Kamis, 17 Agustus 2023

Bolehkah Kaum Muslimin Mengadakan Perayaan Tiap Tahun Selain 'Idul Fithri Dan 'Idul Adha?






 

Bolehkah Kaum Muslimin Mengadakan Perayaan Tiap Tahun Selain 'Idul Fithri Dan 'Idul Adha?


     Rasulullah ﷺ bersabda :

إن لكل قوم عيدا ، وهذا عيدنا

“Setiap kaum memiliki Id sendiri, dan Idul Fitri ini adalah Id kita (kaum Muslimin).” (HR. Bukhari no. 952, 3931, Muslim no. 892)

     Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa 'Id termasuk bagian dari agama. Artinya bahwa dalam 'Id mengandung perkara ibadah. Oleh karena itu para ulama juga menghukumi perayaan-perayaan semacam perayaan maulid Nabi, Isra' Mi'raj, dan Yaumul Wathani (hari kemerdekaan) sebagai perkara bid'ah. Dan perkara bid'ah telah jelas hukumnya sebagaimana dalam hadits :


من أحدث في أمرنا هذا ما ليس فيه فهو رد

“Orang yang membuat perkara baru dalam agama ini, maka amalannya tersebut tertolak.” (HR. Bukhari, no. 2697)

     Andaikan mereka menolak bahwa perayaan-perayaan tersebut termasuk tasyabbuh dan bidah, maka terdapat larangan khusus mengenai hal ini, yaitu Rasulullah ﷺ melarang umatnya membuat Id baru selain dua hari Id yang sudah ditetapkan syariat. Hal ini diceritakan oleh Anas bin Malik radhiallahu’anhu :

قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال ما هذان اليومان قالوا كنا نلعب فيهما في الجاهلية فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله قد أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الأضحى ويوم الفطر

“Di masa Rasulullah ﷺ baru hijrah ke Madinah, warga Madinah memiliki dua hari raya yang biasanya di hari itu mereka bersenang-senang.
Rasulullah ﷺ bertanya: ‘Perayaan apakah yang dirayakan dalam dua hari ini?’
Warga Madinah menjawab: ‘Pada dua hari raya ini, dahulu di masa Jahiliyyah kami biasa merayakannya dengan bersenang-senang.’
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sungguh Allah telah mengganti hari raya kalian dengan yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.” (HR. Abu Daud, 1134, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/119, disahihkan Al Albani dalam Sahih Abi Daud, 1134)

     Dalam hadits ini, 'Id yang dirayakan penduduk Madinah ketika itu bukanlah hari raya yang terkait ibadah. Bahkan hari raya yang hanya hura-hura dan senang-senang. Namun tetap dilarang oleh Rasulullah ﷺ. Ini menunjukkan terlarangnya membuat 'Id baru selain dua hari 'Id yang sudah ditetapkan syariat, baik Id tersebut tidak terkait dengan ibadah, maupun terkait dengan ibadah.


Fatwa Para Ulama Ahlus Sunnah


☆  Fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts wal Ifta’

ما كان من ذلك مقصوداً به التنسك والتقرب ، أو التعظيم كسباً للأجر ، أو كان فيه تشبه بأهل الجاهلية ، أو نحوهم من طوائف الكفار : فهو بدعة محدثة ممنوعة ، داخلة في عموم قول النبي صلى الله عليه وسلم : (من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد) رواه البخاري ومسلم.

مثال ذلك : الاحتفال بعيد المولد ، وعيد الأم ، والعيد الوطني ؛ لما في الأول من إحداث عبادة لم يأذن بها الله ، ولما في ذلك من التشبه بالنصارى ونحوهم من الكفرة ، ولما في الثاني والثالث من التشبه بالكفار

“Kemudian jika 'Id diselenggarakan dalam rangka taqarrub, mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap pahala serta pengagungan sesuatu, atau di dalamnya terdapat unsur tasyabbuh kepada orang Jahiliyyah atau semacam mereka, misalnya menyerupai orang kafir, maka yang demikian ini termasuk bidah dan terlarang, karena termasuk dalam keumuman sabda Nabi ﷺ: “Orang yang membuat perkara baru dalam agama ini, maka amalannya tersebut tertolak” (HR. Bukhari-Muslim)

Contohnya perayaan Maulid Nabi, perayaan Hari Ibu, dan perayaan Hari Kemerdekaan. Contoh yang pertama, termasuk membuat-buat ritual ibadah baru yang tidak diizinkan oleh Allah. Yang demikian juga merupakan tasyabbuh terhadap orang Nasrani dan kaum kuffar lainnya. Sedangkan contoh kedua dan ketiga, termasuk tasyabbuh terhadap kaum kuffar.”  (lihat Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 3/88)

☆  Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz

أما اليوم الوطني والاحتفال بيوم وطني أو في أي يوم أو في ليلة الرغائب كل هذا بدعة كلها من البدع ومن التشبه بأعداء الله
https://binbaz.org.sa/old/5615

“Adapun Yaumul Wathani atau perayaan Yaum Wathani, atau perayaan Malam Raghaib, semua ini merupakan kebidahan, dan menyerupai kebiasaan para musuh Allah.”

☆  Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

إن كل الأعياد التي تخالف الأعياد الشرعية كلها أعياد بدع حادثة ، لم تكن معروفة في عهد السلف الصالح ، وربما يكون منشؤها من غير المسلمين أيضا ، فيكون فيها مع البدعة مشابهة أعداء الله سبحانه وتعالى ، والأعياد الشرعية معروفة عند أهل الإسلام ؛ وهي عيد الفطر ، وعيد الأضحى ، وعيد الأسبوع ” يوم الجمعة ” ، وليس في الإسلام أعياد سوى هذه الأعياد الثلاثة

“Semua perayaan yang bertentangan dengan perayaan-perayaan yang syari, semua adalah perayaan yang bidah. Tidak dikenal di zaman Salafus Shalih. Dan terkadang awal kemunculannya berasal dari kaum non-Muslim. Sehingga selain bidah, perayaan seperti itu juga menyerupai musuh-musuh Allah subhanahu wa taala. Dan perayaan yang disyariatkan dalam Islam adalah: Idul Fitri, Idul Adha, dan hari raya pekanan yaitu Jumat. Dalam Islam tidak ada hari raya lagi selain tiga hari raya ini.” (lihat Majmu Fatawa Ibnu Al Utsaimin, 2/301)

     Maka tidak selayaknya mengikuti perayaan-perayaan demikian. Lebih lagi ketika di dalamnya banyak sekali hal yang bertentangan dengan syariat, seperti musik, nyanyian, ikhtilath (campur-baur lelaki dan wanita), berjoget, dll.

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah

  "Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah Hukumi Manusia Dengan Hujjah Dan Burhan Sesuai Z...