Hukum Shalat Jenazah Di Al-Maqbaroh Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Dalil Yang Secara Umum Melarang Shalat Di Al-Maqbaroh (Kuburan)
✍🏻 Hadits dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه مرفوعًا: «الأرض كُلُّها مسجد إلا المَقْبَرة والحَمَّام». (صحيح - رواه الترمذي وأبو داود وابن ماجه وأحمد والدارمي)
Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyaallahu 'anhu secara marfū', Nabi ﷺ bersabda : "Bumi itu semuanya adalah masjid, selain kuburan dan kamar mandi."
(Hadits shahih - Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Ad-Darimi)
✍🏻 Hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
نهى عن الصلاة بين القبور
"Nabi ﷺ melarang shalat di kuburan." (HR. Al-Bazzar 441 dan dishahihkan al-Albani dalam Ahkam al-Janaiz).
✍🏻 Hadits dari Abu Martsad al-Ghanawi.
عن مَرْثَد الغَنَويّ رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال:«لا تصلُّوا إلى القُبُور، ولا تجلِسُوا عليها». (صحيح - رواه مسلم)
Dari Abu Martsad Al-Ghanawiy radhiyaallahu 'anhu meriwayatkan dari Rasulullah ﷺ bersabda :
"Janganlah kalian duduk di atas kubur dan jangan shalat menghadapnya." (Hadits Shahih - Diriwayatkan oleh Muslim)
Hadits-hadits di atas bersifat umum kita dilarang untuk melakukan shalat di kuburan. Terutama shalat yang ada rukuk dan sujud sebagaimana umumnya shalat.
✍🏻 Kemudian khusus shalat jenazah, Rasulullah ﷺ melarang dilakukan di tengah-tengah kuburan. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
أنّ النبي صلى الله عليه وسلم نهى أن يصلى على الجنائز بين القبور
"Bahwa Nabi ﷺ melarang shalat jenazah di sekitar kuburan." (HR. Thabrani dalam al-Wasith 5631, dan dihasankan al-Haitsami dalam Majma az-Zawaid).
Dalil Yang Membolehkan Sholat Jenazah Di Kuburan
✍🏻 Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
أَنَّ أَسْوَدَ رَجُلًا – أَوِ امْرَأَةً – كَانَ يَكُونُ فِي المَسْجِدِ يَقُمُّ المَسْجِدَ، فَمَاتَ وَلَمْ يَعْلَمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَوْتِهِ، فَذَكَرَهُ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: «مَا فَعَلَ ذَلِكَ الإِنْسَانُ؟» قَالُوا: مَاتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «أَفَلاَ آذَنْتُمُونِي؟» فَقَالُوا: إِنَّهُ كَانَ كَذَا وَكَذَا – قِصَّتُهُ – قَالَ: فَحَقَرُوا شَأْنَهُ، قَالَ: «فَدُلُّونِي عَلَى قَبْرِهِ» فَأَتَى قَبْرَهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ
“Bahwasanya seorang laki-laki atau wanita yang paling hitam kulitnya dahulu menjadi tukang sapu masjid. Kemudian dia meninggal dunia dan Nabi ﷺ tidak mengetahui tentang kamatiannya. Suatu hari, beliau teringat tentang orang tersebut. Maka, beliau bersabda, ‘Apa yang telah terjadi dengan orang itu?’ Mereka (para sahabat) menjawab, ‘Dia telah meninggal, wahai Rasulullah.’ Lalu, Nabi ﷺ bersabda, ‘Mengapa kalian tidak memberitahu aku?’ Mereka menjawab, “Kejadiannya begini, begini … “ Lalu, mereka menjelaskan. Kemudian beliau bersabda, ‘Tunjukkan kepadaku makamnya.’ Maka, beliau ﷺ mendatangi makam orang itu, kemudian menyalatinya.” (HR. Bukhari no. 1337 dan Muslim no. 956)
Di dalam riwayat Muslim terdapat tambahan, Nabi ﷺ bersabda :
إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ
“Sesungguhnya makam-makam ini telah dipenuhi kegelapan bagi penghuninya. Dan sesungguhnya Allah akan memberikan mereka cahaya karena shalat yang aku kerjakan atas mereka.”
✍🏻 Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رَجُلٍ بَعْدَ مَا دُفِنَ بِلَيْلَةٍ، قَامَ هُوَ وَأَصْحَابُهُ وَكَانَ سَأَلَ عَنْهُ، فَقَالَ: مَنْ هَذَا؟ فَقَالُوا: فُلاَنٌ دُفِنَ البَارِحَةَ، فَصَلَّوْا عَلَيْهِ
“Nabi ﷺ pernah mengerjakan shalat jenazah untuk seorang laki-laki yang telah dikebumikan pada malam hari. Beliau mengerjakannya bersama dengan para shshabat. Ketika itu, beliau bertanya tentang jenazah tersebut, ‘Siapakah orang ini?’ Mereka pun menjawab, ‘Si fulan, yang telah dikebumikan kemarin.’ Maka, mereka menyalatkannya.” (HR. Bukhari no. 1340)
✍🏻 Demikian pula, diriwayatkan dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى عَلَى قَبْرٍ
“Sesungguhnya Nabi ﷺ shalat di sisi kubur (setelah jenazah dimakamkan, pent.).” (HR. Muslim no. 955)
Di dalam hadits-hadits tersebut, tidak terdapat rincian sampai kapan diperbolehkan shalat jenazah di sisi makam tersebut.
Khilafiyah Mu'tabar Dan Pendapat Yang Lebih Mendekati Kebenaran
Para ulama Ahlus Sunnah sepakat tentang haramnya mengerjakan sholat di kuburan untuk perkara sholat selain sholat jenazah. Adapun untuk shalat jenazah maka terdapat khilaf mu'tabar di kalangan para ulama tentang hukum mengerjakan shalat jenazah di kuburan. Berikut penjelasannya :
1️⃣ Pertama, shalat jenazah di kuburan tidak sah. Ini merupakan salah satu riwayat pendapat Imam Ahmad. (lihat al-Inshaf, 1/490).
2️⃣ Kedua, shalat jenazah di kuburan hukumnya makruh. Ini merupakan pendapat Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. (lihat Badai as-Shana’i 1/320, Bidayatul Mujtahid 1/410, al-Majmu’ 5/231, al-Inshaf, 1/490).
3️⃣ Ketiga, shalat jenazah di kuburan, jika ada sebab, hukumnya dibolehkan. Ini merupakan pendapat sebagian Hanafiyah (lihat al-Fatawa al-Hindiyah, 1/165), sebagian Malikiyah (lihat Bidayatul Mujtahid, 1/410), mayoritas ulama hambali (lihat al-Mughni, 3/423), dan Zhahiriyah (lihat al-Muhalla, 4/32).
Pendapat Yang Lebih Mendekati Kebenaran
✍🏻 Dari ketiga pendapat ini, yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat ketiga bahwa shalat jenazah di kuburan hukumnya diperbolehkan jika ada sebab yang dibenarkan syari'at. Yaitu bagi orang-orang yang memiliki hubungan khusus seperti kekerabatan, persahabatan ataupun seorang amir yang memang berhak untuk menjadi imam sholat jenazah tapi belum sempat menyolati karena udzur syar'i.
Ini sebagaimana praktek Nabi ﷺ berupa shalat jenazah di kuburan yang beliau lakukan bersama para shahabat menjadi pengecualian terhadap larangan dalam beberapa hadits yang telah disebutkan. Sehingga kita bisa mengamalkan semua hadits dengan memposisikan masing-masing sesuai porsinya. Hadits yang melarang shalat di kuburan maka kita pahami untuk semua shalat selain shalat jenazah. Sementara praktek beliau shalat jenazah di kuburan dipahami sebagai pengecualian. Pemahaman semacam ini sesuai kaidah fiqhiyah :
إعمال الكلام أولى من إهماله
"Mengamalkan al-kalam (hadits), lebih didahulukan daripada membuangnya."
✍🏻 Beberapa shahabat shalat jenazah di kuburan. Ini menunjukkan bahwa mereka memahami praktek Nabi ﷺ sebagai dalil bahwa itu diperbolehkan. Nafi – ulama tabi’in muridnya Ibnu Umar – menceritakan,
لقد صلينا على عائشة وأم سلمة وسط البقيع بين القبور، والإمام يوم صلينا على عائشة أبو هريرة وحضر ذلك ابن عمر
"Kami pernah menshalati jenazah Aisyah dan Ummu Salamah di tengah pemakaman Baqi’ di antara kuburan. Yang menjadi imam adalah Abu Hurairah, dan dihadiri Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhum." (HR. Abdurrazaq dalam al-Mushannaf no. 6570)
✍🏻 Mengamalkan hadits lebih didahulukan daripada membuang hadits yang sama-sama shahih. Sebagaimana kaidah di atas. Jangan gemar membuang hadits shahih sebagaimana kebiasaan orang Syiah.
Kesimpulan
1️⃣ Hukum asal shalat jenazah adalah tidak boleh di al-maqbaroh. Hal ini karena tiada nukilan dari Nabi ﷺ bahwa beliau shalat di setiap makam, dan demikian pula para shahabat Nabi ﷺ. Tapi hanya tertentu saja.
2️⃣ Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa seseorang tidaklah mendirikan shalat jenazah di al-maqbaroh, kecuali memiliki hubungan khusus dengan mayit dan sebab yang dibenarkan syari'at.
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين