaliknya apabila amar makruf nahi munkar ditinggalkan bisa menjadi sebab mendapat laknat Allah. Allah berfirman :

لُعِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ عَلٰى لِسَانِ دَاوٗدَ وَعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۗذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ كَانُوْا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُّنْكَرٍ فَعَلُوْهُۗ لَبِئْسَ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ 

"Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat dengan lisan Dawud dan Isa putera Maryam. Hal itu disebabkan mereka durhaka (bermaksiat) dan selalu melampauhi batas. Mereka satu sama lain senantiasa tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat, sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu." (QS. Al-Maidah : 78-79)

     Rasulullah ﷺ bersabda :

مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا ، فَكَانَ الَّذِينَ فِى أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِى نَصِيبِنَا خَرْقًا ، وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا . فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا

“Perumpamaan orang yang menjaga larangan-larangan Allah dan orang yang terjatuh di dalamnya adalah seperti suatu kaum yang sedang mengundi untuk mendapatkan tempat mereka masing-masing di dalam kapal. Sebagian mendapat tempat di bagian atas kapal dan sebagian lainnya mendapat di bagian bawah.  Orang-orang yang berada di bawah jika ingin mendapatkan air minum mereka melewati orang-orang yang ada di atas. Mereka (yang ada di bawah) berkata: “Andaikata kita melubangi perahu ini untuk mendapatkan air minum, maka kita tidak akan mengganggu mereka yang ada di atas”. Jika orang-orang yang ada di atas membiarkan perbuatan dan keinginan orang-orang yang ada di bawah (yaitu melubangi kapal), maka mereka semua akan tenggelam." (HR Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)

   



Rabu, 07 Juni 2023

Pakaian Nabi Dan Para Shahabat - Macam Pakaian Seorang Muslim





 

Pakaian Nabi Dan Para Shahabat - Macam Pakaian Seorang Muslim

 
صحيح البخاري ٣٥٢: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ عَنْ الصَّلَاةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ فَقَالَ أَوَكُلُّكُمْ يَجِدُ ثَوْبَيْنِ ثُمَّ سَأَلَ رَجُلٌ عُمَرَ فَقَالَ إِذَا وَسَّعَ اللَّهُ فَأَوْسِعُوا جَمَعَ رَجُلٌ عَلَيْهِ ثِيَابَهُ صَلَّى رَجُلٌ فِي إِزَارٍ وَرِدَاءٍ فِي إِزَارٍ وَقَمِيصٍ فِي إِزَارٍ وَقَبَاءٍ فِي سَرَاوِيلَ وَرِدَاءٍ فِي سَرَاوِيلَ وَقَمِيصٍ فِي سَرَاوِيلَ وَقَبَاءٍ فِي تُبَّانٍ وَقَبَاءٍ فِي تُبَّانٍ وَقَمِيصٍ قَالَ وَأَحْسِبُهُ قَالَ فِي تُبَّانٍ وَرِدَاءٍ

     "Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata: telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Muhammad dari Abu Hurairah berkata: Seorang laki-laki (Ibnu Mas'ud) datang dan bertanya kepada Rasulullah tentang shalat dengan menggunakan satu lembar baju. Maka Rasulullah pun bersabda: "Apakah setiap kalian memiliki dua helai baju?" Kemudian ada seseorang bertanya kepada 'Umar, lalu ia menjawab: "Jika Allah memberi kelapangan (kemudahan), maka pergunakanlah." Bila seseorang memiliki banyak pakaian, maka dia shalat dengan pakaiannya itu. Ada yang shalat dengan memakai izar dan rida' (selendang besar), ada yang memakai kain dan qamish (gamis/jubah laki-laki), ada yang memakai izar/kain dan qaba' (sejenis baju), ada yang memakai sirwal (celana longgar) dan rida', ada yang memakai sirwal dan qamish, ada yang memakai sirwal dan qaba' (sejenis baju), ada yang memakai tubban (celana pendek yang nutup aurat) dan rida', ada yang memakai tubban (celana pendek yang nutup aurat) dan qamish (gamis/jubah)." Abu Hurairah berkata: "Menurutku 'Umar mengatakan: "Dan ada yang memakai tubban (celana pendek yang nutup aurat) dan rida'." (HR. Al Bukhari)

صحيح البخاري ٣٥٣: حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ فَقَالَ لَا يَلْبَسُ الْقَمِيصَ وَلَا السَّرَاوِيلَ وَلَا الْبُرْنُسَ وَلَا ثَوْبًا مَسَّهُ الزَّعْفَرَانُ وَلَا وَرْسٌ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ الْخُفَّيْنِ وَلْيَقْطَعْهُمَا حَتَّى يَكُونَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ وَعَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ

Shahih Bukhari 353: Telah menceritakan kepada kami 'Ashim bin 'Ali berkata: telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi'b dari Az Zuhri dari Salim dari Ibnu 'Umar berkata: Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah : "Apa yang harus dikenakan oleh seseorang saat ihram?" Rasulullah menjawab : "Dia tidak boleh mengenakan baju, sirwal (celana tidak ketat), jubah burnus (mantel) dan tidak boleh pula pakaian yang diberi minyak wangi atau wewangian dari daun tumbuhan. Dan siapa yang tidak memiliki sandal, ia boleh mengenakan khuf (sepatu) tapi hendaklah dipotong hingga berada dibawah mata kaki." Dan dari Nafi' dari Ibnu 'Umar dari Nabi seperti ini juga. (HR. Al Bukhari)

     Di antara hadits yang menyebutkan tentang 'imamah (sorban) dan khuf. Amr bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu berkata ketika menjelaskan tata cara wudhu Nabi :

رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى عِمَامَتِهِ وَخُفَّيْهِ

“Aku melihat Nabi mengusap sorban dan dua buah khuff (sepatu) beliau.” (HR. Bukhari no. 205)

     Jika sebagian kepala beliau tidak tertutup sorban, maka Nabi mengusap imamah dan bagian kepala yang tidak tertutup sorban tersebut. Mughiroh bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu berkata,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ، وَعَلَى الْعِمَامَةِ وَعَلَى الْخُفَّيْنِ

“Sesungguhnya Nabi berwudhu, maka beliau mengusap ‘an-nashiyah’, (mengusap) imamah dan dua buah khuff (sepatu) beliau.” (HR. Muslim no. 247). Yang dimaksud dengan ‘an-nashiyah’ adalah rambut yang tumbuh di bagian depan dahi. Wa Allahu a'lam.


Larangan Berpakaian Tasyabuh Ahlul Kitab Dan Orang Kafir

     Rasulullah memerintahkan menggunakan sirwal (celana) dan izar (sarung) agar berbeda dengan ahli kitab. Dalam hadits di Musnad Imam Ahmad dari Abu Umamah Rodhiyallohu ‘Anhu, dimana beliau berkata:

خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَشْيَخَةٍ مِنَ الْأَنْصَارٍ بِيضٌ لِحَاهُمْ فَقَالَ: يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ حَمِّرُوا وَصَفِّرُوا، وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ. قَالَ: فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَتَسَرْوَلَونَ وَلْا يَأْتَزِرُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَسَرْوَلُوا وَائْتَزِرُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ. قَالَ: فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَتَخَفَّفُونَ وَلَا يَنْتَعِلُونَ. قَالَ: فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَتَخَفَّفُوا وَانْتَعِلُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ “. قَالَ: فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَقُصُّونَ عَثَانِينَهُمْ وَيُوَفِّرُونَ سِبَالَهُمْ. قَالَ: فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قُصُّوا سِبَالَكُمْ وَوَفِّرُوا عَثَانِينَكُمْ وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ

     “Rosulullah  keluar kepada para orang tua dari kalangan Anshor yang jenggot mereka telah memutih. Maka beliau berkata: “Wahai segenap Anshor, (semirlah dengan) merah dan kuning, serta selisihilah ahlul kitab”.
Abu Hurairoh berkata: Kami katakan: “Wahai Rosulullah sesungguhnya Ahlul kitab memakai sirwal namun tidak memakai sarung. Maka Rosulullah mengatakan: “Pakailah sirwal dan sarung serta selisihilah Ahlul kitab”.
Abu Hurairoh berkata: Kami katakan: “Wahai Rosulullah sesungguhnya Ahlul kitab memakai khuf (alas kaki yang menutupi mata kaki) dan tidak memakai sandal. Maka Nabi  mengatakan: “Pakailah khuf dan sandal kalian, serta selisihilah Ahlul kitab”.
Abu Hurairoh berkata: Kami katakan: “Wahai Rosulullah sesungguhnya Ahlul kitab memotong jenggot mereka dan melebatkan kumis mereka. Maka Nabi  mengatakan: “Potonglah kumis kalian dan lebatkanlah jenggot kalian serta selisihilah ahlul kitab”. (Hadits ini dihasankan Imam Al-Albany Rahimahulloh di As-Silsilatush Shohihah no 1245)

     Khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah mengirim surat kepada salah seorang panglima perang Islam di Adzar Bailam bernama ‘Utbah bin Farqad. Di antara isi suratnya,

وَإِيَّاكُمْ وَالتَّنَعُّمَ وَزِيَّ أَهْلِ الشِّرْكِ

“Janganlah kalian bermewah-mewah dan waspadailah model pakaian orang musyrik.” (Shahih Muslim no. 2069/12)

"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah

  "Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah Hukumi Manusia Dengan Hujjah Dan Burhan Sesuai Z...