Jumat, 10 Mei 2024

Pelaku Dosa Besar Dari Ahlus Sunnah Itu Masih Lebih Baik Daripada Ahli Ibadah Dari Ahli Bid'ah





 

Pelaku Dosa Besar Dari Ahlus Sunnah Itu Masih Lebih Baik Daripada Ahli Ibadah Dari Ahli Bid'ah


وقال الإمام أحمد رحمه الله تعالى : قبور أهل السنة من أهل الكبائر روضة ، وقبور أهل البدعة من الزهاد حفرة ، فسّـاق أهل السنــة أوليـاء الله ، وزهــاد أهل البدع أعداء الله.اهـ (طبقات الحنابلة ١/١٨٤)

       Imam Ahmad bin Hanbal (imam Ahlus Sunnah wal Jama'ah) rahimahullah berkata:

"قبور أهل السنة من أهل الكبائر ،روضة، وقبور أهل البدعة من الزهاد حفرة. فساق أهل السنة أولياء، وزهاد أهل البدعة أعداء الله"

"Kuburan Ahlussunnah dari pelaku dosa besar adalah taman (Surga). Sedangkan kuburan Ahlul Bidah dari kalangan ahli ibadah adalah jurang. Orang-orang fasiq Ahlussunnah masih tergolong wali Allah, sedangkan ahli ibadah Ahlul Bidah adalah musuh-musuh Allah." (lihat Thabaqat Hanabilah 1/184)


فساق أهل السنة خير من عباد أهل البدع

فساق أهل السنة خير من عباد أهل البدع

قال العلامة أبو عبد الله ابن القيم رحمه الله تعالى في "إعلام الموقعين عن رب العالمين" (3/329) : "قُبُورُ فُسَّاقِ أَهْلِ السُّنَّةِ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ، وَقُبُورُ عُبَّادِ أَهْلِ الْبِدَعِ حُفْرَةٌ مِنْ حُفَرِ النَّارِ، وَالتَّمَسُّكُ بِالسُّنَّةِ يُكَفِّرُ الْكَبَائِرَ، كَمَا أَنَّ مُخَالَفَةَ السُّنَّةِ تُحْبِطُ الْحَسَنَاتِ، وَأَهْلُ السُّنَّةِ إنْ قَعَدَتْ بِهِمْ أَعْمَالُهُمْ قَامَتْ بِهِمْ عَقَائِدُهُمْ، وَأَهْلُ الْبِدَعِ إذَا قَامَتْ بِهِمْ أَعْمَالُهُمْ قَعَدَتْ بِهِمْ عَقَائِدُهُمْ"اهـ

     Berkata Ibnu Qayyim rahimahullah dalam Kitab I'lamul Muwaqqi'in (3/329) :

قبور فساق أهل السنة روضة من رياض الجنة، وقبور عباد أَهْلِ الْبَدَعِ حُفْرَةٌ مِنْ حُفَرِ النَّارِ، والتمسك بالسنة يكفر الكبائر، كما أَنْ مُخَالَفَةَ السنة تُحبِطُ الْحَسَنَاتِ، وأهل السنة إن قعدت بهم أعمالهم قامت بهم عقائدهم، وَأَهْلُ الْبِدَعِ إِذَا قَامَتْ بِهِمْ أعمالهم قعدت بهم عقائدهم"

"Kuburan orang orang fasiq Ahlussunnah adalah masih taman Surga. Dan kuburan ahli ibadah Ahli Bidah adalah salah satu jurang Neraka. Karena berpegang kepada Sunnah dapat menggugurkan dosa-dosa besar, sebagaimana menyelisihi Sunnah adalah membatalkan kebaikan. Ahlussunnah, walaupun amalannya kurang, tapi akidah mereka menutupinya. Sedangkan Ahlul Bidah, walaupun banyak amalnya, tapi akidah mereka merusaknya."


Perbedaan Pokok Antara Ahlus Sunnah Dan Ahlul Ahwa' ( Ahlul Bid’ah )


1.  Ahlus Sunnah meninggalkan ucapan manusia, karena mengikuti As Sunnah (dalil shahih). Sedang Ahlul Ahwa' meninggalkan As Sunnah karena mengikuti ucapan manusia.

     Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata:

أهل السنة يتركون أقوال الناس ﻷجل السنة، وأهل البدع يتركون السنة ﻷجل أقوال الناس.

“Ahlus Sunnah meninggalkan ucapan manusia karena mengikuti As-Sunnah (dalil shahih), sedangkan ahli bid’ah meninggalkan As-Sunnah (dalil shahih) karena mengikuti ucapan manusia.” (lihat Ash-Shawaiqul Mursalah, jilid 4 halaman 1603)

2.  Ahlus Sunnah bisa bermaksiat umumnya karena mengikuti nafsu syahwat (هَوَى الشَّهَواتِ) atau nafsu dalam perkara dunia seperti syahwat perut dan kemaluan. Sedang Ahlul Ahwa' umumnya karena mengikuti nafsu agama /syubhat (هَوَى الشُّبُهاتِ).

     Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

واتباع الأهواء في الديانات أعظم من اتباع الأهواء في الشهوات

“Mengikuti hawa nafsu dalam beragama (syubhat) lebih parah dibandingkan mengikuti hawa nafsu dalam urusan syahwat.” (lihat Al-Istiqomah, Ibnu Taimiyyah)

     Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:

جماع الدين اصلان: أن لا نعبد إلا الله , ولا نعبده إلا بما شرع , لا نعبده بالبدع

“Inti agama ini berporos pada 2 hal : (1) kita tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah semata, (2) kita tidak menyembah Allah kecuali dengan apa yang telah Allah syariatkan, kita tidak menyembah-Nya dengan kebid’ahan” (lihat Majmu’ Al Fatawa, 10/234)

3.  Ahlus Sunnah membenarkan pokok-pokok aqidah yang termasuk Ushul Sunnah, prinsip dan kaidah Ahlus Sunnah yang terdapat ijma'. Sebaliknya ahlul bid'ah menyelisihi Ushul Sunnah, sehingga bukan termasuk ahlinya. Sebagaimana dikatakan imam Ahmad.


19 Keburukan Amalan Bid'ah Dan Pelakunya (Ahli Bid'ah)

1. Suatu amalan akan tertolak/tidak diterima الله selama tercampuri bid'ah.
2.  Pelaku bid'ah tercabut 'ishmah-nya dan akan dibiarkan الله mengurus dirinya sendiri.
3.  Para pelaku bid'ah dilaknat menurut syari'at.
4.  Ibadah yang tercampur bid'ah akan membuat pelakunya semakin jauh dari الله.
5.  Bid'ah adalah sumber terjadinya permusuhan dan kebencian.
6.  Penghalang mendapat syafa'at Nabi ﷺ.
7.  Menanggung dosa para pengikut bid'ahnya.
8.  Tidak diterima (susah) tobatnya.
9.  Para pelaku bid'ah akan dilemparkan ke dalam lembah kehinaan dan mendapat kemurkaan الله.
10. Pelaku bid'ah akan dijauhkan dan diusir dari Telaga Nabi ﷺ.
11. Pelaku bid'ah dikhawatirkan terjerumus menuju kepada kekafiran.
12. Pelaku bid'ah terancam su'ul khatimah.
13. Wajahnya hitam legam di Akhirat.
14.  Rasulullah ﷺ dan orang-orang mukmin berlepas diri dari pelaku bid'ah.
15. Pelaku bid'ah adalah orang yang paling merugi dan dikhawatirkan tertimpa adzab di dunia dan di Akhirat.
16.  Bid'ah itu sesat dan menyesatkan sera lebih dicintai Iblis daripada maksiat.
17. Menuduh syariat Islam tidak sempurna dan menuduh Nabi ﷺ mengkhianati agama الله.
18. Pelakunya menyejajarkan dirinya dengan Allah taala (dalam membuat syariat).
19. Mencampuradukkan yang haq dengan yang batil, memecah belah umat Islam, serta menjadikan membenci Sunnah dan Ahlus Sunnah.

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.

Kamis, 09 Mei 2024

Dasar Perbedaan Antara Ahlus Sunnah Dan Ahlul Bid’ah


 

Dasar Perbedaan Antara Ahlus Sunnah Dan Ahlul Bid’ah

     Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata :

أهل السنة يتركون أقوال الناس ﻷجل السنة، وأهل البدع يتركون السنة ﻷجل أقوال الناس.

“Ahlus Sunnah meninggalkan ucapan manusia karena mengikuti As-Sunnah, sedangkan ahli bid’ah meninggalkan As-Sunnah karena mengikuti ucapan manusia.”

(Ash-Shawaiqul Mursalah, jilid 4 halaman 1603)

Nasihat Para Salafush Sholih Agar Tidak Berteman Dan Menjauhi Ahlul Ahwa'



 


Nasihat Para Salafush Sholih Agar Tidak Berteman Dan Menjauhi Ahlul Ahwa'


     Shahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma berkata :

لاَ تُجَالِسْ أَهْلَ اْلأَهْوَاءِ فَإِنَّ مُجَالَسَتَهُمْ مُمْرِضَةٌ لِلْقُلُوْبِ.

“Janganlah engkau duduk bersama ahlul ahwa' (pengikut hawa nafsu), karena akan menyebabkan hatimu sakit.” (Lihat Al-Ibaanah libni Baththah al-‘Ukbary II/438)

وعن الحسن البصري ومحمد بن سيرين -رحمهما الله-: «لا تجالسوا أصحاب الأهواء ولا تجادلوهم ولا تسمعوا منهم» [(الإبانة) لابن بطَّة].

     Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) dan Muhammad Ibnu Sirin rahimahumallah berkata : “Janganlah kalian duduk dengan pengikut hawa nafsu, janganlah berdebat dengan mereka dan janganlah mendengar perkataan mereka.” (lihat Al Ibanah Ibnu Baththoh)

     Fudhail bin ‘Iyadh (wafat th. 187 H) rahimahullah berkata :

مَنْ جَلَسَ مَعَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ فَاحْذَرْهُ، وَمَنْ جَلَسَ مَعَ صَاحِبِ الْبِدْعَةِ لَمْ يُعْطَ الْحِكْمَةَ، وَأُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حِصْنٌ مِنْ حَدِيْدٍ.

“Hindarilah duduk bersama ahli bid’ah dan barangsiapa yang duduk bersama ahli bid’ah, maka ia tidak akan diberi hikmah. Aku suka jika di antara aku dan pelaku bid’ah ada benteng dari besi.” (Lihat al-Ibaanah (no. 470) oleh Ibnu Baththah al-‘Ukbari)

     Beliau rahimahullah juga berkata :

أَدْرَكْتُ خِيَارَ النَّاسِ كُلُّهُمْ أَصْحَابُ سُنَّةٍ وَيَنْهَوْنَ عَنْ أَصْحَابِ الْبِدَعِ.

“Aku mendapati orang-orang terbaik, semuanya adalah penjaga-penjaga Sunnah dan mereka melarang bersahabat dengan orang-orang yang melakukan bid’ah.” (lihat Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah I/156, no. 267).

وقال يحيي بن أبي كثير -رحمه الله تعالىٰ-‏: ‏«إذا لقيت صاحب بدعة في طريق، فخذ في طريق آخر‏» ‏‏«البدع والنهىٰ عنها‏» لابن وضاح ص(48)‏ و«الشريعة‏» ص(64).

     Yahya bin Abi Katsir (wafat th. 132 H) rahimahullah berkata : “Jika engkau bertemu dengan pelaku bid’ah di jalan, maka ambillah jalan lain.” Lihat al-Bida’ wan Nahyu ‘anhaa oleh Ibnu Wadhdhah, Asy-Syarii’ah oleh al-Ajurri)

وعن أبي قلابة -رحمه الله تعالىٰ- أنه يقول‏: ‏«لا تجالسوا أهل الأهواء، ولا تجادلوهم، فإني لا آمن أن يغمسوكم في الضلالة، أو يُلبّسوا عليكم في الدين بعض ما لُبس عليهم‏» ‏‏«شرح اعتقاد أهل السنة‏» للالكائي (1/134)‏ «والدارمي‏» (1/120)‏ و«الشريعة‏» ص (56)‏ و «الإبانة الكبري‏» (2/437).

     Dari Abu Qilabah (wafat th 104 H) –rahimahullah– beliau berkata : “Janganlah kamu duduk bersama ahlul ahwa', dan janganlah kamu berdebat dengan mereka, karena aku khawatir mereka akan menjerumuskanmu ke dalam kesesatan, atau mereka akan mengkaburkan (membingungkanmu) dalam agama dengan sebagian dari apa yang mereka kaburkan.”

Jumat, 03 Mei 2024

Wahai Segenap Manusia.. Jika Ada Yang Tanya Siapa Aku ?


 

Wahai Segenap Manusia.. Jika Ada Yang Tanya Siapa Aku ?

     Nama resmiku di catatan sipil Teguh Akhiri Wiyanto. Atau dikenal dengan nama kuniyah Abu 'Abdirrohman/Hazim Al Jawiy (حازم الجاوي). Diriku seorang 'abdi الله yang wajib tunduk hanya kepada الله dan al haqq (kebenaran). Hazim itu artinya teguh. Adapun Al Jawiy karena diriku keturunan suku Jawa, lahir di Jawa, dan muqim di Jawa.

     Diriku bukanlah hizb Salafi/Salafiyyun/Salafiyyah dan bukan pula kelompok Wahabi. Diriku berlepas diri dari 72 firqoh ahlul bid'ah wal furqoh serta berlepas diri dari semua jam'iyyah/hizb yang ada di muka bumi.

     Diriku juga bukan kelompok "Ahlus Sunnah wal Jam'iyyah". Tapi diriku seorang mukmin atau muslim Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (أهل السنة والجماعة).. membenarkan Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Ushul Sunnah ataupun kaidah dan prinsip Ahlus Sunnah yang terdapat ijma' Ahlus Sunnah.

     Tokoh idolaku Nabi Muhammad dan para Shahabat رضی اللہ عنھم. Kemudian al-wala wal-baro' atau cinta dan benciku atas dasar ketaatan dan kemaksiatan.

     Hujjah di sisiku yaitu Al Qur'an, Hadits Shahih dan ijma' yang disertai kalam Salaful Ummah. Kemudian diriku insya الله senantiasa ridho untuk diajak berhakim kepada الله di dunia dan di Akhirat.

     Jika ada yang ingin ditanyakan, insya الله bisa wa.me/6285226371103.

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.

Rabu, 01 Mei 2024

Qowaid Fiqhiyah : Kaidah Ke-1




 

Qowaid Fiqhiyah : Kaidah Ke-1
القواعد الفقهية

القاعدة الأولى الشارع لا يأمر إلا بما مصلحته خالصة أو راجحة، ولا ينهى إلا عما مفسدته خالصة أو راجحة. (كتاب شرح القواعد السعدية)

     Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah mengatakan :

الشَّارِعُ لَا يَأْمُرُ إِلَّا بِمَا مَصْلَحَتُهُ خَالِصَةٌ أَوْ رَاجِحَةٌ، وَلَا يَنْهَى إِلَّا عَمَّا مَفْسَدَتُهُ خَالِصَةٌ أَوْ رَاجِحَةٌ

"Pembuat syari’at ( الله ) tidaklah memerintahkan kecuali dengan sesuatu yang memiliki mashlahat baik murni ataupun rajih (lebih kuat), dan tidaklah melarang kecuali dari sesuatu yang mengandung mafsadat baik murni ataupun rajih."

     Diantara dalil yang menjadi pijakan dari kaidah yang agung ini adalah firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

"Sesungguhnya الله menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan الله melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl : 90)

     Dimana di dalam ayat ini الله menyebutkan bahwa semua perintah-Nya untuk kemashlahatan dan semua larangan-Nya karena mafsadat.

Di antara contoh dari kaidah ini:

■  Mashlahat yang murni contohnya tauhid, shalat, dzikir, dan semua amal shalih. الله berfirman :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-Nahl: 97)

■  Mashlahat yang rajih contohnya jihad, الله berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; الله Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)

Pada jihad terdapat mashalat dan mafsadat. Diantara bentuk mafsadat yaitu hilangnya harta dan nyawa, namun mashlahatnya jauh lebih besar yaitu menegakkan kalimat الله, meninggikan agama. Sehingga الله tetap mensyari’atkan karena mashalat yang rajih ini.

■  Mafsadat yang murni contohnya syirik, kekufuran. الله berfirman :

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

"Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaithan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah: 257)

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thaha: 124)

■  Mafsadat yang rajih contohnya judi dan khamr, الله berfirman:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. (QS. Al-Baqarah: 219)

Minggu, 21 April 2024

Haruskah Menjadi Sempurna Dulu Untuk Bisa Menasehati Dan Mengingkari Kemungkaran ?





 

Haruskah Menjadi Sempurna Dulu Untuk Bisa Menasehati Dan Mengingkari Kemungkaran ?


 فيه فرق بين أن تنصح غيرك وأنت عاجز عن العفل، وبين أن تنصح غيرك و أنت قادر على الفعل

“Bedakan, antara Anda menasehati seorang, sementara Anda belum ada daya untuk melakukan apa yang Anda nasehatkan. Dengan Anda menasihati seorang,  sementara Anda mampu melakukan apa yang Anda nasehatkan.”

     Jadi ada dua jenis orang dalam masalah ini:
■  Petama, adalah orang yang menasehati orang lain, namun dia belum mampu melakukan amalan ma’ruf yang ia sampaikan, atau meninggalkan kemungkaran yang ia larang.
■  Yang kedua, adalah orang yang menasehati orang lain sementara sejatinya dia mampu untuk melakukan pesan nasehat yang ia sampaikan. Akan tetapi justru mengabaikan kemampuannya dan ia terjang sendiri nasehatnya,  tanpa ada rasa bersalah dan menyesal. Ia merasa nyaman dan biasa-biasa saja dengan tindakan tidak terpuji tersebut

     Dalam kitab Lathaif Al-Ma’arif (كتاب لطائف المعارف)  Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata :

فلا بد للإنسان من الأمر بالمعروف و النهي عن المنكر و الوعظ و التذكير و لو لم يعظ إلا معصوم من الزلل لم يعظ الناس بعد رسول الله صلى الله عليه و سلم أحد لأنه لا عصمة لأحد بعده

“Tetap bagi setiap orang untuk mengajak yang lain pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Tetap ada saling menasihati dan saling mengingatkan. Seandainya yang mengingatkan hanyalah orang yang makshum (yang bersih dari dosa, pen.), tentu tidak ada lagi yang bisa memberi nasihat sepeninggal Nabi ﷺ. Karena sepeninggal Nabi tidak ada lagi yang makshum.” (silahkan lihat Lathaif Al-Ma’arif)

     Dalam bait sya’ir disebutkan,

لئن لم يعظ العاصين من هو مذنب … فمن يعظ العاصين بعد محمد

“Jika orang yang berbuat dosa tidak boleh memberi nasihat pada yang berbuat maksiat, maka siapa tah lagi yang boleh memberikan nasihat setelah (Nabi) Muhammad (wafat)?” (silahkan lihat Lathaif Al-Ma’arif)

وروى ابن أبي الدنيا بإسناد فيه ضعف عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "مروا بالمعروف وإن لم تعملوا به كله وانهوا عن المنكر وإن لم تتناهوا عنه كله" 

     Ibnu Abi Ad-Dunya meriwayatkan dengan sanad yang dha’if, dari Abu Hurairah, dari Nabi , “Perintahkanlah pada yang makruf (kebaikan), walau engkau tidak mengamalkan semuanya. Laranglah dari kemungkaran walau engkau tidak bisa jauhi semua larangan yang ada.” (silahkan lihat Lathaif Al-Ma’arif)

وقيل للحسن: إن فلانا لا يعظ ويقول: أخاف أن أقول مالا أفعل فقال الحسن : وأينا يفعل ما يقول ود الشيطان أنه ظفر بهذا فلم يأمر أحد بمعروف ولم ينه عن منكر 

     Ada yang berkata pada Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah,
“Sesungguhnya ada seseorang yang enggan memberi nasihat dan ia mengatakan, “Aku takut berkata sedangkan aku tidak mengamalkannya.” Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Apa ada yang mengamalkan setiap yang ia ucapkan?” Sesungguhnya syaithan itu suka manusia jadi seperti itu. Akhirnya, mereka enggan mengajak yang lain dalam perkara yang makruf (kebaikan) dan melarang dari kemungkaran.

وقال مالك عن ربيعة: قال سعيد بن جبير: لو كان المرء لا يأمر بالمعروف ولا ينهى عن المنكر حتى لا يكون فيه شيء ما أمر أحد بمعروف ولا نهى عن منكر قال مالك: وصدق ومن ذا الذي ليس فيه شيء:

من ذا الذي ما ساء قط ... ومن له الحسنى فقط

     Malik berkata dari Rabi’ah bahwasanya Sa’id bin Jubair berkata, “Seandainya seseorang tidak boleh beramar makruf nahi mungkar (saling mengingatkan pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, pen.) kecuali setelah bersih dari dosa, tentu ada yang pantas untuk amar makruf nahi mungkar.” Malik lantas berkata, “Iya betul. Siapa yang mengaku bersih dari dosa?”
Dalam bait sya’ir disebutkan,

“Siapa yang berani mengaku telah bersih dari dosa sama sekali. Siapa yang mengaku dalam dirinya terdapat kebaikan saja (tanpa ada dosa, pen.)?”

خطب عمر بن عبد العزيز رحمه الله يوما فقال في موعظته: إني لأقول هذه المقالة وما أعلم عند أحد من الذنوب أكثر مما أعلم عندي فاستغفر الله وأتوب إليه وكتب إلى بعض نوابه على بعض الأمصار كتابا يعظه فيه وقال في آخره: وإني لأعظك بهذا وإني لكثير الإسراف على نفسي غير محكم لكثير من أمري ولو أن المرء لا يعظ أخاه حتى يحكم نفسه إذا لتواكل الخير وإذا لرفع الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وإذا لاستحلت المحارم وقل الواعظون والساعون لله بالنصيحة في الأرض والشيطان وأعوانه يودون أن لا يأمر أحد بمعروف ولا ينهى عن منكر وإذا أمرهم أحد أو نهاهم عابوه بما فيه وبما ليس فيه

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz pernah berkhutbah pada suatu hari. Ia menasihati, “Sungguh aku berkata dan aku lebih tahu bahwa tidak ada seorang pun yang memiliki dosa lebih banyak dari yang aku tahu ada pada diriku. Karenanya aku memohon ampun pada Allah dan bertaubat pada-Nya.”
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz juga pernah menuliskan surat berisi nasihat pada beberapa wakilnya yang ada di berbagai kota :
“Aku beri nasihat seperti ini. Padahal aku sendiri telah melampaui batas terhadap diriku dan pernah berbuat salah. Seandainya seseorang tidak boleh menasihati saudaranya sampai dirinya bersih dari kesalahan, maka tentu semua akan merasa dirinya telah baik (karena tak ada yang menasihati, pen.). Jika disyaratkan harus bersih dari kesalahan, berarti hilanglah amar makruf nahi mungkar. Jadinya, yang haram dihalalkan. Sehingga berkuranglah orang yang memberi nasihat di muka bumi. Setan pun akhirnya senang jika tidak ada yang beramar makruf nahi mungkar sama sekali. Sebaliknya jika ada yang saling menasihati dalam kebaikan dan melarang dari kemungkaran, setan akan menyalahkannya. Setan menggodanya dengan berkata, kenapa engkau memberi nasihat pada orang lain, padahal dirimu sendiri belum baik.”
(silahkan lihat Lathaif Al-Ma’arif, https://shamela.ws/book/11363/7)

     Penjelasan tersebut bukan berarti kita boleh tetap terus dalam maksiat. Pemaparan Ibnu Rajab hanya ingin menekankan bahwa jangan sampai patah semangat dalam menasihati orang lain walau diri kita belum bisa baik atau belum sempurna. Yang penting kita senantiasa berupaya memperbaiki diri. Dan tetap saja yang lebih baik adalah ilmu itu diamalkan, baru didakwahkan. الله Ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi الله bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash- Shaff: 2-3).

Senin, 08 April 2024

Bulan Ramadhan Akan Segera Pergi Meninggalkan Kita



 

Bulan Ramadhan Akan Segera Pergi Meninggalkan Kita

Wahai hamba الله, bulan Ramadhan telah bersiap-siap untuk pergi..

Tidak ada lagi yang tersisa kecuali saat-saat yang singkat.

Barangsiapa yang telah melakukan kebaikan selama ini, hendaklah ia menyempurnakannya..

Barangsiapa yang malah sebaliknya, hendaklah ia memperbaikinya dalam waktu yang masih tersisa. Karena ingatlah amalan itu dinilai dari akhirnya.

Rasulullah pernah bersabda:

إنما الأعمال بالخواتيم (رواه البخاري).

“Sesungguhnya amalan-amalan (seorang hamba) itu tergantung pada amalan-amalan penutupnya.” (HR. Al-Bukhari).

Manfaatkanlah malam-malam dan hari-hari Ramadhan yang masih tersisa,

Serta titipkanlah amalan sholih yang dapat memberi kesaksian kepadamu nantinya di hadapan الله Sang Penguasa Hari Pembalasan

     Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata,

كيف لا تجرى للمؤمن على فراقه دموع وهو لا يدري هل بقي له في عمره إليه رجوع

"Bagaimana bisa seorang mukmin tidak menetes air mata ketika berpisah dengan Ramadhan, Sedangkan ia tidak tahu apakah masih ada sisa umurnya untuk berjumpa lagi." (lihat Lathaif Al-Ma’arif 217)

     Para ulama salafush sholih biasa bersungguh-sungguh dalam menyempurnakan amal dan bersungguh-sungguh ketika mengerjakannya. Setelah itu, mereka sangat berharap amalan tersebut diterima dan khawatir bila tertolak. Merekalah yang disebutkan dalam ayat,

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang penuh khawatir, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka” (QS. Al Mu’minun: 60).”

     Mereka para salaf begitu berharap agar amalan-amalan mereka diterima daripada banyak beramal. Bukankah engkau mendengar firman الله Ta’ala,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma-idah: 27)”

     Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata,

ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒُ : ﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻥَ ﺍﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳُﺒَﻠِّﻐَﻬُﻢْ ﺷَﻬْﺮَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ، ﺛُﻢَّ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻧَﺎﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﻘَﺒَّﻠَﻪُ ﻣِﻨْﻬُﻢْ

“Sebagian salaf berkata, “Dahulu mereka (para salaf) berdoa kepada Allah selama 6 bulan agar mereka disampaikan pada Bulan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa berdoa selama 6 bulan agar Allah menerima (amalan mereka di bulan Ramadhan).” (lihat Latha’if Al-Ma’arif hal. 232)

     Di penghujung Ramadan ini, marilah kita memperbanyak istighfar dan memohon ampun kepada Allah, atas segala kekurangan kita dalam menjalankan ketaatan di bulan yang mulia ini.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار       

"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah

  "Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah Hukumi Manusia Dengan Hujjah Dan Burhan Sesuai Z...