Rabu, 06 September 2023

Syair Qoshidah "Teman Dekat Di Saat Makmur Itu Banyak" Karya Hassan bin Tsabit


 

أبيات قصيدة أخلاء الرخاء هم كثير لـحسان بن ثابت

Syair Qoshidah "Teman Dekat Di Saat Makmur Itu Banyak" Karya Hassan bin Tsabit

أَخِلّاءُ الرَخاءِ هُمُ كَثيرٌ       وَلَكِن في البَلاءِ هُمُ قَليلُ
فَلا يَغرُركَ خُلَّةُ مَن تُؤاخي       فَما لَكَ عِندَ نائِبَةٍ خَليلُ
وَكُلُّ أَخٍ يَقولُ أَنا وَفِيٌّ       وَلَكِن لَيسَ يَفعَلُ ما يَقولُ
سِوى خِلٍّ لَهُ حَسَبٌ وَدينٌ       فَذاكَ لِما يَقولُ هُوَ الفَعولُ

     Hassan bin Tsabit radhiyaallahu 'anhu mengatakan :
"Sahabat di saat keadaan makmur jumlahnya banyak. Namun di saat banyak ujian mereka sedikit..
Jangan tertipu dengan pengakuan orang yang mengaku saudaramu, di saat ada musibah tak satupun yang menemanimu..
Semua orang yang mengaku saudara akan berkata: "Aku penuhi janji", tetapi dia tidak mengamalkan perkataannya..
Kecuali sahabat yang memiliki kemuliaan dan "agama". Dialah yang sesuai antara perkataan dan perbuatan."

( lihat https://xn--igbhe1a7h.com/wiki/%D8%A3%D8%AE%D9%84%D8%A7%D8%A1_%D8%A7%D9%84%D8%B1%D8%AE%D8%A7%D8%A1_%D9%87%D9%85_%D9%83%D8%AB%D9%8A%D8%B1 )

Sabtu, 02 September 2023

Tahukah Engkau Dalih Yang Sering Dipakai Ahlul Ahwa' Ketika Kalah Hujjah ?



Tahukah Engkau Dalih Yang Sering Dipakai Ahlul Ahwa' Ketika Kalah Hujjah ?
"مَا جَادَلْتُ عَالِمًا إِلَّا غَلَبْتُهُ وَلَا جَادَلْتُ جَاهِلًا إِلَّا غَلَبَنِي"

    
     Ketika orang kalah hujjah (tak mampu sebutkan dalil dari kitabullah dan As Sunnah serta salafnya) maka sering kali kita jumpai mereka berdalih (yaitu alasan yang dicari-cari untuk membenarkan suatu perbuatan mereka) dengan kalam imam Asy Syafi'i. Dalih ini juga yang sering dinukil orang-orang semisal Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, para pak kyai ataupun para pak ustadz ketika kalah hujjah. Lain hal ketika mereka merasa unggul dan di atas hujjah..walau tanpa diminta untuk membantah lawan, biasanya mereka akan semangat menulis bantahan.

قال الإمام الشافعي: مَا جَادَلْتُ عَالِمًا إِلَّا غَلَبْتُهُ وَلَا جَادَلْتُ جَاهِلًا إِلَّا غَلَبَنِي

Imam Asy Syafi'i berkata : “Setiap kali berdebat dengan orang 'alim, aku selalu menang. Tetapi anehnya kalau berdebat dengan orang bodoh, aku kalah tak berdaya.."

     Maka sebagai tanggapan, kita katakan :
(1) Kalam imam Asy Syafi'i rahimahullah itu bukan dalil bolehnya berdiam diri atau tidak membantah kebatilan jika memang mampu dan tanpa sebab/udzur yang dibenarkan untuk tidak membantah.

(2)  Larangan para salaf terkait jidal dengan ahlu ahwa' (ahlu bid'ah) itu jika jidal secara langsung atau dalam satu majelis. Sedang dalam membantah ahlu ahwa' atau kebatilan lewat tulisan, maka sering diamalkan para aimah Ahlus Sunnah dan insya Allah dibolehkan secara ijma'.

(3)  Imam Asy Syafi'i mengatakan hal demikian itu wajar. Beliau dikenal sebagai mujaddid dan orang paling 'alim pada zamannya..sehingga bukan hal dusta dan bukan mengherankan jika imam Asy Syafi'i selalu menang debat dengan orang yang kealiman/ilmunya dibawah beliau.

     Lalu bagaimana dengan relita Ahlul Ahwa'?

"Debat dengan orang bodoh, mereka kalah.? Debat dengan orang biasa (penuntut ilmu), juga bisa kalah hujjah.? Terlebih lagi jika debat dengan orang yang lebih 'alim dari mereka, bagaimana mungkin mereka bisa menang hujjah.? Setahuku itu diantara hilah yang sering dipakai para pendusta untuk menutupi diri ketika mereka kalah hujjah. Wa Allahu a'lam. Laa haula wa laa quwwata illa billah..





Allah Ta'ala berfirman:

اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ

"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al Maidah : 50).

قَالَ اللَّهُ هَٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ ۚ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

"Allah berfirman, "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang shodiq dari kejujuran mereka. Bagi mereka Jannah yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun ridho terhadap Allah. Itulah kemenangan yang agung." (QS. 5 Al-Maidah : 119).
     Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukany rohimahullah berkata:

«إن الباطل وإن ظهر على الحق في بعض الأحوال وعلاه، فإن الله سيمحقه ويبطله ويجعل العاقبة للحق وأهله»

"Sesungguhnya kebathilan walaupun mengalahkan kebenaran pada sebagian keadaan dan mengunggulinya, maka sesungguhnya Allah pasti akan melenyapkan dan menghancurkannya serta menjadikan kesudahan yang baik bagi kebenaran dan orang-orang yang mengikutinya."
     Allah Ta'ala berfirman:

فَاِنْ لَّمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ اَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ اَهْوَاۤءَهُمْۗ وَمَنْ اَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوٰىهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ ࣖ

"Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun? Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Qoshosh : 50).

رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّۗ وَرَبُّنَا الرَّحْمٰنُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوْنَ

"Ya Robb-ku, berilah keputusan dengan adil. Dan Robb kami Ar Rohman, tempat memohon segala pertolongan atas semua yang kalian katakan.”

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين


 

Selasa, 22 Agustus 2023

Janganlah Engkau Dalam Menyikapi Kebenaran Seperti Orang-orang Bodoh


 

Janganlah Engkau Dalam Menyikapi Kebenaran Seperti Orang-orang Bodoh


     Imam Al Hasan Al Bashri Rahimahullah Ta'ala berkata :

لا تكُن ممن يجمعُ علمَ العلماء، وحِكَمَ الحُكَماء، ويجري في الحق مجرى السفهاء

"Jangan engkau termasuk kalangan orang-orang yang mengumpulkan ilmu para ulama dan hikmah-hikmah orang bijak namun dalam menyikapi kebenaran seperti orang-orang dungu (yang tidak mengetahui). "

(lihat Adabul Hasan Al Bashri hal 41)

Kamis, 17 Agustus 2023

Bolehkah Kaum Muslimin Mengadakan Perayaan Tiap Tahun Selain 'Idul Fithri Dan 'Idul Adha?






 

Bolehkah Kaum Muslimin Mengadakan Perayaan Tiap Tahun Selain 'Idul Fithri Dan 'Idul Adha?


     Rasulullah ﷺ bersabda :

إن لكل قوم عيدا ، وهذا عيدنا

“Setiap kaum memiliki Id sendiri, dan Idul Fitri ini adalah Id kita (kaum Muslimin).” (HR. Bukhari no. 952, 3931, Muslim no. 892)

     Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa 'Id termasuk bagian dari agama. Artinya bahwa dalam 'Id mengandung perkara ibadah. Oleh karena itu para ulama juga menghukumi perayaan-perayaan semacam perayaan maulid Nabi, Isra' Mi'raj, dan Yaumul Wathani (hari kemerdekaan) sebagai perkara bid'ah. Dan perkara bid'ah telah jelas hukumnya sebagaimana dalam hadits :


من أحدث في أمرنا هذا ما ليس فيه فهو رد

“Orang yang membuat perkara baru dalam agama ini, maka amalannya tersebut tertolak.” (HR. Bukhari, no. 2697)

     Andaikan mereka menolak bahwa perayaan-perayaan tersebut termasuk tasyabbuh dan bidah, maka terdapat larangan khusus mengenai hal ini, yaitu Rasulullah ﷺ melarang umatnya membuat Id baru selain dua hari Id yang sudah ditetapkan syariat. Hal ini diceritakan oleh Anas bin Malik radhiallahu’anhu :

قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال ما هذان اليومان قالوا كنا نلعب فيهما في الجاهلية فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله قد أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الأضحى ويوم الفطر

“Di masa Rasulullah ﷺ baru hijrah ke Madinah, warga Madinah memiliki dua hari raya yang biasanya di hari itu mereka bersenang-senang.
Rasulullah ﷺ bertanya: ‘Perayaan apakah yang dirayakan dalam dua hari ini?’
Warga Madinah menjawab: ‘Pada dua hari raya ini, dahulu di masa Jahiliyyah kami biasa merayakannya dengan bersenang-senang.’
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sungguh Allah telah mengganti hari raya kalian dengan yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.” (HR. Abu Daud, 1134, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/119, disahihkan Al Albani dalam Sahih Abi Daud, 1134)

     Dalam hadits ini, 'Id yang dirayakan penduduk Madinah ketika itu bukanlah hari raya yang terkait ibadah. Bahkan hari raya yang hanya hura-hura dan senang-senang. Namun tetap dilarang oleh Rasulullah ﷺ. Ini menunjukkan terlarangnya membuat 'Id baru selain dua hari 'Id yang sudah ditetapkan syariat, baik Id tersebut tidak terkait dengan ibadah, maupun terkait dengan ibadah.


Fatwa Para Ulama Ahlus Sunnah


☆  Fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts wal Ifta’

ما كان من ذلك مقصوداً به التنسك والتقرب ، أو التعظيم كسباً للأجر ، أو كان فيه تشبه بأهل الجاهلية ، أو نحوهم من طوائف الكفار : فهو بدعة محدثة ممنوعة ، داخلة في عموم قول النبي صلى الله عليه وسلم : (من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد) رواه البخاري ومسلم.

مثال ذلك : الاحتفال بعيد المولد ، وعيد الأم ، والعيد الوطني ؛ لما في الأول من إحداث عبادة لم يأذن بها الله ، ولما في ذلك من التشبه بالنصارى ونحوهم من الكفرة ، ولما في الثاني والثالث من التشبه بالكفار

“Kemudian jika 'Id diselenggarakan dalam rangka taqarrub, mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap pahala serta pengagungan sesuatu, atau di dalamnya terdapat unsur tasyabbuh kepada orang Jahiliyyah atau semacam mereka, misalnya menyerupai orang kafir, maka yang demikian ini termasuk bidah dan terlarang, karena termasuk dalam keumuman sabda Nabi ﷺ: “Orang yang membuat perkara baru dalam agama ini, maka amalannya tersebut tertolak” (HR. Bukhari-Muslim)

Contohnya perayaan Maulid Nabi, perayaan Hari Ibu, dan perayaan Hari Kemerdekaan. Contoh yang pertama, termasuk membuat-buat ritual ibadah baru yang tidak diizinkan oleh Allah. Yang demikian juga merupakan tasyabbuh terhadap orang Nasrani dan kaum kuffar lainnya. Sedangkan contoh kedua dan ketiga, termasuk tasyabbuh terhadap kaum kuffar.”  (lihat Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 3/88)

☆  Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz

أما اليوم الوطني والاحتفال بيوم وطني أو في أي يوم أو في ليلة الرغائب كل هذا بدعة كلها من البدع ومن التشبه بأعداء الله
https://binbaz.org.sa/old/5615

“Adapun Yaumul Wathani atau perayaan Yaum Wathani, atau perayaan Malam Raghaib, semua ini merupakan kebidahan, dan menyerupai kebiasaan para musuh Allah.”

☆  Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

إن كل الأعياد التي تخالف الأعياد الشرعية كلها أعياد بدع حادثة ، لم تكن معروفة في عهد السلف الصالح ، وربما يكون منشؤها من غير المسلمين أيضا ، فيكون فيها مع البدعة مشابهة أعداء الله سبحانه وتعالى ، والأعياد الشرعية معروفة عند أهل الإسلام ؛ وهي عيد الفطر ، وعيد الأضحى ، وعيد الأسبوع ” يوم الجمعة ” ، وليس في الإسلام أعياد سوى هذه الأعياد الثلاثة

“Semua perayaan yang bertentangan dengan perayaan-perayaan yang syari, semua adalah perayaan yang bidah. Tidak dikenal di zaman Salafus Shalih. Dan terkadang awal kemunculannya berasal dari kaum non-Muslim. Sehingga selain bidah, perayaan seperti itu juga menyerupai musuh-musuh Allah subhanahu wa taala. Dan perayaan yang disyariatkan dalam Islam adalah: Idul Fitri, Idul Adha, dan hari raya pekanan yaitu Jumat. Dalam Islam tidak ada hari raya lagi selain tiga hari raya ini.” (lihat Majmu Fatawa Ibnu Al Utsaimin, 2/301)

     Maka tidak selayaknya mengikuti perayaan-perayaan demikian. Lebih lagi ketika di dalamnya banyak sekali hal yang bertentangan dengan syariat, seperti musik, nyanyian, ikhtilath (campur-baur lelaki dan wanita), berjoget, dll.

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين

Senin, 07 Agustus 2023

Siapa Manusia Yang Paling Tinggi Kedudukannya Dan Paling Afdhal ?


 

Siapa Manusia Yang Paling Tinggi Kedudukannya Dan Paling Afdhal ?

     Imam Asy Syafi'i Rahimahullah berkata :

أرفع الناس قدرًا من لا يرى قدره، وأكثرهم فضلاً من لا يرى فضله

"Manusia yang paling tinggi kedudukannya adalah seorang yang tidak memandang dirinya memiliki kedudukan..
Manusia yang paling banyak keutamaannya di kalangan mereka adalah yang tidak memandang dirinya punya keutamaan."

(lihat Siyar A'lam An Nubalaa 10/99)

Selasa, 01 Agustus 2023

Tahukah Engkau Ghibah Yang Wajib Dan Mubah?






Tahukah Engkau Ghibah Yang Wajib Dan Mubah?
"أقسام الغِيبة" Pembagian Ghibah


للغيبة ثلاثة أقسام:
1- الغِيبة المحرمة:
وهي ذكرك أخاك المسلم في غيبته بما يكره بعيب فيه مخفي، سواء كان هذا العيب خَلْقي أم خُلُقي، في دينه أو دنياه، ولا شك أنَّه محرم في الكتاب، والسنة، والإجماع، للأدلة الواردة سلفًا في هذا الباب.
قال ابن القيم -وهو يتحدث عن الغِيبة-: (وإذا وقعت على وجه ذم أخيك، وتمزيق عرضه، والتفكه بلحمه، والغض منه، لتضع منزلته من قلوب الناس، فهي الداء العضال، ونار الحسنات التي تأكلها كما تأكل النار الحطب)
2- الغِيبة الواجبة:
هي الغِيبة التي بها يحصل للفرد نجاة مما لا يحمد عقباه، أو مصيبة كانت محتملة الوقوع به، مثل التي تطلب للنصيحة عند الإقبال على الزواج لمعرفة حال الزوج، أو كأن يقول شخص لآخر محذرًا له من شخص شرير: إن فلان يريد قتلك في المكان الفلاني، أو يريد سرقة مالك في الساعة الفلانية، وهذا من باب النصيحة.
3- الغِيبة المباحة:
كما أن الغِيبة محرمة لما فيها من أضرار تمس الفرد، إلا أنَّها مباحة بضوابطها لغرض شرعي صحيح، لا يمكن الوصول لهذا الغرض إلا بهذه الغِيبة، وبدون هذه الضوابط تصبح محرمة.
قال النووي: (اعلم أنَّ الغِيبة تباح لغرض صحيح شرعي لا يمكن الوصول إليه إلا بها وهو ستة أبواب:
الأول: التظلم، فيجوز للمظلوم أن يتظلم إلى السلطان والقاضي وغيرهما مما له ولاية أو قدرة على إنصافه من ظالمه، فيقول: ظلمني فلان كذا.
الثاني: الاستعانة على تغيير المنكر ورد المعاصي إلى الصواب، فيقول لمن يرجو قدرته على إزالة المنكر: فلان يعمل كذا، فازجره عنه.
الثالث: الاستفتاء، فيقول: للمفتي: ظلمني أبي، أو أخي، أو زوجي، أو فلان بكذا.
الرابع: تحذير المسلمين من الشر ونصيحتهم.
الخامس: أن يكون مجاهرًا بفسقه أو بدعته، كالمجاهر بشرب الخمر ومصادرة الناس وأخذ المكس وغيرها.
السادس: التعريف، فإذا كان الإنسان معروفًا بلقب الأعمش، والأعرج والأصم، والأعمى والأحول، وغيرهم جاز تعريفهم بذلك.
فهذه ستة أسباب ذكرها العلماء وأكثرها مجمع عليها، دلائلها من الأحاديث الصحيحة مشهورة)
https://dorar.net/akhlaq/2536/%D8%A3%D9%82%D8%B3%D8%A7%D9%85-%D8%A7%D9%84%D8%BA%D9%8A%D8%A8%D8%A9

Ghibah (Menggunjing) Dibagi 3

1- Ghibah (Menggunjing) Yang Diharamkan :

     Yaitu menyebutkan saudaramu Muslim dalam ketidakhadirannya tentang apa yang dia benci tentang cacat tersembunyi dalam dirinya, apakah cacat itu bawaan atau moral, dalam agamanya atau di dunianya, dan tidak ada keraguan bahwa itu diharamkan dalam Al Kitab (Al Qur'an), As Sunnah, dan ijma dengan dalil-dalil yang disebutkan sebelumnya dalam bab ini.
   
     Ibnul Qayyim mengatakan - saat berbicara tentang ghibah - : (Dan jika jatuh pada wajah saudaramu fitnah, merobek kehormatannya, merobek dagingnya, dan menutup mata terhadapnya, untuk menurunkan statusnya dari hati orang, itu adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan api yang memakan amal kebaikannya seperti api yang memakan kayu).

2- Ghibah (Menggunjing) Yang Wajib :

     Ini adalah ghibah yang dengannya seseorang dapat diselamatkan dari akibat yang tidak terduga, atau malapetaka yang mungkin menimpanya, seperti meminta nasihat ketika akan menikah untuk mengetahui kondisi suami, atau seolah-olah satu orang berkata kepada yang lain memperingatkannya tentang orang jahat: Si fulan ingin membunuhmu di tempat ini dan itu, Atau dia ingin mencuri uangmu pada jam sekiaan, dan ini masalah nasihat.

3- Ghibah (Menggunjing) Yang Mubah/Diperbolehkan :

     Seperti ghibah dilarang karena bahaya yang ditimbulkannya yang mempengaruhi individu, tetapi ghibah diperbolehkan dengan tujuan sah yang sah, dan tujuan ini tidak dapat dicapai kecuali dengan ghibah ini, dan tanpa kontrol ini menjadi dilarang.

     Al-Nawawi berkata: (Ketahuilah bahwa ghibah diperbolehkan untuk tujuan yang sah yang tidak dapat dicapai tanpa itu, dan itu adalah enam bab:
■  Yang pertama: pengaduan, maka dibolehkan bagi yang terzhalimi untuk mengadu kepada Sulthan (penguasa), Qodhi (hakim), dan orang lain yang memiliki yurisdiksi atau kemampuan untuk menebusnya dari kezhalimannya, dengan mengatakan: Saya dizhalimi oleh fulan demikian.
■  Yang kedua: mencari bantuan untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan kemaksiatan ke jalan yang benar, maka dia berkata kepada mereka yang berharap bahwa dia akan dapat menghilangkan kemungkaran (kejahatan) : Ini-dan-itu melakukan ini dan itu, maka tegurlah dia untuk itu.
■  Yang ketiga: minta fatwa, dan dia berkata: kepada mufti: Ayah saya, atau saudara laki-laki saya, atau suami saya, atau fulan demikian (menzhalimi saya dengan ini).
■  Keempat : Tahdzir/memperingatkan umat Islam terhadap keburukan (kejahatan) dan menasihati mereka.
■  Kelima: Bahwa dia terang-terangan menyatakan kemaksiatan atau kebid'ahan (kesesatan)nya, seperti terang-terangan meminum miras, menyita orang, memungut pajak, dan sebagainya.
■ Keenam: Memperkenalkan, maka jika seseorang dikenal dengan gelar Al-A’mash, lumpuh, tuli, buta, juling, dan lain-lain, maka diperbolehkan mengenalkannya.
     Ini adalah enam alasan yang disebutkan oleh para ulama dan sebagian besar disepakati secara bulat, dalilnya adalah dari hadits-hadits shahih.


 

Kamis, 27 Juli 2023

Sang Merah Putih (Sang Dwi Warna) Bendera Negeriku Indonesia









 

Sang Merah Putih (Sang Dwi Warna)
Bendera Negeriku Indonesia


Allah taqdirkan diriku sebagai muslim dan menjadi warga negara Indonesia..sehingga satu-satunya bendera yang kuakui hanya Sang Merah Putih..
Sebagai Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, maka diriku tidak mengakui bendera ISIS, bendera Jam'iyyah, bendera partai, bendera ormas dan semua bendera selain bendera pemerintah yang sah di negeri ini..


Hukum Mengibarkan Bendera


     Panji atau bendera adalah sepotong kain atau kertas berbentuk segi empat atau segitiga (diikatkan pada ujung tongkat, tiang, dan sebagainya) dipergunakan sebagai lambang negara, perkumpulan, badan, dan sebagainya atau sebagai tanda; panji-panji; tunggul:sering dikibarkan di tiang, umumnya digunakan secara simbolis untuk memberikan sinyal atau identifikasi. Hal ini sering juga digunakan untuk identitas atau melambangkan suatu negara untuk menunjukkan kedaulatannya.

     Keberadaan bendera telah menjadi 'urf suatu bangsa atau negara dan ini juga digunakan kaum muslimin di zaman Nabi Muhammad, sehingga hukum asal memasang atau mengibarkan bendera adalah mubah (boleh) jika tujuannya bukan untuk ibadah atau menjadikan sesembahan selain Allah. Karena kita dilarang menyembah malaikat, langit, bumi, matahari, bintang, pohon, api, bulan, orang sholih, panji/bendera dan semua bentuk penyembahan kepada selain Allah.


Apa Hukumnya Hormat Bendera?


■  Menghormati atau memuliakan bendera selama dalam batas yang wajar dan tidak bertentangan dengan syari'at Islam, maka hukumnya mubah. Seperti menggunakan bendera untuk identitas atau lambang kedaulatan sebuah bangsa, tidak menghinakan, tidak membakarnya serta menjaga bendera untuk tetap berkibar dan tidak jatuh ke tanah. Hal ini sebagaimana diamalkan pada zaman Nabi, karena menjadikan bendera sebagai simbol kedaulatan.

■  Bapak Muhammad Hatta dan bapak Jusuf Kalla pun tidak mengangkat tangan ketika bendera dikibarkan, tapi cukup dengan berdiri sikap sempurna. Jika sekedar berdiri untuk menghormati bendera sebagaimana berdirinya kita menghormati jenazah atau menyambut tamu, maka itu insya Allah dibolehkan dengan catatan tidak mengganggap perkara tersebut wajib serta tidak mencela orang yang duduk.

■  Adapun jika hormat bendera secara berlebihan (ghuluw) atau dalam batas tidak wajar, mewajibkan berdiri dan mengangkat tangan, diagungkan sebagaimana/dengan niat ibadah..yang mana perkara tersebut tidak pernah dilakukan Nabi dan para Shahabat, maka kami khawatir itu termasuk perkara bid'ah. Rasulullah ﷺ setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan :

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ﷺ. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim)

■  Fatwa ulama yang melarang adalah fatwa Al-Lajnah :

 ما حكم تحية العلم في الجيش وتعظيم الضباط وحلق اللحية فيه؟

Pertanyaan: Apa hukum hormat bendera yang dilakukan oleh tentara, menghormati komandan dan mencukur jenggot?

 لا تجوز تحية العلم، بل هي بدعة محدثة

Jawab: Tidak boleh menghormati bendera, bahkan ini termasuk bid’ah yang dibuat-buat … (Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah 1/236)

■  Insya Allah sebenarnya banyak kaum muslimin di berbagai dunia yang punya keyakinan seperti kami, akan tapi diantara mereka banyak yang takut untuk menyampaikannya. Setahu kami demikian juga pendapat pribadi Ketua MUI pusat (bukan fatwa MUI).
     "Salah satu ketua MUI, Cholil Ridwan, menyatakan bahwa menghormati bendera dan lagu kebangsaan hukumnya haram. Ia melandaskan pendapatnya ini dengan fatwa yang dikeluarkan sejumlah ulama asal Arab Saudi. Dalam fatwa itu, dikatakan bahwa menghormati bendera dan lagu kebangsaan sama hukumnya dengan menyembah benda-benda dan dikategorikan sebagai perbuatan musyrik Cholil menyatakan pendapatnya ini dalam sebuah forum tanya jawab di sebuah media Islam."


Bagaimana Sikapku Jika Dituntut Memasang/Mengibarkan Bendera?


(1)  Sebagai Ahlus Sunnah maka insya Allah akan saya sampaikan keyakinanku secara jujur dan terang-teranganan. 'Id atau hari raya umat Islam hanya ada 2 yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Nabi dan para Shahabat mengingkari semua hari raya yang ada di Madinah pada waktu itu..sehingga setiap tahun tidak ada nukilan mengadakan hari raya semisal perayaan Fathul Makkah (hari pembebasan kota Makkah), Maulid Nabi dsb. Yang menghalangiku untuk mengkhususkan hari pengibaran bendera insya Allah tiada lain karena diriku takut kepada Allah, karena perkara tersebut tidak diamalkan Nabi dan para Shahabat.

     Anas radhiyallahu ‘anhu berkata :

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلأَهْلِ الْمَدِينَةِ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْراً مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ

“Ketika Nabi datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)” (HR. An Nasai no. 1556 dan Ahmad 3: 178, sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim).

(2)  Kita diperintahkan taat kepada umaro' (pemerintah) selama bukan dalam perkara bermaksiat kepada Allah.
    
     Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, mereka memiliki pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS. Al Ahzab: 36).

     Ketaatan yang mutlak hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada orang lain hanya dalam perkara yang ma’ruf. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, Rasulullah bersabda:

لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

“Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf” (HR Bukhari, no. 7257; Muslim, no. 1840).

     Adapun terkait bukti ketaatan dan loyalitas insya Allah diriku selalu mengajak kaum muslimin untuk mengerjakan sholat Jum'at dan sholat 'Id bersama umaro' (pemerintah yang sah), tidak berpecah belah mengadakan sendiri, serta berupaya selalu taat kepada pemerintah selama bukan dalam perkara maksiat kepada Allah ataupun mengandung unsur maksiat. Demikian juga melarang mencela penguasa, memberontak ataupun demo. Dan alhamdulillah sejak kecil kemudian SDN s.d PTN tidak pernah tercatat sebagai pelajar/mahasiswa yang bermasalah. Belum pernah terkena tilang lalu lintas, tidak pernah terlibat tindakan arnakis, tidak pernah sengaja merusak tanaman orang lain ataupun tindakan kriminal. Apa itu masih belum cukup untuk dikatakan loyal kepada pemerintah yang sah?

(3)  Bendera bangsa Indonesia yang kuakui pemerintah yang sah hanya Sang Merah Putih. Sehingga jika diriku tidak mengibarkan bendera Merah Putih, maka itu artinya tidak ada satupun bendera di muka bumi yang akan kukibarkan. Karena yang menjadi masalah bukan yang dikibarkan bendera Merah Putih atau tidak. Bahkan andai ada duplikat bendera Nabi pun juga tidak kukibarkan.

(4)  Sebagai warga negara walau diriku tiap tahun diwajibkan membayar pajak dsb, insya Allah belum pernah menuntut apapun kepada pemerintah :
-  Sejak SDN sampai kuliah di perguruan tinggi Negeri, diriku tidak pernah menuntut hak atau demo kepada pemerintah. Bahkan ketika OSPEK Maba dan dilatih demo "Turunkan SPP" ke Rektorat, diriku juga diizinkan tidak ikut demo.
-  Diriku tidak pernah minta bantuan atau mengajukan beasiswa, walau IPK diatas 3.
-  Diriku belum pernah menuntut listrik subsidi, BBM subsidi, LPG subsidi, pupuk subsidi dan segala bentuk subsidi. Bahkan sudah 3 th ini diriku berupaya menjauhi barang-barang bersubsidi. Diriku lebih sering bersepeda pancal, jika memasak pakai kompor listrik non subsidi dan sudah tidak membeli pupuk subsidi untuk memupuk tanamanku.
-  Diriku tidak pernah menuntut bantuan sembako, minta sepeda ke bapak presiden, bantuan WC dan semisal.
-  Diriku tidak pernah menuntut perbaikan jalan, pembangunan dsb. Bahkan diriku pernah menolak ketika ditawari mendapat bantuan sembako dari desa. Ataupun ditawari bantuan WC (karena rumahku belum ada WC-nya) tapi diriku tetap menolak dan kusarankan jatah tersebut agar diberikan kepada orang lain saja. Biar tidak ada omongan yang tidak mengenakkan.

(5)  Saya mengucapkan terima kasih (wa jazahumullah khoira) kepada pemerintah daerah kabupaten Blora terutama kepada bapak kepala dusun Tanjung dan bapak kepala desa Geneng atas perhatian dan niat baiknya untuk memberi sembako waktu wabah Covid-19. Sama sekali bukannya diriku tak menghargai maksud baik bapak-bapak semua. Sebenarnya di antara sebab diriku tidak mau menerima bantuan, karena diriku tidak ingin menimbulkan fitnah seperti :
-  diriku sudah daftar haji. Gimana jika ada omongan "mampu daftar haji, ternyata masih mau menerima bantuan?"
-  jika diriku menerima bantuan tapi tidak mau diajak demo..gimana jika ada tuduhan "pantas saja gak mau menyampaikan kebenaran, karena mulutnya telah disumpal sembako.?" (sebagaimana pernah ada warga yang mengajak demo terkait pembagian sembako, pembangunan dll tapi kutolak mentah-mentah. Sehingga diriku kemudian "disatru" dan ini realita)
-  syari'at Islam mengajarkan untuk menjaga iffah dan tidak minta-minta kecuali minta hak serta dengan sebab yang dibenarkan.
-  dsb.

(6)  Diriku meyakini bahwa mengkhususkan mengkibarkan bendera pada setiap perayaan itu termasuk bid'ah, karena tidak pernah diamalkan Nabi dan para Shahabat padahal pada zaman tersebut sudah ada bendera. Jadi rasa takutku kepada Allah yang mencegah untuk mengkibarkan bendera,  karena ketika kita mati kelak akan ditanya pada hari kiyamat tentang hujjah kita. Diriku juga tidak ingin menginfakan atau membelanjakan harta untuk membeli bendera atau perkara yang tidak Allah syari'atkan.

     Andai diriku tetap dituntut untuk memasang bendera, maka pemerintah punya kewajiban memberi bendera (beserta tiang bendera) bagi warga yang tidak memiliki bendera. Dalam ajaran Islam pun, rakyat insya Allah berhak meminta sesuatu/haknya kepada pemerintah jika dengan sebab yang dibenarkan syari'at. Apalagi selama ini diriku belum pernah meminta sesuatu kepada pemerintah yang manfaatnya untuk diriku. Adapun terkait bendera dan tiangnya, insya Allah diriku punya hak untuk menuntut atau meminta kepada pemerintah. Terlebih pasang bendera manfaatnya bukan untuk diriku dan ada aturan bahwa pemda hendaknya memberi bendera bagi warga yang di rumahnya tidak memiliki bendera.

(7) Jika memasang bendera dianggap sebagai satu-satunya tolok ukur loyalitas kita kepada penguasa yang sah, maka silahkan saja pasang bendera di 3 lokasi yaitu depan rumahku, sawah dan kebunku..setiap hari dan sepanjang tahun. Di sepanjang jalan dekat rumahku andai dipasang 1 juta bendera pun, diriku juga gak mungkin merusak atau menurunkan. Insya Allah hanya sebatas kuingkari dalam hati.
    
     Kemudian jika di depan rumahku dipasang bendera, gimana jika pada hari-hari tersebut diriku lebih milih mengungsi tinggal di kandang kambing yang tidak ada benderanya? Atau hanya masuk ke rumah ketika sudah tidak ada bendera (pada malam hari setelah bendera turun).

"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah

  "Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah Hukumi Manusia Dengan Hujjah Dan Burhan Sesuai Z...