Jumat, 13 September 2024

Ada 4 Golongan Manusia Apabila Mereka Mati Maka Diriku Tidak Ingin Mensholati


 

Ada 4 Golongan Manusia Apabila Mereka Mati Maka Diriku Tidak Ingin Mensholati


✍🏼  Diriku wajib lebih mendahulukan ridha Allah daripada mencari ridha manusia atau mencari simpati makhluk. Insya Allah ada 4 jenis manusia, apabila mereka mati maka diriku tidak ingin mensholati (kecuali jika الله berkehendak lain) yaitu :
1️⃣  Orang yang sengaja meningggalkan sholat tanpa udzur yang dibenarkan syar'iat Allah.
2️⃣  Ahlul Ahwa' (pengikut hawa nafsu)
3️⃣  Al-Mujahirin (orang-orang fasiq yang berbuat dosa besar atau kezhaliman secara terang-terangan); dan setelah itu
4️⃣  Orang-orang yang membenciku bukan karena Allah tapi karena hawa nafsu.

       Dengan tanpa memandang dari sisi harta, perkerjaan, jabatan, nasab ataupun hubungan kerabat dsb, karena diriku tidak ingin mensholati orang-orang yang amalan zhahirnya dibenci Allah. Sebagaimana dalam HR. Muslim bahwa Nabi ﷺ tidak mau sholati orang yang mati bunuh diri atau pelaku dosa semisal sebagai pelajaran.

✍🏼  Orang yang tabiatnya baik insya-Allah akan senang kumpul dengan orang baik. Dan orang yang tabiatnya buruk (jelek) akan suka kumpul dengan orang yang buruk pula. Diriwayatkan dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda :

الأرواح جنود مجندة، فما تعارف منها ائتلف، وما تناكر منها اختلف

“Ruh-ruh adalah tentara yang berkelompok-kelompok. Yang saling mengenal akan bersatu, dan yang tidak saling mengenal akan saling berselisih.” 
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

✍🏼  Al-Khoththobi rahimahullah berkata :

على معنى التشاكل في الخير والشر والصلاح والفساد، وأن الخير من الناس يحن إلى شكله والشرير نظير ذلك يميل إلى نظيره، فتعارف الأرواح يقع بحسب الطباع التي جُبلت عليها من خير وشر، فإذا اتفقت تعارفت، وإذا اختلفت تناكرت

“Bisa jadi bermakna isyarat atas kesamaan dalam hal kebaikan dan kejelekan serta perbaikan dan kerusakan. dan bahwasanya orang yang baik akan rindu kepada jenisnya (yang baik pula), sedangkan yang jelek dan semisal itu maka akan condong kepada yang sejenisnya pula. Para ruh akan saling mengenal, sehingga akan hinggap sesuai dengan tabiat yang telah diciptakan di atasnya dari kebaikannya maupun kejelekannya, maka apabila telah cocok maka akan saling mengenal, dan apabila berbeda maka akan saling mengingkari.” (lihat Al-Fath, juz 3 hal. 199)

Rabu, 11 September 2024

Kemuliaan Dan Keutamaan Shalat Malam






 

Kemuliaan Dan Keutamaan Shalat Malam


     Allah Ta’ala berkalam :

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلًا مِّنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18)

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz-Dzariyat: 15-18)

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ (16) فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (17)

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami berikan. Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah: 16-17).

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabbnya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9)

     Allah Ta’ala bercerita tentang ‘ibadurrahman (hamba-hamba Ar-Rahman).

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا (63) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (64)

“Dan hamba-hamba Ar-Rahman itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.” (QS. Al-Furqon: 63-64). Dan di akhir ayat tentang 'ibadurrahman, Allah berkalam :

أُولَٰئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَامًا

“Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya.”  (QS. Al-Furqon: 75)


Pentingnya Kedudukkan Shalat Malam

     Di antara yang menunjukkan pentingnya shalat malam adalah bahwa di awal Islam yang diwajibkan bukan shalat lima waktu. Shalat lima waktu baru diwajibkan tatkala isra dan mi’raj. Allah Ta’ala turunkan perintah-Nya melalui Surat Al-Muzammil di awal-awal Islam.

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِّصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا (4) إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا (5) إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا (6)

“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS.Al-Muzammil: 1-6)

     Ummul Mukmini Aisyah radhiallahu ‘anha menjelaskan bahwa Rasulullah dan para sahabat shalat malam selama hampir setahun. Karena hal ini diwajibkan oleh Allah Ta’ala. Setelah satu tahun barulah Allah turunkan penutup dari Surat Al-Muzammil ini.

إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَىٰ مِن ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِّنَ الَّذِينَ مَعَكَ ۚ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ ۚ عَلِمَ أَن لَّن تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۖ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ ۚ عَلِمَ أَن سَيَكُونُ مِنكُم مَّرْضَىٰ ۙ وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ ۚ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا ۚ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Sesungguhnya Rabbmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.Al-Muzammil: 20)

Kemuliaan Seorang Mukmin Ada Pada Shalat Malam Dan Tidak Merasa Membutuhkan Manusia

     Rasulullah bersabda :

أَتَانِـيْ جِبْـرِيْلُ فَقَالَ: يَا مُـحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ شَرَفَ الْـمُؤْمِنِ قِيَامُهُ بِاللَّيْلِ، وَعِزُّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ.

“Malaikat Jibril mendatangiku, lalu berkata, ‘Wahai Muhammad, hiduplah sekehendakmu karena kamu akan mati, cintailah seseorang sekehendakmu karena kamu akan berpisah dengannya, dan beramallah sekehendakmu karena kamu akan diberi balasan, dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang Mukmin itu ada pada shalat malamnya dan tidak merasa butuh terhadap manusia.” (HR. Al-Hakim).

       Rasulullah pernah bersabda mengenai diri ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma.

نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللهِ لَوْ كَانَ يُصَلِّيْ مِنَ اللَّيْلِ.

“Sebaik-baik orang adalah ‘Abdullah, seandainya ia mau shalat malam.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

     Tatkala Anda bangun di tengah malam, berkhalwat dan bersendirian dengan Allah:

وَصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ ، تَدْخُلُوْا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ

“shalatlah di waktu malam ketika orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan selamat.”


Keutamaan Mendekatkan Diri Kepada Allah Di Sepertiga Malam Terakhir


     Rasulullah bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ : مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ ؟ مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ ؟ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ ؟

“Rabb kita Tabaaraka wa Ta’aala turun setiap malam ke langit dunia ketika masih tersisa sepertiga malam terakhir, Dia berfirman, “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan berikan, dan barangsiapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka Aku akan ampunkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

     Seorang penyair mengatakan,

لبِستُ ثوب الرَّجا والناس قد رقدوا
وَبِتُّ أشكوا إلى مولاي مـا أجـدُ

وقُلتُ يا أمَلـي فـي كـلِّ نائبـة
ومَن عليه لكشف الضُّـرِّ أعتمـد

Aku memakai pakaian harapanku, sementara orang-orang sedang tidur.
Aku bangun shalat, aku keluhkan segalanya kepada Tuhanku tak ada selain-Nya.

Dan kukatakan wahai Tuhanku tempat aku kembali dalam semua permasalahan.
Dan kepada Dia untuk mengangkat masalah, Engkaulah tempatku bersandar.

إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya”. (QS. Yusuf: 86)

Minggu, 25 Agustus 2024

Hukum Asal Perintah ( الأمر ) Itu Wajib, Kecuali Ada Qorinah Yang Memalingkan


 


Hukum Asal Perintah ( الأمر ) Itu Wajib, Kecuali Ada Qorinah Yang Memalingkan



     Madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (dan ini pendapat jumhur ulama) punya qaidah bahwa hukum asal dari sebuah perintah adalah wajib, kecuali ada qorinah yang menunjukkan hal tersebut adalah anjuran.

الاصل فى الأمر للوجوب ولا تدل على غيره الا بقرينة

“Amr pada dasarnya menunjukkan arti wajib, kecuali adanya qarinah-qarinah tersebut yang memalingkan arti wajib tersebut.”

     Yang dimaksud qorinah yaitu dalil lain ataupun berupa ijma' orang-orang mukmin (Ahlus Sunnah Wal Jama'ah)

     Diantara dalil qaidah ini firman Allah pada Surat An Nur ayat ke 63 :

فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖٓ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

".... , maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." (QS. Nur : 63)

Jumat, 23 Agustus 2024

Diriku Beriman Allah Maha Adil


 


Diriku Beriman Allah Maha Adil


قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

162. Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb seluruh alam,

✍🏼 Demikian juga hati ini insya Allah telah kuberikan untuk Allah. Sehingga tak usah heran :
"Jika mereka membenciku, maka tak perlu heran jika Allah menjadikan hati ini pun bisa membenci mereka.? Jika mereka bara' tehadapku maka tak usah heran jika Allah menjadikan hati ini pun bisa bara' terhadap mereka.? Jika mereka marah terhadapku, maka tak usah heran jika Allah menjadikan hati ini bisa marah terhadap mereka.? Jika mereka melupakanku, maka tak usah heran jika Allah menjadikan hati ini pun bisa melupakan mereka.? dst."

✍🏼  Doa mustajab itu bukan berarti selalu Allah kabulkan dalam waktu dekat bahkan ada yang dikabulkannya di akhirat. Dengan hikmahnya, doa nabi Musa dikabulkan setelah 40 tahun Fir'aun dan para pendukungnya baru binasa.

✍🏼  Allah janji akan kabulkan doa hamba-hambaNya, tapi tidak memberitahu kapan terkabulnya. Dan diriku memang bukan pemilik ilmu sihir.
Silahkan amati apa yang akan dialami orang-orang yang zholim terhadap agama Allah mulai tahun 2019 sampai 2059 nanti?
Apa matanya, telinganya, tubuhnya dll tidak banyak keluhan?
Sepengetahuanku banyak yang sudah mendapat balasan amal perbuatan zhalimnya. Bahkan tak sedikit yang sudah mati ternasuk para gembongnya. Wa Allahu a'lam. Laa haula wa laa quwwata illa billah.

Jum'at, ba'da Ashar..

Sabtu, 17 Agustus 2024

Kemerdekaan Yang Haqiqi Dan Hukum Ihtifaal ( Perayaan ) Yaumul Wathoni











Kemerdekaan Yang Haqiqi Dan Hukum Ihtifaal ( Perayaan ) Yaumul Wathoni


     Bagi seorang muslim kemerdekaan yang haqiqi adalah menjadi hamba Allah sepenuhnya dan merasa bahagia dengan menunaikan hak Allah dalam tauhid. Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan mengenai hal ini, beliau berkata,

قال الشيخ العثيمين : العبودية لله هي حقيقة الحرية، فمن لم يتعبد له، كان عابدا لغيره

“Menjadi hamba Allah adalah kemerdekaan yang hakiki, Barang siapa yang tidak menghamba kepada Allah, dia akan menjadi hamba kepada selain-Nya”. (lihat Al-Majmu’ Al-Fatawa 8/306)

     Itu sebuah kenyataan bahwa manusia berada di antara dua pilihan, menjadi hambanya Allah atau menjadi hambanya selain Allah dan tiada pilihan ketiga.

قال الإمام ابن القيم -رحمه الله- في النونية:
هَربوا من الرّقّ الذي خُلقوا له ♡ فبُلُـــوا برِِقّ النفسِ والشيطانِ

      Imam Ibnul Qoyyim rohimahullah dalam Nuniyyah-nya mengatakan: “Mereka lari dari penghambaan (kepada Allah) yang mereka diciptakan untuknya.. akhirnya mereka dihukum dengan penghambaan kepada hawa nafsu dan syaithan..”

قال الشيخ العلامة صالح الفوزان ـ حَفِظَهُ اللهُ تعالى ـ : “الحرية الصحيحة هي اتباع الكتاب والسنة؛ لأنّهما يحرران العقول ويحرران العبيد من الأهواء ومن الشهوات ومن الأفكار ومن الآراء الضالة والشاذة؛ بل يحرران الناس من عبادة الأشجار والأحجار والشيطان والطواغيت، وهذه هي الحرية الصحيحة، تكون باتباع الكتاب والسنة، وأما مخالفة الكتاب والسنة فهذه عبودية وليست حرية، فيكونون عبيد أهوائهم، وعبيد أفكارهم ورغباتهم، وعبيد من قلَّدوهم على ضلال”.
📖  بيان المعاني في شرح مقدمة ابن أبي زيد القيرواني ٩١

     Asy-Syaikh al-‘Allamah Shalih bin Fauzan al-Fauzan حفظه اللّه تعالى :
“Kemerdekaan yang sesungguhnya adalah dengan mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena keduanya memerdekaan akal, memerdekakan seorang hamba dari kekangan hawa nafsu dan syahwat, dari pemikiran-pemikiran yang menyesatkan dan ganjil, bahkan memerdekakan manusia dari peribadatan kepada pepohonan, bebatuan, syaithan, dan thogut, inilah kemerdekaan yang benar, yakni dengan mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Adapun menyelsihi Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka inilah perbudakan bukan kemerdekaan, sehingga mereka menjadi budak-budak bagi hawa nafsunya, bagi pemikiran dan keinginannya, dan menjadi budak-budak kepada siapa yang mereka ikuti di atas kesesatan.”

📖  lihat Bayanul Ma’ani fii syarhi Muqoddimah Ibnu Abi Zaid al-Qoirawani, hal. 91

https://m.youtube.com/watch?v=TKHsc01SDXE

Bolehkah Kaum Muslimin Mengadakan Perayaan Tiap Tahun Selain 'Idul Fithri Dan 'Idul Adha?

     'Id adalah hari perayaan yang dilakukan secara rutin, baik setiap tahun, setiap bulan, atau setiap pekan. Sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam dalam kitab Iqtidha Shiratil Mustaqim. Sehingga dari pengertian ini, yaumul wathoni (hari perayaan kemerdekaan) termasuk Id, karena berulang setiap tahun sekali.

     Rasulullah ﷺ bersabda :

إن لكل قوم عيدا ، وهذا عيدنا

“Setiap kaum memiliki 'Id sendiri, dan 'Idul Fithri ini adalah 'Id kita (kaum Muslimin).” (HR. Bukhari no. 952, 3931, Muslim no. 892)

     Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa 'Id termasuk bagian dari agama. Artinya bahwa dalam 'Id mengandung perkara ibadah. Oleh karena itu para ulama juga menghukumi perayaan-perayaan semacam perayaan maulid Nabi, Isra' Mi'raj, dan Yaumul Wathani (hari kemerdekaan) sebagai perkara bid'ah. Dan perkara bid'ah telah jelas hukumnya sebagaimana dalam hadits :

عَنْ أُمِّ المُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: «مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ» رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: «مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»

Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata: Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa yang mengada-ngada dalam urusan kami ini yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak.” (HR Al-Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Dalam riwayat Muslim, “Barangsiapa yang beramal tanpa ada perintahnya dari kami, maka amal itu tertolak.” (HR Muslim no. 1718)

     Andaikan mereka menolak bahwa perayaan-perayaan tersebut termasuk tasyabbuh dan bidah, maka terdapat larangan khusus mengenai hal ini, yaitu Rasulullah ﷺ melarang umatnya membuat 'Id baru selain dua hari 'Id yang sudah ditetapkan syariat. Hal ini diceritakan oleh Anas bin Malik radhiallahu’anhu :

قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال ما هذان اليومان قالوا كنا نلعب فيهما في الجاهلية فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله قد أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الأضحى ويوم الفطر

“Di masa Rasulullah ﷺ baru hijrah ke Madinah, warga Madinah memiliki dua hari raya yang biasanya di hari itu mereka bersenang-senang.
Rasulullah ﷺ bertanya: ‘Perayaan apakah yang dirayakan dalam dua hari ini?’
Warga Madinah menjawab: ‘Pada dua hari raya ini, dahulu di masa Jahiliyyah kami biasa merayakannya dengan bersenang-senang.’
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sungguh Allah telah mengganti hari raya kalian dengan yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.” (HR. Abu Daud, 1134, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/119, disahihkan Al Albani dalam Sahih Abi Daud, 1134)

     Dalam hadits ini, 'Id yang dirayakan penduduk Madinah ketika itu bukanlah hari raya yang terkait ibadah. Bahkan hari raya yang hanya hura-hura dan senang-senang. Namun tetap dilarang oleh Rasulullah ﷺ. Ini menunjukkan terlarangnya membuat 'Id baru selain dua hari 'Id yang sudah ditetapkan syariat, baik Id tersebut tidak terkait dengan ibadah, maupun terkait dengan ibadah.


Fatwa Para Ulama Ahlus Sunnah Seputar Hukum Perayaan Yaumul Wathoni (Hari Kemerdekaan)


☆  Fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts wal Ifta’

ما كان من ذلك مقصوداً به التنسك والتقرب ، أو التعظيم كسباً للأجر ، أو كان فيه تشبه بأهل الجاهلية ، أو نحوهم من طوائف الكفار : فهو بدعة محدثة ممنوعة ، داخلة في عموم قول النبي صلى الله عليه وسلم : (من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد) رواه البخاري ومسلم.

مثال ذلك : الاحتفال بعيد المولد ، وعيد الأم ، والعيد الوطني ؛ لما في الأول من إحداث عبادة لم يأذن بها الله ، ولما في ذلك من التشبه بالنصارى ونحوهم من الكفرة ، ولما في الثاني والثالث من التشبه بالكفار

“Kemudian jika 'Id diselenggarakan dalam rangka taqarrub, mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap pahala serta pengagungan sesuatu, atau di dalamnya terdapat unsur tasyabbuh kepada orang Jahiliyyah atau semacam mereka, misalnya menyerupai orang kafir, maka yang demikian ini termasuk bidah dan terlarang, karena termasuk dalam keumuman sabda Nabi ﷺ: “Orang yang membuat perkara baru dalam agama ini, maka amalannya tersebut tertolak” (HR. Bukhari-Muslim)

Contohnya perayaan Maulid Nabi, perayaan Hari Ibu, dan perayaan Hari Kemerdekaan. Contoh yang pertama, termasuk membuat-buat ritual ibadah baru yang tidak diizinkan oleh Allah. Yang demikian juga merupakan tasyabbuh terhadap orang Nasrani dan kaum kuffar lainnya. Sedangkan contoh kedua dan ketiga, termasuk tasyabbuh terhadap kaum kuffar.”  (lihat Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 3/88)

☆  Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz

     Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata :

أما اليوم الوطني والاحتفال بيوم وطني أو في أي يوم أو في ليلة الرغائب كل هذا بدعة كلها من البدع ومن التشبه بأعداء الله

“Adapun Yaumul Wathani atau perayaan Yaum Wathani, atau perayaan Malam Raghaib, semua ini merupakan kebidahan, dan menyerupai kebiasaan para musuh Allah.” ( sumber : https://binbaz.org.sa/fatwas/2365/%D8%AD%D9%83%D9%85 )

☆  Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

     Syaikh Muhammah bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata :

إن كل الأعياد التي تخالف الأعياد الشرعية كلها أعياد بدع حادثة ، لم تكن معروفة في عهد السلف الصالح ، وربما يكون منشؤها من غير المسلمين أيضا ، فيكون فيها مع البدعة مشابهة أعداء الله سبحانه وتعالى ، والأعياد الشرعية معروفة عند أهل الإسلام ؛ وهي عيد الفطر ، وعيد الأضحى ، وعيد الأسبوع ” يوم الجمعة ” ، وليس في الإسلام أعياد سوى هذه الأعياد الثلاثة

“Semua perayaan yang bertentangan dengan perayaan-perayaan yang syari, semua adalah perayaan yang bidah. Tidak dikenal di zaman Salafus Shalih. Dan terkadang awal kemunculannya berasal dari kaum non-Muslim. Sehingga selain bidah, perayaan seperti itu juga menyerupai musuh-musuh Allah subhanahu wa taala. Dan perayaan yang disyariatkan dalam Islam adalah: Idul Fitri, Idul Adha, dan hari raya pekanan yaitu Jumat. Dalam Islam tidak ada hari raya lagi selain tiga hari raya ini.” (lihat Majmu Fatawa Ibnu Al Utsaimin, 2/301)

☆  Fatwa Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan

     Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan berkata :

ومن ذلك تقليدهم في الأعياد الشركية والبدعية كأعياد الموالد عند مولد الرسول صلى الله عليه وسلم وأعياد موالد الرؤساء والملوك ، وقد تسمى هذه الأعياد البدعية أو الشركية بالأيام أو الأسابيع – كاليوم الوطني للبلاد

“Diantara bentuk mengekor kepada orang kuffar dalam mengadakan perayaan-perayaan yang mengandung syirik dan bid’ah adalah seperti perayaan Maulid Nabi di hari kelahiran Rasulullah . Demikian juga perayaan di hari-hari kelahiran para tokoh dan pemimpin. Terkadang perayaan ini dinamakan dengan ‘hari perayaan’ atau kadang dengan ‘pekan raya’. Contohnya seperti: perayaan hari kemerdekaan” (Dari khutbah beliau berjudul “Al Hatsu ‘ala Mukhalafatil Kuffar”, bisa dilihat di: https://khutabaa.com/khutabaa-section/corncr-speeches/172870).

      Maka tidak selayaknya mengikuti perayaan-
perayaan demikian. Terlebih lagi ketika di dalamnya banyak sekali hal yang bertentangan dengan syariat, seperti musik, nyanyian, ikhtilath (campur-baur lelaki dan wanita), berjoget, dll. Demikian juga termasuk perbuatan tabdir dengan menghambur-hamburkan harta untuk perkara yang tiada manfaat bahkan untuk perkara yang Allah haramkan serta keburukan-keburukan lain yang sangat banyak. Wa na'udzubillah..

  
Tanggapan Dan Bantahan Atas Pendapat Yang Membolehkan Perayaan 'Id (Selain Idul Fithri Dan 'Idul Adha) Yang Sifatnya Duniawi (Bukan Perkara Ibadah)

     Adapun jika ada fatwa yang membolehkan ‘id yang sifatnya duniawi (bukan religi), maka ini keliru karena:

(1)  Dalam hadits Anas bin Malik, mengenai hari raya Nairuz dan Mahrajan, Nabi ﷺ tetap melarangnya walaupun isinya hanya senang-senang, bukan hari raya agama

(2)  Nabi bersabda, “setiap kaum memiliki id”. Maka id adalah ciri khas suatu kaum, baik sifatnya duniawi atau pun religi. Sehingga termasuk dalam hadits larangan tasyabbuh.

(3)  Nabi dan para Shahabat tidak merayakan hari Kemenangan Perang Badar, tidak merayakan Dies Natalis Kota Madinah, tidak merayakan Hari Fathul Makkah dan semisal.

(4)  Perayaan tersebut tiada Salafny dan menyelisihi hujjah fatwa para ulama kibar.

(5)  Membuka pintu untuk membolehkan perayaan-perayaan seperti: hari ulang tahun, hari ibu, hari valentine, halloween, dll. yang sifatnya hanya perkara duniawi.

     Namun jangan disalah-pahami bahwa kami tidak cinta kepada Indonesia dan tidak bersyukur dengan kemerdekaan. Tentu saja kita sangat-sangat bersyukur kepada Allah atas nikmat kemerdekaan dan keamanan yang besar ini. Dan kami pun cinta Indonesia sebagai negeri kaum Muslimin dan negeri tempat kami lahir dengan cinta yang benar.

     Kemudian rasa syukur dan rasa cinta ini tidak mesti diungkapkan dengan bentuk suatu perayaan yang ternyata ini dilarang oleh syariat. Namun rasa syukur dan rasa cinta bisa kita ungkapkan dengan :

(1)  Memberikan kontribusi bagi kemajuan dan pembangunan tanah air sesuai kemampuan

(2)  Berusaha menaati peraturan-peraturan negara selama tidak bertentangan dengan syari'at Allah. Misalnya: taat aturan lalu lintas, taat administrasi (memiliki KTP, KK, akta lahir), memelihara fasilitas umum, dll

(3)  Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan : tidak merokok, tidak buang sampah sembarangan, meminimalisir polusi, dll

(4)  Memajukan pendidikan anak dan ikut berupaya mencerdaskan masyarakat

(5)  Menggunakan produk dalam negeri dan memajukan usaha lokal

(6)  Menjaga keamanan tanah air, mencegah terorisme dalam bentuk apapun dan penjajahan asing.

(7)  Dan perkara-perkara lain yang lebih konkret daripada sebuah perayaan.

      Semoga Allah ta’ala memberikan keberkahan kepada tanah air kita dan menjaganya dari makar orang-orang yang menyimpang dan para perusak.

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين



Selasa, 06 Agustus 2024

Ringkasan Biografiku


 

Ringkasan Biografiku


⚪  Orang tuaku memberi nama resmi "Teguh Akhiri Wiyanto" atau bahasa Arabnya dikenal "Hazim Al Jawiy" karena saya kuturunan suku Jawa, lahir di Jawa dan muqim di Jawa. Sejak kecil fithrahku membenci kesyirikan dan perkara bid'ah. Sudah dikenal gemar menyelisihi adat Jawa (mengingkari sesajen, tidak ikut selametan, tahlilan, buwohan dsb) sehingga sering digunjing. Sejak remaja nisbat (berharap) termasuk "Ahlus Sunnah Wal Jama'ah". Dalam perkara fiqh banyak mencocoki madzhab Asy-
Syafi'i. Dan diriku tidak pernah masuk menjadi anggota dari semua ormas/jam'iyyah di bumi. Alhamdulillah.

⚪  Tokoh idolaku yaitu Nabi ﷺ dan Para Shahabat Nabi. Kemudian Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in serta 4 imam madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. Selengkapnya bisa dibaca di tulisan "Ingin Tahu Tokoh Idolaku?"

⚪  Allah taqdirkan diriku mulai SDN sampai kuliah di Perguruan Tinggi Negeri. Sehingga dalam perkara agama (aqidah) diajarkan kurikulum Asy'ariyyah sampai usia sekitar 19 tahun. Hanya saja saya menyukai buku-buku tulisan Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qoyyim dan Ibnu Katsir seorang ahli tafsir madzhab Asy-Syafi'i. Saya kemudian belajar kepada orang-orang menisbatkan Salafiy. Ada sekitar 50 guruku yang mayoritas alumni Timur Tengah mengklaim Salafi, dengan saya belajar khusus di pondhok pesantren Salafiyyah sekitar 7 tahun. Setelah 19 tahun kenal orang-orang Salafi lebih dari 7 versi, maka saya tetap memutuskan hanya nisbat "Ahlus Sunnah Wal Jama'ah".

⚪  Diriku biasa pakai jubah putih dan 'imamah (sorban). Bahkan jika ambil pakan kambing ke kebun tetap pakai sarung dan sorban. Dan ketahuilah jauh sebelum kenal orang-orang Salafi, saya sudah tidak musbil, tidak suka foto-foto dan tidak pernah cukur jenggot dst. Jadi saya bukanlah Salafi sebagaimana saya juga bukan Asy'ariyyah.. itu hanya guru-guru dan masa lalu saya. Sehingga jika tanpa hujjah dan burhan ada yang menuduh saya Wahhabi, maka konsekwensinya orang-orang Asy'ariyyah juga harus disebut Wahhabi.?? Lebih dusta lagi jika ada yang menuduhku Syi'ah.. maka apa orang-orang Salafi dan Asy'ariyah itu juga Syi'ah.????

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين

Jumat, 02 Agustus 2024

Kedudukan Sanad Dalam Agama Ataupun Menukilkan Berita








Kedudukan Sanad Dalam Agama Ataupun Menukilkan Berita


⚪  Sanad Termasuk Kemuliaan Dan Keutamaan Umat Islam Dibanding Umat Selainnya

روى الخطيب البغدادي، عن محمد بن حاتم بن المظفر أنه قال: "إن الله أكرم هذه الأمة وشرفها وفضلها بالإسناد، وليس لأحد من الأمم كلها قديمها وحديثها إسناد، وإنما هي صحف في أيديهم، وقد خلطوا بكتبهم أخبارهم، وليس عندهم تمييز بين ما نزل من التوراة والإنجيل مما جاءهم به أنبياؤهم وبين ما ألحقوه بكتبهم من الأخبار التي أخذوها عن غير الثقات ... " 
📖  شرف أصحاب الحديث: (ص٤٠) ، وفتح المغيث للسخاوي: (٣/٣٣١) .

     Muhammad bin Hatim bin al-Mudzhaffar rahimahullah menyatakan : "Sesungguhnya Allah memuliakan dan memberikan kelebihan kepada umat ini dengan adanya isnad (sanad). Tidaklah ada isnad itu pada umat yang lain seluruhnya. Yang ada hanyalah lembaran-lembaran di tangan mereka yang kadang tercampur antara isi kitab mereka dengan khabar-khabar mereka. Mereka tidak membedakan antara apa yang diturunkan dari Taurat dan Injil yang dibawakan oleh para nabi mereka, dan apa yang mereka tambahkan ke dalam kitab mereka dari keterangan yang mereka ambil dari orang-orang yang tidak dapat dipercaya. ...." (lihat Syarafu Ash-haabil Hadits karya al-Khothib al-Baghdadiy)

⚪  Sanad Termasuk Kekhususan Umat Islam

     Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan:

الْإِسْنَادُ مِنْ خَصَائِصِ هَذِهِ الْأُمَّةِ ، وَهُوَ مِنْ خَصَائِصِ الْإِسْلَامِ، ثُمَّ هُوَ فِي الْإِسْلَامِ مِنْ خَصَائِصِ أَهْلِ السُّنَّةِ

"Isnad (sanad) adalah termasuk kekhususan umat ini. Itu adalah ciri khas Islam. Kemudian, di dalam Islam termasuk kekhususan Ahlus Sunnah." (lihat Minhajus Sunnah (7/37))

⚪  Sanad Untuk Menilai Keilmiahan Dan Keabsahan Serta Mencegah Pemalsuan

     Sanad memiliki peranan yang sangat penting dalam menukilkan wahyu, Al-Qur’an Al-Karim maupun Sunnah Rasulullah ﷺ. Demikian pula menukilkan atsar ataupun berita dari kalangan salafus saleh dari para sahabat, tabi’in, dan yang setelahnya. Karena tanpa sanad, satu berita tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dengan sanad, seseorang menukil wahyu Allah Ta'ala dan hadits Rasul-Nya secara otentik sebagaimana asalnya, sehingga memberikan kekuatan hujjah bagi seorang muslim dalam berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah ﷺ.

وحدثني محمد بن عبد الله بن قهزاذ من أهل مرو قال سمعت عبدان بن عثمان يقول سمعت عبد الله بن المبارك يقول الإسناد من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء. (صحيح مسلم - مقدمة ١\١٥)

     Abdullah bin Mubarak Rahimahullah mengatakan:

الْإِسْنَادُ مِنَ الدِّينِ وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ

“Sanad itu bagian dari agama. Kalaulah tidak ada sanad, orang akan sesukanya mengatakan apa saja yang dia inginkan.” (Diriwayatkan Muslim dalam Muqaddimah Shahih-nya, 1/15)

⚪  Sanad Untuk Memelihara Kemurnian Agama

     Ahli bid’ah selalu berusaha menyusupkan berbagai bid’ahnya ke dalam Islam dan menyandarkannya kepada Rasulullah . Akan tetapi, dengan sanad akan jelas dan tersingkap makar para pemalsu hadits Rasulullah . Seperti pengakuan seorang syaikh Khawarij yang berkata, “Sesungguhnya kami dahulu jika menghendaki satu hal, kami membuatnya menjadi hadits.”

وقال محمد بن عبد الله حدثني العباس بن أبي رزمة قال سمعت عبد الله يقول بيننا وبين القوم القوائم يعني الإسناد. (صحيح مسلم - مقدمة ١\١٥)

     Ibnul Mubarak Rahimahullah berkata:

بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْقَوَائِمُ -يَعْنِي الْإِسْنَادَ

“Antara kami dan kaum (yakni ahli bid’ah dan yang semisalnya) ada penegaknya, yaitu sanad.” (lihat Muqaddimah Shahih Muslim, 1/15)

⚪  Sanad Adalah Senjata Orang Mukmin Untuk Menghadapi Ahlul Ahwa'

قَالَ سفيان الثوري: ( الإسناد سلاح المؤمن، إذا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ سلاح فبأي شيء يقاتل؟ )
📖  أسنده إِلَيْهِ الْخَطِيْب البغدادي في " شرف أصحاب الْحَدِيْث ": 42 (81)

     Sufyan ats-Tsauri Rahimahullah mengatakan:

الْإِسْنَادُ سِلَاحُ الْمُؤْمِنِ فَإِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ سِلَاحٌ فَبِأَيِّ شَيْءٍ يُقَاتِلُ؟

“Sanad adalah senjata mukmin. Jika tidak memiliki senjata, dengan apa dia berperang?” (Diriwayatkan al-Khathib dalam Syaraf Ashabul Hadits hlm. 42)

⚪  Sanad Bisa Memperjelas Kondisi Sebuah Riwayat

     Dengan mengetahui jalur sanad sebuah riwayat serta berupaya mengumpulkan setiap jalur yang menyebutkan riwayat tersebut, akan memperjelas kondisi riwayat itu, baik menafsirkan maknanya yang kurang jelas dalam riwayat lain, atau menjelaskan satu lafadz yang lemah yang tidak diriwayatkan para perawi yang lebih tsiqah atau yang lebih banyak jumlahnya.

وَقَالَ الحافظ أبو زرعة العراقي : ( الْحَدِيْث إذا جمعت طرقه تبين المراد مِنْهُ، وليس لنا أن نتمسك برواية ونترك بقية الروايات )
📖 طرح التثريب 7/181.

     Al-Hafizh Abu Zur'ah Al-‘Iraqi Rahimahullah mengatakan:

وَالْحَدِيثُ إِذَا جُمِعَتْ طُرُقُهُ تَبَيَّنَ الْمُرَادُ مِنْهُ وَلَيْسَ لَنَا أَنْ نَتَمَسَّكَ بِرِوَايَةٍ وَنَتْرُكَ بَقِيَّةَ الرِّوَايَاتِ

“Jika sebuah hadits dikumpulkan jalur-jalur sanadnya, akan jelas maksudnya. Kita tidak boleh berpegang kepada satu riwayat dan meninggalkan riwayat yang lainnya.” (Tharhu at-Tatsrib, al-Iraqi, 7/181)

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين

"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah

  "Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah Hukumi Manusia Dengan Hujjah Dan Burhan Sesuai Z...