Dalil Diharamkan Bangkai Semua Jenis Ulat, Kutu, Seranggga Dan Al Hasyarat Yang Tidak Disembelih Dengan Menyebut Asma Allah
1. Allah mengharamkan bangkai dan semua binatang yang tidak disembelih dengan nama Allah, selain bangkai belalang dan hewan laut/hidup di air.
Allah Ta'ala berfirman :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al Maidah: 3)
Nabi ﷺ bersabda :
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” (HR. Ahmad 2:97 dan Ibnu Majah no. 3314. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Nabi ﷺ dan para Shahabat tidak mengajari cara menyembelih ikan dan belalang karena bangkainya dihalalkan. Imam Nawawi rahimahullah berkata :
ويحل السمك والجراد من غير ذكاة
“Ikan dan belalang itu halal dimakan walau tidak lewat proses penyembelihan.” Lalu beliau rahimahullah berkata, “Dan tidak mungkin berdasarkan kebiasaan untuk menyembelih ikan dan belalang, maka penyembelihan keduanya tidak diperlukan.” (lihat Al Majmu’, 9: 72)
Itu artinya bangkai belalang, ikan dan binatang yang hidup di air adalah halal sehingga tidak perlu penyembelihan. Allah juga berfirman :
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut.” (QS. Al Maidah: 96). Sedang bangkai selain belalang dan hewan air adalah haram.
2. Sejak zaman nabi Adam sampai Nabi akhir zaman tiada nukilan ada seorang nabi ataupun rasul yang sengaja makan ulat dan semisal walau dijumpai ulat. Dan yang ada justru nukilan Nabi ﷺ tidak memakan ulat dan membuangnya.
Demikian juga tiada nukilan para Shahabat/salafush sholih yang memakan ulat dan sejenisnya ataupun menghalalkannya. Justru yang ada nukilan ketika menjumpai ulat/semisal, maka Nabi ﷺ membuangnya. Seandainya ulat itu halal tentu tidak akan dibuang, dimakan atau diberikan kepada orang lain. Demikian juga tidak ada nukilan para Shiddiqin dan orang-orang sholih yang sengaja makan ulat. Seandainya ulat itu halal tentu tak akan dibuang karena itu termasuk perbuatan tabdzir (menjadikan mubadzir) yang tercela.
Setahu kami semua madzhab ulama Ahlus Sunnah (termasuk madzhab Maliki yang menghalalkan al-hasyarot pun) mereka semua sepakat mengharamkan ulat tanpa perincian jenis ulatnya. Kecuali apabila ulat tersebut tidak bisa dipisahkan dari makanan. Dan kita tidak mengetahui ada perselisihan dalam perkara tentang haramnya ulat yang terpisah dari makanan.
3. Jumhur ulama mengharamkan bangkai Al Hasyarat (hewan kecil sebangsa kutu, nyamuk, lalat, serangga, binatang melata dan semisal)
Selain belalang yang dikecualikan, maka para ulama mengharamkan serangga (termasuk ulat dan metamorfosisnya). Ini adalah pendapat mayoritas ulama, diantaranya : Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Daud Ad-Dhahiri, dan Syafiiyah. An-nawawi mengatakan,
مذاهب العلماء في حشرات الأرض …. مذهبنا أنها حرام ، وبه قال أبو حنيفة وأحمد وداود . وقال مالك : حلال
“Madzhab-madzhab para ulama tentang hewan melata bumi…, madzhab kami (syafiiyah) hukumnya haram. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah, Ahmad, dan Daud. Sementara Malik mengatakan, halal.” (lihat Al-Majmu’, 9/16)
Ibnu Hazm mengatakan,
ولا يحل أكل الحلزون البري , ولا شيء من الحشرات كلها : كالوزغ ، والخنافس , والنمل , والنحل , والذباب , والدبر , والدود كله – طيارة وغير طيارة – والقمل , والبراغيث , والبق , والبعوض وكل ما كان من أنواعها ؛ لقول الله تعالى : (حرمت عليكم الميتة) ؛ وقوله تعالى (إلا ما ذكيتم)
“Tidak halal makan siput darat (bekicot), tidak pula binatang melata semuanya, seperti: cicak, kumbang, semut, lebah, lalat, cacing dan yang lainnya, baik yang bisa terbang maupun yang tidak bisa terbang, kutu kain atau rambut, nyamuk, dan semua binatang yang semisal. Berdasarkan firman Allah, yang artinya: “Diharamkan bagi kalian bangkai, darah…..” kemudian Allah tegaskan yang halal, dengan menyatakan, “Kecuali binatang yang kalian sembelih.” Kemudian Ibn Hazm menegaskan,
وقد صح البرهان على أن الذكاة في المقدور عليه لا تكون إلا في الحلق ، أو الصدر , فما لم يقدر فيه على ذكاة : فلا سبيل إلى أكله : فهو حرام ؛ لامتناع أكله ، إلا ميتة غير مذكى
“Sementara dalil yang shahih telah mengaskan bahwa cara penyembelihan yang hanya bisa dilakukan pada leher atau dada. Untuk itu, hewan yang tidak mungkin disembelih, tidak ada jalan kaluar untuk bisa memakannya, sehingga hukumnya haram. Karena tidak memungkinkan dimakan, kecuali dalam keadaan bangkai, yang tidak disembelih." (lihat Al-Muhalla, 6/76).
4. Hewan darat yang mati karena terbakar atau tenggelam dalam air itu dihukumi bangkai dan haram dimakan, walau ketika melihat mengucapkan "bismillah".
Contoh apabila ada ayam lari kemudian masuk tunggku api dan mati, walau kita mengucapkan bismillah maka tetap haram dimakan. Demikian juga ketika kita berburu burung dan mengucapkan "bismillah", kemudian burung tersebut jatuh masuk ke dalam air dan mati karena tenggelam maka haram dimakan. Terlebih lagi bangkai ulat ataupun ungker yang mana sebelum mati dalam keadaan memiliki ruh. Dan tiada dalil khusus bahwa bangkai semua jenis serangga ataupun al hasyarat (selain beragam jenis belalang) adalah halal.
5. Setahu kami tiada satupun ulama imam madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang menghalalkan semua jenis ulat, kecuali jika ulat tersebut memang tidak bisa terpisah dari makanan atau yang tidak sengaja termakan.
Ketika Imam Ahmad mendapati sayuran yang terdapat ulat di dalamnya. Beliau lantas berkata,
تجنّبه أحبّ إليّ ، وإن لم يتقذّر فأرجو
“Menjauhi sayuran semacam itu lebih aku sukai. Namun jika tidak sampai mengotori (menjijikkan), maka aku pun mau (memakan sayurnya).” Imam Ahmad menganggap tidak mengapa jika kita menyelidik-nyelidik kurma yang terdapat ulat. Lihat contoh dari Rasul ﷺ (sebaik-baik uswah) berikut ini.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أُتِىَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- بِتَمْرٍ عَتِيقٍ فَجَعَلَ يُفَتِّشُهُ يُخْرِجُ السُّوسَ مِنْهُ.
Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Nabi ﷺ diberi kurma yang sudah agak lama (membusuk), lalu beliau mengorek-ngorek kurma tersebut. Lantas beliau mengeluarkan ulat dari kurma itu. (HR. Abu Daud no. 3832, shahih kata Syaikh Al Albani)
Itu artinya apabila dalam kurma, jagung rebus, kacang rebus, tepung terigu, sayur ataupun makanan kita menjumpai ulat, maka hendaknya ulatnya dibuang (jangan dimakan). Kecuali jika ulat tersebut tidak memungkinkan untuk dipisahkan. Bukan malah sebaliknya sengaja mencari ulat (metamofosisnya yang memiliki ruh), kutu atau serangga kemudian diacampur dengan makanan dan dimakan.
Yang menghalalkan beragam ulat (terlebih ulat terpisah dari makanan) setahu kami bukan orang-orang sholih tapi para pengikut hawa nafsu yang tidak berpegang dalil lantaran fitnah nafsu perut. Bahkan dalam Taurot pun (Al Kitab Perjanjian Lama - Imamat 11 : 2-47) juga diharamkan serangga selain beragam jenis belalang. Maka tidak usah heran mereka yang gemar makan makanan haram jika doanya tidak mustajab akibat gemar memasukkan makanan haram ke dalam perutnya.?
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
Bagisiapa saja yang menghalalkan bangkai beragam jenis ulat (metamorfosisnya yang memiliki ruh), kutu, cacing, capung, lalat, lebah, kecoak, orong-orong, cicak, berbagai jenis serangga atau al hasyarot yang hidup di darat tanpa penyembelihan yang sesuai syari'at dengan menyebut asma Allah.., maka silahkan datangkan kitab, burhan dan tunjukkan hujjah kalian!!
هاتو برهانكم إن كنتم صادقين
"Katakanlah, datangkanlah burhan kalian, jika kalian orang yang benar!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar