Ahlus Sunnah Diwajibkan Tahdzir Kebathilan
Tahdzir adalah memperingatkan umat dari kesalahan individu atau kelompok dan membantah kesalahan tersebut; dalam rangka menasehati mereka dan mencegah agar umat tidak terjerumus ke dalam kesalahan serupa.
Allah Ta’ala berfirman :
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali-Imran: 104). Ayat tersebut menjelaskan akan disyariatkannya amar ma’ruf nahi munkar, dan para ulama telah menjelaskan bahwa tahdzir adalah merupakan salah satu bentuk amar ma’ruf nahi munkar.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: تَلَا رَسُولُ اللَّهِ[: {هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ} قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ[: «إِذَا رَأَيْتُمْ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ، فَأُولَئِكَ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ».
Dari 'Aisyah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat ini; “Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat darinya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata; Kami beriman kepada Al Qur’an seluruhnya dari Rabb kami. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang memiliki akal pikiran. (Ali Imran: 7). Aisyah berkata; kemudian Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kalian melihat orang-orang yang mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat, maka mereka itulah adalah orang-orang yang disebutkan oleh Allah, maka tahdzirlah (hindari; peringatkan orang akan bahaya) mereka." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Syariat tahdzir akan tetap berlaku dalam setiap waktu dan tempat. Hanya saja berbeda-beda penerapannya sesuai kemampuan orangnya. Sama seperti penyikapan terhadap kemunkaran: jika mampu maka dengan tangan, jika tidak mampu maka dengan lisan. Jika tidak mampu maka dengan hati.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ
“Tidaklah seorang nabi yang diutus oleh Allah pada suatu umat sebelumnya melainkan dia memiliki pembela dan sahabat yang memegang teguh sunah-sunnah dan mengikuti perintah-perintahnya, kemudian datanglah setelah mereka suatu kaum yang mengatakan sesuatu yang tidak mereka lakukan, dan melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan. Barangsiapa yang berjihad dengan tangan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan lisan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan hati melawan mereka maka dia seorang mukmin, dan setelah itu tidak ada keimanan meski sebiji sawi.” (H.R Muslim dari Ibnu Mas’ud)
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda :
يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلْفٍ عُدُولُهُ, يَنْفُونَ عَنْهُ تَحْرِيفَ الْغَالِينَ, وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ, وَتَأْوِيلَ الْجَاهِلِينَ
“Yang membawa ilmu agama ini pada setiap zaman adalah orang-orang terbaiknya, mereka menolak penyimpangan orang-orang yang berlebihan dalam agama, (membantah) para penghapus (agama) dan (meluruskan) takwil orang-orang jahil.” (HR. Al-Baihaqi dari Ibrahim bin AbdirRahman Al-‘Udzri, Al-Misykah: 248)
Ketika dikatakan kepada Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah,
إنه يثقل علي أن أقول فلان كذا وفلان كذا. فقال: إذا سكت أنت وسكت أنا؛ فمتى يعرف الجاهل الصحيح من السقيم؟!
“Sesungguhnya berat atasku untuk mengatakan Fulan begini dan Fulan begitu. Maka Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata: Kalau engkau diam dan aku juga diam, maka bagaimana orang jahil bisa mengetahui hadits shahih dan tidak shahih.?” (lihat Majmu’ Al-Fatawa, 28/231)
Dalam kesempatan yang lain juga ditanyakan kepada Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah :
الرَّجُلُ يَصُومُ وَيُصَلِّي وَيَعْتَكِفُ أَحَبُّ إلَيْك أَوْ يَتَكَلَّمُ فِي أَهْلِ الْبِدَعِ؟ فَقَالَ: إذَا صامَ وَصَلَّى وَاعْتَكَفَ فَإِنَّمَا هُوَ لِنَفْسِهِ وَإِذَا تَكَلَّمَ فِي أَهْلِ الْبِدَعِ فَإِنَّمَا هُوَ لِلْمُسْلِمِينَ هَذَا أَفْضَلُ
“Apakah orang yang berpuasa, sholat dan i’tikaf lebih engkau sukai ataukah yang berbicara tentang kejelekan ahlul bid’ah? Maka beliau berkata: Apabila ia berpuasa, sholat dan i’tikaf, hanyalah manfaatnya untuk dirinya sendiri, namun apabila ia berbicara tentang kejelekan ahlul bid’ah, manfaatnya untuk kaum muslimin, maka ini lebih baik.” (lihat Majmu’ Al-Fatawa, 28/231)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
وَمِثْلُ أَئِمَّةِ الْبِدَعِ مِنْ أَهْلِ الْمَقَالَاتِ الْمُخَالِفَةِ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ أَوْ الْعِبَادَاتِ الْمُخَالِفَةِ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ؛ فَإِنَّ بَيَانَ حَالِهِمْ وَتَحْذِيرَ الْأُمَّةِ مِنْهُمْ وَاجِبٌ بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ
“Dan semisal para imam bid’ah pemilik ucapan-ucapan yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau ibadah-ibadah yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka sesungguhnya menjelaskan keadaan mereka dan men-tahdzir umat dari mereka adalah wajib menurut kesepakatan (ulama) kaum muslimin.” (lihat Majmu’ Al-Fatawa, 28/231)
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata :
الداعية الذي لا يحذر من دعاة الضلال يعتبر من الكاتمين للعلم
“Seorang da’i yang tidak men-tahdzir (mengingatkan bahaya kesesatan) para da’i sesat, termasuk orang-orang yang menyembunyikan ilmu.”
Wa Allahu a'lam.
Tahdzir adalah memperingatkan umat dari kesalahan individu atau kelompok dan membantah kesalahan tersebut; dalam rangka menasehati mereka dan mencegah agar umat tidak terjerumus ke dalam kesalahan serupa.
Allah Ta’ala berfirman :
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali-Imran: 104). Ayat tersebut menjelaskan akan disyariatkannya amar ma’ruf nahi munkar, dan para ulama telah menjelaskan bahwa tahdzir adalah merupakan salah satu bentuk amar ma’ruf nahi munkar.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: تَلَا رَسُولُ اللَّهِ[: {هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ} قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ[: «إِذَا رَأَيْتُمْ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ، فَأُولَئِكَ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ».
Dari 'Aisyah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat ini; “Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat darinya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata; Kami beriman kepada Al Qur’an seluruhnya dari Rabb kami. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang memiliki akal pikiran. (Ali Imran: 7). Aisyah berkata; kemudian Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kalian melihat orang-orang yang mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat, maka mereka itulah adalah orang-orang yang disebutkan oleh Allah, maka tahdzirlah (hindari; peringatkan orang akan bahaya) mereka." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Syariat tahdzir akan tetap berlaku dalam setiap waktu dan tempat. Hanya saja berbeda-beda penerapannya sesuai kemampuan orangnya. Sama seperti penyikapan terhadap kemunkaran: jika mampu maka dengan tangan, jika tidak mampu maka dengan lisan. Jika tidak mampu maka dengan hati.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ
“Tidaklah seorang nabi yang diutus oleh Allah pada suatu umat sebelumnya melainkan dia memiliki pembela dan sahabat yang memegang teguh sunah-sunnah dan mengikuti perintah-perintahnya, kemudian datanglah setelah mereka suatu kaum yang mengatakan sesuatu yang tidak mereka lakukan, dan melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan. Barangsiapa yang berjihad dengan tangan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan lisan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan hati melawan mereka maka dia seorang mukmin, dan setelah itu tidak ada keimanan meski sebiji sawi.” (H.R Muslim dari Ibnu Mas’ud)
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda :
يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلْفٍ عُدُولُهُ, يَنْفُونَ عَنْهُ تَحْرِيفَ الْغَالِينَ, وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ, وَتَأْوِيلَ الْجَاهِلِينَ
“Yang membawa ilmu agama ini pada setiap zaman adalah orang-orang terbaiknya, mereka menolak penyimpangan orang-orang yang berlebihan dalam agama, (membantah) para penghapus (agama) dan (meluruskan) takwil orang-orang jahil.” (HR. Al-Baihaqi dari Ibrahim bin AbdirRahman Al-‘Udzri, Al-Misykah: 248)
Ketika dikatakan kepada Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah,
إنه يثقل علي أن أقول فلان كذا وفلان كذا. فقال: إذا سكت أنت وسكت أنا؛ فمتى يعرف الجاهل الصحيح من السقيم؟!
“Sesungguhnya berat atasku untuk mengatakan Fulan begini dan Fulan begitu. Maka Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata: Kalau engkau diam dan aku juga diam, maka bagaimana orang jahil bisa mengetahui hadits shahih dan tidak shahih.?” (lihat Majmu’ Al-Fatawa, 28/231)
Dalam kesempatan yang lain juga ditanyakan kepada Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah :
الرَّجُلُ يَصُومُ وَيُصَلِّي وَيَعْتَكِفُ أَحَبُّ إلَيْك أَوْ يَتَكَلَّمُ فِي أَهْلِ الْبِدَعِ؟ فَقَالَ: إذَا صامَ وَصَلَّى وَاعْتَكَفَ فَإِنَّمَا هُوَ لِنَفْسِهِ وَإِذَا تَكَلَّمَ فِي أَهْلِ الْبِدَعِ فَإِنَّمَا هُوَ لِلْمُسْلِمِينَ هَذَا أَفْضَلُ
“Apakah orang yang berpuasa, sholat dan i’tikaf lebih engkau sukai ataukah yang berbicara tentang kejelekan ahlul bid’ah? Maka beliau berkata: Apabila ia berpuasa, sholat dan i’tikaf, hanyalah manfaatnya untuk dirinya sendiri, namun apabila ia berbicara tentang kejelekan ahlul bid’ah, manfaatnya untuk kaum muslimin, maka ini lebih baik.” (lihat Majmu’ Al-Fatawa, 28/231)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
وَمِثْلُ أَئِمَّةِ الْبِدَعِ مِنْ أَهْلِ الْمَقَالَاتِ الْمُخَالِفَةِ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ أَوْ الْعِبَادَاتِ الْمُخَالِفَةِ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ؛ فَإِنَّ بَيَانَ حَالِهِمْ وَتَحْذِيرَ الْأُمَّةِ مِنْهُمْ وَاجِبٌ بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ
“Dan semisal para imam bid’ah pemilik ucapan-ucapan yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau ibadah-ibadah yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka sesungguhnya menjelaskan keadaan mereka dan men-tahdzir umat dari mereka adalah wajib menurut kesepakatan (ulama) kaum muslimin.” (lihat Majmu’ Al-Fatawa, 28/231)
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata :
الداعية الذي لا يحذر من دعاة الضلال يعتبر من الكاتمين للعلم
“Seorang da’i yang tidak men-tahdzir (mengingatkan bahaya kesesatan) para da’i sesat, termasuk orang-orang yang menyembunyikan ilmu.”
Wa Allahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar