Dosa Maksiat Bisa Memisahkan Persahabatan
( Persaudaraan ) Dan Sebab Perselisihan Hati
الذنوبُ منْ أسبابِ الفرقةِ بينَ الأحبةِ و اختلافِ القلوبِ
Persahabatan atau pertemanan yang awalnya saling mengasihi.., akrab dan begitu dekat.., lantas timbul perselisihan, pertengkaran dan permusuhan.., tahukah engkau apa penyebabnya? Diantara penyebabnya adalah karena dosa yang dilakukan oleh salah seorang diantara keduanya. Dan tiada cara lain untuk menyatukan kembali persahabatan yang telah terkoyak agar kembali akrab seperti dahulu serta langgeng di dunia dan Akhirat, kecuali dengan taubat kepada Allah dan banyak mengerjakan amalan-amalan ketaatan.
روى أحمد في المسند عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : "والذي نفس محمد بيده ما تواد اثنان ففرق بينهما، إلا بذنب يحدثه أحدهما" صححه الألباني رحمه الله في صحيح الترغيب و الترهيب (2219).
Rasulullah ﷺ bersabda : “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya (Allah) tidaklah ada dua orang yang saling mengasihi lalu keduanya berpisah, melainkan disebabkan dosa yang dikerjakan salah seorang dari keduanya”. (HR. Ahmad. At Targhib Wa Tarhib (2219))
و للبخاري في الأدب المفرد عن أنس، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : "ما تواد اثنان في الله جل وعز أو في الإسلام، فيفرق بينهما إلا بذنب يحدثه أحدهما" صححه الألباني رحمه الله في صحيح الأدب المفرد (401) و في الصحيحة (637).
Rasulullah ﷺ bersabda : “Tidaklah ada dua orang yang saling mengasihi karena Allah ‘azza wa jalla atau karena Islam lalu keduanya berpisah, melainkan disebabkan dosa yang dikerjakan salah seorang dari keduanya”. (HR. Bukhari di Adabul Mufrod. Shahih Adabul Mufrod (401), Shahihah (637).
قال المناوي رحمه الله في فيض القدير شرح الجامع الصغير (5/437) : "(ما تواد) بالتشديد (اثنان في الله فيفرق بينهما إلا بذنب يحدثه أحدهما) فيكون التفريق عقوبة لذلك الذنب و لهذا قال موسى الكاظم : "إذا تغير صاحبك عليك فاعلم أن ذلك من ذنب أحدثته فتب من كل ذنب يستقيم لك وده" و قال المزني : "إذا وجدت من إخوانك جفاء فتب إلى الله فإنك أحدثت ذنبا، و إذا وجدت منهم زيادة ود فذلك لطاعة أحدثتها فاشكر الله تعالى".
Berkata Al-Munawi rahimahullah dalam Faidhul Qadir Syarhul Jami’ Ash-Shaghir” (5/437) : “Lafazh (maa tawaadda (tidaklah ada yang saling mengasihi)) dibaca dengan tasydid, (antara dua orang karena Allah lalu saling berpisah antara keduanya, melainkan disebabkan dosa yang dikerjakan salah seorang dari keduanya), maka terjadinya perpisahan ini merupakan hukuman atas dosa tersebut.
Oleh karenanya berkata Musa al-Kazhimi : “Jika telah berubah sikap sahabatmu kepadamu, maka ketahuilah bahwa hal itu disebabkan karena dosa yang telah engkau perbuat. Maka bertaubatlah dari segala dosa niscaya akan langgeng kasih sayang sahabatmu”.
Berkata al-Muzany rahimahullah : “Jika engkau dapati sikap keras/antipati dari saudara-saudaramu maka bertaubatlah kepada Allah, karena sesungguhnya engkau telah berbuat suatu dosa. Dan jika engkau dapati dari mereka bertambah sikap kasih sayang maka hal itu disebabkan amalan ketaatan yang engkau kerjakan, oleh karenanya bersyukurlah kepada Allah Ta'ala.”
و قال الأمير الصنعاني في التنوير شرح الجامع الصغير (9/379) : "(ما تواد اثنان في الله فيفرق بينهما) بعد التواد (إلا بذنب يحدثه أحدهما) فعوقب من الله تعالى بسلب الأخوة فيه التي أجرها عظيم عند الله فإن المعاصي تسلب بركات الطاعات، قال موسى الكاظم : "إذا تغير صاحبك عليك فاعلم أن ذلك من ذنب أحدثته فتب من كل ذنب يستقيم لك وده".
Berkata Al-Amir Ash-Shon’ani rahimahullah dalam At-Tanwir Syarhu Al-Jami’ Ash-Shaghir” (9/379) :
“(Tidaklah ada dua orang yang saling mengasihi karena Allah lalu keduanya berpisah) setelah tadinya mereka berdua saling kasih-mengasihi, (melainkan disebabkan oleh dosa yang dikerjakan salah seorang dari keduanya). Maka ia mendapat hukuman dari Allah dengan terenggutnya hubungan persaudaraan yang ganjarannya amat besar di sisi Allah, karena sesungguhnya kemaksiatan-kemaksiatan itu akan merenggut barokahnya ketaatan."
Berkata Musa al-Kazhimi rahimahullah : ”Jika telah berubah sikap sahabatmu kepadamu, maka ketahuilah bahwa hal itu disebabkan karena dosa yang telah engkau perbuat. Maka bertaubatlah dari segala dosa niscaya akan langgeng kasih sayang sahabatmu”.
Selasa, 21 November 2023
Dosa Maksiat Bisa Memisahkan Persahabatan ( Persaudaraan ) Dan Sebab Perselisihan Hati
Senin, 20 November 2023
Tanggapan Sebuah Syubhat "Hanya Allah Yang Tahu Kebenaran"
Tanggapan Sebuah Syubhat "Hanya Allah Yang Tahu Kebenaran"
Maka sebagai tanggapan, kita katakan :
(1) Sebutkan dalilnya jika hanya Allah yang tahu kebenaran? Adakah para Shahabat Nabi ketika dikritik dengan hujjah, kemudian mengatakan bahwa hanya Allah yang tahu kebenaran.??
(2) Nabi ﷺ mengetahui kebenaran. Allah Ta'ala berfiman :
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
"Dia-lah yang mengutus Rasulnya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama, meskipun orang-orang musyrik benci." (QS. Ash-Shaf/61 : 9). Allah juga berfirman :
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (Asy-Syuuraa: 52).
(3) Jin dan manusia juga bisa mengetahui kebenaran. Allah berfirman :
قَالُوْا يٰقَوْمَنَآ اِنَّا سَمِعْنَا كِتٰبًا اُنْزِلَ مِنْۢ بَعْدِ مُوْسٰى مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِيْٓ اِلَى الْحَقِّ وَاِلٰى طَرِيْقٍ مُّسْتَقِيْمٍ
"Mereka berkata, “Wahai kaum kami! Sungguh, kami telah mendengarkan Kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan setelah Musa, membenarkan (kitab-kitab) yang datang sebelumnya, membimbing kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus." ( QS. Al-Ahqaaf: 30)
Ibnu Mas’ud, ketika mengomentari orang yang salah dalam memberi fatwa, berkata :
مَنْ عَلِمَ فَلْيَقُلْ ، وَمَنْ لَمْ يَعْلَمْ فَلْيَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ
"Siapa yang tahu, silahkan dia bicara. Dan siapa yang tidak tahu, maka ucapkan, ‘Allahu a’lam’." (HR. Bukhari 4774)
Apa itu semua tidak cukup sebagai dalil dan bukti bahwa manusia dan jin pun bisa mengetahui kebenaran?
(4) Jika mereka katakan manusia tidak ada yang mengetahui kebenaran, maka demi Allah itu dusta. Karena Allah Ta'ala berfirman :
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya." (QS. Al Baqarah : 42)
(5) Al Qur'an dan As Sunnah itu sumber kebenaran. Allah Ta'ala berfirman :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًا مُّبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)
Nabi Muhammad ﷺ bersabda :
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik; Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam At-Ta’zhim wa Al-Minnah fi Al-Intishar As-Sunnah, hlm. 12-13).
Dari Abu Darda, Rasulullah ﷺ bersabda.
إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ زَلَّةَ الْعَالِمِ وَجِدَالَ الْمُنَافِقِ بِالْقُرْآنِ وَالْقُرْآنُ الْحَقُّ وَعَلَى الْقُرْآنِ مَنَارٌ كَأَعْلاَمِ الطَّرِيْقِ
"Sesungguhnya diantara yang aku khawatirkan atas kalian, adalah kesalahan orang yang ‘alim, perdebatan orang munafiq dengan Al Qur’an. Sementara Al Qur’an adalah sebuah kebenaran, di atasnya ada cahaya seperti rambu-rambu bagi jalan." (Dikeluarkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam kitab Jami’ Bayan Ilmu wa Fadlihi)
(6) Seorang yang berilmu wajib menjelaskan dan memperlihatkan kebenaran. Dan wajib baginya amar ma'ruf nahi munkar. Dalilnya sangat banyak dan terdapat ijma'.
Allah Ta’ala berfirman,
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110)
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَلْبِسُونَ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?" (QS. Ali-‘Imran : 71)
Nabi memerintahkan 7 perkara kepada Abu Dzar diantaranya :
وَأَمَرَنِى أَنْ أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا
"... Dan beliau memerintahkan untuk mengatakan yang benar walau itu pahit, ..." (HSR. Ahmad)
Andai manusia tidak ada yang tahu kebenaran, kenapa kita diperintahkan menyampaikan kebenaran.??
(7) Memegang kebenaran itu sebuah keharusan. Allah memerintahkan kita untuk yaqin dan melarang ragu terhadap ajaran Islam. Allah Ta'ala berfirman :
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Kebenaran itu adalah dari Rabb-mu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (QS. Al-Baqarah: 147). Sehingga siapa yang pemikirannya, aktivitasnya, ucapannya, disesuaikan dengan ajaran Nabi ﷺ, berarti dia di posisi sesuai kebenaran.
Sebaliknya, siapa yang tidak mengikuti ajaran beliau, menyimpang dari prinsip agama yang beliau sampaikan, maka dia sesat. Allah berfirman :
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
"Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An-Nisa : 115)
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
Catatan :
Bagi mereka yang punya keyakinan "Hanya Allah Yang Tahu Kebenaran" jika mereka itu jujur (bukan pendusta), maka lebih baik diri mereka diam dan jangan bicara sebagai konsekwensi diri mereka tidak tahu kebenaran sehingga jangan merasa sok tahu. Kemudian harusnya mereka juga ridho jika kita ajak berhakim kepada Allah Al Haqq dengan mubahalah. Tapi bagaimana realitanya.?? Mereka umumnya gemar bicara ngawur tanpa dalil dan enggan jika diajak berhakim kepada Allah..bagai syaithan yang takut mendapat adzab Allah tapi tetap membangkang dan angkuh diatas kebatilan. Mereka tidak mau mengikuti Al Qur'an dan Hadits Shahih karena sifat kibr (angkuh) dan merasa sok tahu serta mengedepankan hawa nafsunya. Jika mereka tidak mau diajak berhakim kepada Allah..lantas mereka ingin berhakim kepada siapa.?? Laa haula wa laa quwwata illa billah..
Minggu, 19 November 2023
Benarkah Kita Tidak Boleh "Mengklaim Diri Kita Benar Dan Di Atas Al Haq" ?
Benarkah Kita Tidak Boleh "Mengklaim Diri Kita Benar Dan Di Atas Al Haq" ?
Allah Ta'ala telah menyebutkan bahwa Islam itu agama yang wasath yaitu pertengahan antara ghuluw (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan). Allah Ta'ala berfirman :
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
"Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu, umat yang pertengahan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatan kamu." (QS. Al-Baqarah: 143). Semua syari’at baik i’tiqad (keyakinan), ibadah maupun muamalah dibangun di atas konsep ini.
Dalam perkara "mengklaim" maka Ahlus Sunnah Wal Jama'ah juga pertengahan antara ghuluw dan tafrith. Apabila kita mengklaimnya berdasarkan burhan (bukti) dan hujjah, maka hal itu dibenarkan dan terpuji bahkan bisa wajib. Sebaliknya yang tidak boleh dan tercela yaitu apabila ada orang yang sekedar mengklaim tapi tanpa hujjah dan burhan ataupun bukti. Lebih tercela lagi jika realitanya orang yang mengklaim tersebut menolak ketika kita tantang berhakim kepada Allah Rabbul 'Alamin dengan sumpah atau doa mubahalah untuk membuktikan kebenaran.
Allah Ta'ala berfirman :
وَقَالُوا۟ لَن يَدْخُلَ ٱلْجَنَّةَ إِلَّا مَن كَانَ هُودًا أَوْ نَصَٰرَىٰ ۗ تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ ۗ قُلْ هَاتُوا۟ بُرْهَٰنَكُمْ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ
"Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". (QS. Al Baqarah : 111)
Dan hal ini insya Allah juga tak bertentangan dengan akal sehat.
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
Tanggapan Atas Syubhat "Jangan Merasa Paling Benar"
Seringkali di dunia nyata ataupun di dunia maya kita menjumpai orang yang berkata “Jangan merasa paling benar” atau “Jangan merasa benar sendiri” dan ucapan-ucapan semisal itu. Maka sebagai tanggapan kita katakan :
(1) Apakah perkataan mereka tersebut berasal dari wahyu ataukah hanya sebatas kilah yang tak beralasan pada dalil yang menunjukkan kepada kebingungan? Apakah ada ayat (al-Qur'an) atau hadits Nabi ﷺ atau pendapat para ‘ulama yang mengatakan dengan perkataan tersebut.??
(2) Yang menjadikan semua manusia merasa benar itu karena memang Allah Ta’ala menjadikan semua manusia merasa di atas kebenaran. Sebagaimana Allah Ta’ala sebutkan dalam Firman-Nya :
كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ
“Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerja’an mereka”. (QS. Al-An’am: 108). Bahkan manusia sezhalim Fir’aun pun mengklaim yang dilakukannya adalah baik dan dia merasa diatas kebenaran. Itu sebabnya jika berselisih hendaknya dikembalikan kepada Allah dan Rosul-Nya. Allah تعالىٰ berfirman :
فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر
“Maka jika kamu berbeda pendapat tentang suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul (Muhammad), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian (Kiamat).”
(QS. An-Nisaa : 59).
Ayat tersebut dengan tegas mengatakan bahwa setiap perselisihan wajib dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya, Allah تعالىٰ tidak mengatakan; jika kamu berselisih janganlah kamu merasa benar sendiri, atau kembalikan pada pendapat masing-masing. Akan tetapi Allah تعالىٰ memerintahkan kita untuk mengembalikannya kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, ini menunjukkan bahwa yang benar hanyalah yang berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
(3) Para Shahabat Nabi ﷺ senantiasa menyalahkan orang-orang yang mereka pandang salah dan tidak pernah di antara mereka yang mengatakan : “Jangan merasa benar sendiri!”
(4) Orang-orang yang enggan mengembalikan perselisihan kepada Al Qur'an dan As Sunnah, justru itulah yang hakekatnya "mereka merasa paling benar" sehingga kibr (angkuh) tidak mau mengikuti Al Qur'an dan Hadits Shahih. Ketika kita ajak berhakim kepada Allah dengan mubahalah, maka mereka menolak bagai syaithan yang takut mendapat adzab Allah, tapi tetap membangkang di atas kebatilan.
(5) Kebenaran itu sudah jelas dan terang sebagaimana terangnya sinar matahari di siang hari. Nabi ﷺ bersabda :
الْحَلَالُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌٌ
“Sesungguhnya perkara halal itu sudah jelas dan perkara haram itu sudah jelas”. (Muttafaqun ‘alaih).
(6) Kebenaran itu hanya satu. Imam Malik rahimahullah berkata :
لا، والله حتى يصيب الحق، ما الحق إلا واحد، قولان مختلفان يكونان صوابًا جميعًا ؟ ما الحق والصواب إلا واحد
“Tidak, demi Allah hingga ia mengambil yang benar. Kebenaran itu hanya satu. Dua pendapat yang berbeda tidak mungkin keduanya benar, sekali lagi kebenaran itu hanya satu”.
(7) Kebenaran diperintahkan untuk disampaikan. Abu Ali Ad-Daqqoq berkata :
السَّاكِتُ عَن الحَقِّ شَيْطَانٌ أُخْرِسُ
“Orang yang diam dari kebenaran adalah setan bisu”.
Sebagai penutup realitanya kami sering mengucapkan :
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
Tanggapan Syubhat "Hanya Allah Yang Tahu Kebenaran"
Maka sebagai tanggapan, kita katakan :
(1) Sebutkan dalilnya jika hanya Allah yang tahu kebenaran? Adakah para Shahabat Nabi ketika dikritik dengan hujjah, kemudian mengatakan bahwa hanya Allah yang tahu kebenaran.??
(2) Nabi mengetahui kebenaran. Allah berfirman :
إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya kamu berada di atas petunjuk yang lurus.” (QS. Al-Hajj: 67).
(3) Ibnu Mas’ud, ketika mengomentari orang yang salah dalam memberi fatwa, berkata :
مَنْ عَلِمَ فَلْيَقُلْ ، وَمَنْ لَمْ يَعْلَمْ فَلْيَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ
"Siapa yang tahu, silahkan dia bicara. Dan siapa yang tidak tahu, maka ucapkan, ‘Allahu a’lam’." (HR. Bukhari 4774)
Apa itu semua bukan bukti bahwa manusia pun bisa mengetahui kebenaran?
(4) Seorang yang berilmu wajib menjelaskan dan memperlihatkan kebenaran. Dan wajib baginya mengingkari kebatilan. Dalilnya sangat banyak dan terdapat ijma'. Andai manusia tidak ada yang tahu kebenaran, kenapa kita diperintahkan menyampaikan kebenaran.??
(5) Memegang kebenaran itu sebuah keharusan. Allah memerintahkan kita untuk yaqin dan melarang ragu terhadap ajaran Islam. Allah berfirman :
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (QS. al-Baqarah: 147). Sehingga siapa yang pemikirannya, aktivitasnya, ucapannya, disesuaikan dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, berarti dia di posisi sesuai kebenaran.
Sebaliknya, siapa yang tidak mengikuti ajaran beliau, menyimpang dari prinsip agama yang beliau sampaikan, maka dia sesat. Allah berfirman :
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
"Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An-Nisa : 115)
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
Kamis, 16 November 2023
Apa Hukumnya Memboikot Produk Yahudi (Bani Israil), Orang Kafir Ataupun Ahlul Ahwa'?
Apa Hukumnya Memboikot Produk Yahudi (Bani Israil), Orang Kafir Ataupun Ahlul Ahwa'?
Allah Ta'ala telah menyebutkan bahwa Islam itu adalah agama yang wasath yaitu pertengahan antara ghuluw (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan). Allah Ta'ala berfirman :
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
"Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu, umat yang pertengahan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatan kamu." (QS. Al-Baqarah: 143). Semua syari’at baik i’tiqad (keyakinan), ibadah maupun muamalah dibangun di atas konsep ini.
Dalam perkara hajr 'uqubah yaitu memboikot Yahudi, orang kafir ataupun ahlul ahwa' maka Ahlus Sunnah Wal Jama'ah juga pertengahan antara ghuluw dan tafrith. Yang terpenting hendaknya perlu dipahami :
1. Dalil-dalil yang menunjukkan bolehnya bermuamalah dengan orang kafir begitu banyak, baik dengan orang Yahudi, Nashrani maupun orang musyrik. Bahkan karena sebuah hajat, Nabi pernah menggadaikan baju perang beliau (baju besi) kepada seorang Yahudi. Sehingga yang terlarang adalah muamalah dengan kafir harbi (yang sedang berperang dengan kaum muslimin).
2. Melakukan pemboikotan ataukah tidak terhadap orang kafir ataupun ahlul bid'ah adalah hak negara, bukan hak individu.
3. Ajakan hajr (memboikot) disuarakan oleh negara, dan bukan individu/kelompok.
4. Jika ulil amri (penguasa/negara) ingin melakukan pemboikotan terhadap orang kafir ataupun ahlul ahwa' maka hendaklah dilakukan pengkajian pertimbangkan mashlahat dan mafsadat.
5. Jika yang dimaksud adalah boikot produk Yahudi yaitu produk negara bani Israel, maka pemboikotan seperti ini benar jika negara bani Israel memang termasuk kafir harbi (yang sedang berperang dengan kaum muslimin). Perlu diketahui bahwa Kerajaan Saudi Arabia dan negara jazirah Arab sudah sejak lama -yang aku ketahui- telah melakukan pemboikotan terhadap negara bani Israel. Yang kami ketahui hal itu masih berlaku seperti itu hingga saat ini. Bangsa Arab umumnya tidak mau berkunjung ke negara bani Israil termasuk ke Baitul Maqdis di Yerusalem. Sehingga sebuah kedustaan jika banyak orang menuduh Saudi mendukung/pro negara bani Israel.
6. Hajr tark itu beda dengan hajr 'uqubah.Tidak dibenarkan sebuah kelompok atau jam'iyyah menerapkan hajr 'uqubah (boikot) sendiri-sendiri baik terhadap orang kafir atau ahlul ahwa'. Seperti halnya yang diterapkan sebagian kelompok Salafi melakukan hajr 'uqubah tanpa perhatikan kaidah hajr 'uqubah. Contoh : "jangan muamalah dengan si fulan.."
7. Jika ulil amri atau pemerintah yang sah (untuk di Indonesia adalah presiden) apabila menyeru untuk melakukan hajr 'uqubah semisal memboikot atau melarang muamalah dengan negara bani Israel, maka hendaknya wajib ditaati. Sehingga muamalah dengan Yahudi (negara bani Israil) yang asalnya mubah (boleh), maka bisa berubah menjadi haram. Barangsiapa tidak mentaatinya maka berhak mendapat dosa.
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
Catatan :
Diriku ketika berselisih dengan seseorang, seingatku tidak pernah menyeru "jangan muamalah dengan fulan", walau orang tersebut pernah melarang orang lain agar tidak muamalah denganku. Jika aku melakukan hal yang sama dengan mereka, maka itu artinya diriku sepert mereka.? Wa na'udzubillah.
Rabu, 15 November 2023
Berbantahan Yang Terpuji
Berbantahan Yang Terpuji
Allah Ta'ala berfirman :
{ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ} [النحل : 125]
"Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan mau'izhoh (pengajaran/nasihat) yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (An-Nahl: 125)
Imam Asy-Syafi’iy rahimahullah berkata:
«مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا إِلا عَلَى النَّصِيحَةِ» [آداب الشافعي ومناقبه لابن أبي حاتم]
“Aku tidak berdebat dengan seseorang kecuali dengan niat saling menasehati”. Beliau juga mengatakan :
وَاللَّهِ، مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا، فَأَحْبَبْتُ أَنْ يُخْطِئَ [آداب الشافعي ومناقبه لابن أبي حاتم]
“Demi Allah, tidaklah aku berdebat dengan seseorang kemudian diriku senang jika dia salah.” (lihat Adab Asy-Syafi’iy karya Ibnu Abi Hatim)
Selasa, 14 November 2023
Wahai Segenap Jin dan Manusia..!
Wahai Segenap Jin dan Manusia..!
Ketahuilah bahwa membunuh anak kecil, para wanita yang tidak mengangkat senjata, orang-orang lemah yang tidak ikut berperang, membunuh kafir dzimmi dan mu'ahad ataupun membuat kerusakan di muka bumi maka itu semua termasuk perkara yang Allah haramkan.. baik pelakunya Hamas (muslim) ataupun bani Israil. Banyak ayat dan hadits Nabi yang melarangnya. Demikian juga bertentangan Hukum Humaniter Internasional.
Jika mereka tidak mau berdamai lantaran masing-masing pihak merasa benar dan hebat, kenapa tidak menempuh jalan ini ?
1. Perang secara adil di wilayah yang tidak ada penghuninya. Agar tidak mengorbankan anak-anak kecil ataupun makhluk yang tak berdosa.
2. Berhakim kepada Allah Rabb Semesta Alam dengan Mubahalah. Saling doa melaknat..siapa yang dusta semoga Allah Musnahkan dari muka bumi.
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah
"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah Hukumi Manusia Dengan Hujjah Dan Burhan Sesuai Z...
-
Hukum Shalat Jenazah Di Al-Maqbaroh Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'a h Dalil Yang Secara Umum Melarang Shalat Di Al-Maqbaroh (Kuburan) ...
-
Pembagian Tauhid Dan Asal Usulnya Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Tidak Mewajibkan Pembagian Tauhid Men...