Bagaimana Cara Kita Mengetahui Dan Menunjukkan Al Haqq ( Kebenaran ) ?
Kebenaran itu tidak ditunjukkan dengan banyaknya pengikut, banyaknya harta ataupun banyaknya istri dan anak karena orang kafir, para syaithan dan musuh Allah (semisal Fir'aun) pun bisa punya banyak pengikut, banyak harta ataupun istri dan anak. Akan tapi kebenaran insya Allah bisa ditunjukkan diantaranya dengan :
(1) Dengan Mendatangkan Burhan
...تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ ۗ قُلْ هَاتُوا۟ بُرْهَٰنَكُمْ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ
"... Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah : "Tunjukkanlah burhan (bukti kebenaranmu) jika kamu adalah orang yang benar". (QS. Al Baqarah : 111 ).
وَقَالَ أَبُو الْعَالِيَةِ وَمُجَاهِدٌ وَالسُّدِّيُّ وَالرَّبِيعُ بْنُ أَنَسٍ: حُجَّتُكُمْ. وَقَالَ قَتَادَةُ: بَيِّنَتُكُمْ عَلَى ذَلِكَ.
"Menurut Abu Aliyah, Mujahid, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas, arti burhanakum ialah hujah (alasan) kalian, hingga kalian berani mengatakan demikian. Sedangkan menurut Qatadah, artinya bukti kalian atas hal tersebut." (lihat Tafsir Ibnu Katsir).
Hujjah (bahasa Arab : الحجة) bisa berupa "tanda, bukti, dalil, alasan atau argumentasi". Dan yang dimaksud "dalil" disini tentunya dalil yang shahih dari kitabullah dan As Sunnah dengan faham Salaful Ummah (para Shahabat Nabi)
(2) Berhakim Kepada Allah Dengan Mubahalah
Allah ﷻ berfirman :
فَمَنۡ حَآجَّكَ فِيهِ مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ فَقُلۡ تَعَالَوۡاْ نَدۡعُ أَبۡنَآءَنَا وَأَبۡنَآءَكُمۡ وَنِسَآءَنَا وَنِسَآءَكُمۡ وَأَنفُسَنَا وَأَنفُسَكُمۡ ثُمَّ نَبۡتَهِلۡ فَنَجۡعَل لَّعۡنَتَ ٱللَّهِ عَلَى ٱلۡكَٰذِبِينَ.
(آل عمران: 61)
Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, maka katakanlah (Muhammad), “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan atas orang-orang yang dusta.” (QS. Ali Imran : 61)
قال الإمام ابن القيم رحمه الله : ( إن السنة في مجادلة أهل الباطل إذا قامت عليهم حجة الله ، و لم يرجعوا ، بل أصروا على العناد ، أن يدعوهم إلى المباهلة ، و قد أمر الله سبحانه ، بذلك رسوله صلى الله عليه و سلم ، و لم يقُل : إن ذلك ليس لأمتك من بعدك . و دعا إليها ابنُ عمه عبد الله بن عباس ، من أنكر عليه بعض مسائل الفروع ، و لم يُنكر عليه الصحابة ، و دعا إليه الأوزاعي سفيان الثوري في مسألة رفع اليدين ، و لم يُنكَر عليه ذلك ، و هذا من تمام الحجة ) [ زاد المعاد : 3 /643 ] .
Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah :
“Sunnah dalam membantah ahlul bathil jika telah tegak hujjah Allah atas mereka dan mereka tidak mau ruju’ (kepada kebenaran), bahkan terus-menerus dalam penentangan, mengajak mereka untuk bermubahalah, dan Allah subhanahu telah merintahkan hal tersebut pada RosulNya ﷺ dan tidak berkata: "sesungguhnya itu bukan untuk ummat setelahmu.” Dan saudara sepupunya Abdullah bin Abbas mengajak mubahalah terkait pengingkarannya atas sebagian masalah furu' dan tiada Shahabat yang mengingkarinya. Dan Al Auza'i mengajak mubahalah Sufyan Ats Tsauri dalam perkara mengangkat tangan, dan tiada yang mengingkari (mengecam) karena itu. Dan ini termasuk kesempurnaan hujjah." (lihat Zaadul Ma'ad : 3/643)
(3) Barangsiapa Yang Menjaga Hukum Allah Maka Allah Akan Menjaganya
Allah ﷻ berjanji kepada setiap orang yang senatiasa menjaga Allah, maka Allah pun akan menjaganya. Hal ini sebagaimana ucapan Nabi ﷺ kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma :
احْفَظِ اللهَ يَحفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ
"Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu." (HR. At Tirmidzi. Dia berkata hadits ini hasan shahih).
Menurut para ulama, menjaga Allah artinya menjaga batasan-batasan-Nya, hak-hak, perintah-perintah, serta larangan-larangan-Nya. Bentuk aplikasinya adalah dengan berkomitmen untuk menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, dan tidak melampaui batasan yang dilarang oleh-Nya. Jika semua itu dikerjakan, maka ia termasuk orang yang menjaga Allah sebaik-baiknya.
Penjagaan Allah bagi para hamba-Nya meliputi dua hal : (1) Penjagaan dalam urusan dunia yaitu Allah akan menjaga hamba tersebut dalam kebaikan urusan dunianya, seperti menjaga tubuhnya, anak-anaknya, keluarganya, dan kekayaannya. (2) Penjagaan dalam Perkara Agama. Bentuk kedua dari penjagaan Allah merupakan bentuk penjagaan yang paling mulia, yaitu penjagaan Allah dalam perkara agama dan imannya. Allah menjaga kehidupannya dari berbagai macam racun pemikiran sesat, dan dari berbagai syahwat yang haram. Allah akan menjaga agamanya ketika akhir hayatnya, sehingga orang tersebut meninggal dalam keadaan beriman.
Orang-orang yang taqwa dan di atas al haqq (kebenaran) insya Allah umumnya tubuhnya pun akan Allah jaga, matanya lebih terjaga (tidak cepat rabun), telinganya tidak cepat tuli, giginya tidak cepat rusak dan di akhir hidupnya semoga Allah memberi kemudahan lidahnya untuk mengucapkan kalimat tauhid "laa ilaha illa Allah". Sebaliknya orang yang di atas kebatilan dan tidak menjaga hukum-hukum Allah insya Allah umumnya tubuhnya pun lebih cepat rusak, matanya lebih cepat rabun (butuh kacamata), telinganya lebih cepat tuli, giginya lebih cepat rusak dan akhir hidupnya kebanyakan lisannya tercegah untuk mengucapkan kalimat tauhid "laa ilaha illa Allah". Wa Allahu a'lam.
(4) Yang Mengikuti Kebenaran Adalah Orang-orang Jujur, Sebaliknya Kebatilan Umumnya Dicintai Dan Diikuti Orang-orang Yang Punya Tabi'at Dusta
Allah Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah: 119).
Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim)
Sahl bin Abdillah at-Tustury rahimahullah berkata:
أعمال البِر يعملها البَر والفاجر، ولا يجتنب المعاصي إلا صديق.
“Amal-amal kebaikan bisa dikerjakan oleh orang yang baik maupun orang jahat, namun tidak akan mampu menjauhi kemaksiatan kecuali orang yang jujur imannya.”
(lihat Hilyatul Auliya’, jilid 10 halaman 211)
(5) Kejujuran Ibarat Pedang Allah Di Muka Bumi
Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah rohimahullah berkata:
الصدق...هو سيف الله في أرضه الذي ما وضع على شيء إلا قطعه ولا واجه باطلا إلا أرداه وصرعه من صال به لم ترد صولته ومن نطق به علت على الخصوم كلمته
"Kejujuran ibarat pedang Allah di muka bumi, yang tidak ada sesuatu pun yang diletakkan di atasnya melainkan akan terpotong olehnya. Dan tidaklah kejujuran menghadapi kebathilan melainkan ia akan melawan dan mengalahkannya serta tidaklah ia menyerang lawannya melainkan ia akan menang. Barangsiapa menyuarakannya, niscaya kalimatnya akan terdengar keras mengalahkan suara musuh-musuhnya." ( lihat Madarijus Salikin ).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata :
وَهَكَذَا أَهْلُ الْبِدَعِ لَا يَكَادُونَ يَحْتَجُّونَ "بِحُجَّةِ" سَمْعِيَّةٍ وَلَا عَقْلِيَّةٍ إلَّا وَهِيَ عِنْدَ التَّأَمُّلِ حُجَّةٌ عَلَيْهِمْ؛ لَا لَهُمْ.
“Dan demikianlah para ahli bid’ah itu; hampir-hampir mereka tidak berargumentasi dengan suatu hujjah sam’iyyah (dalil Al Qur’an dan As Sunnah) ataupun hujjah aqliyyah (dalil akal) kecuali dalam keadaan argumentasi tadi ketika direnungkan justru menjadi argumentasi untuk melawan mereka, bukan membela mereka.” (“Majmu’ul Fatawa”/6/hal. 254).