Minggu, 17 Desember 2023

Jangan Mengikuti Hawa Nafsu





 

Jangan Mengikuti Hawa Nafsu

     Allah Ta'ala berfirman :

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ 

"Hai Dawud! sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah." (QS. Shâd/38 : 26)

Definisi Hawa nafsu

     Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah mengatakan :

الهوى ميل الطبع إلى ما يلائمه

“Hawa nafsu adalah kecondongan jiwa kepada sesuatu yang selaras dengan keinginannya..” (lihat Asbabut Takhallaush minal hawa, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, hal. 3).

    
Celaan Terhadap Orang Yang Mengikuti Hawa Nafsu Daripada Dalil

     Allah mencela ittiba’ul hawa (mengikuti hawa nafsu) di beberapa ayat yang banyak dalam Al-Qur`an, diantaranya adalah firman-Nya :

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

Katakanlah, “Hai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Mâidah/5: 77)

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilah (sesembahan)nya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” (QS. Al-Furqaan: 43).

     Allah Ta’ala juga berfirman :

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُون

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilah (sesembahan)nya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jaatsiyah: 23).


Kebanyakan Manusia Mengajak Kesesatan Dengan Mengikuti Hawa Nafsu

    
     Termasuk mengikuti hawa nafsu adalah orang yang menolak syari’at setelah penjelasan datang kepadanya. Allah Ta’ala juga berfirman :

وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ

"Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allâh ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allâh telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-An’âm/6 : 119)

فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (Al-Qashash:50).

     Dari Sahabat Anas, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abdullah bin Abi Aufa, dan Ibnu Umar Radhiyallohu ‘anhum, Bahwa Rosululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda :

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ وَ ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ فَأَمَّا ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ وَ هَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ و ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ : خَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ والعلانيةِ وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى وَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا

"Tiga perkara yang membinasakan dan tiga perkara yang menyelamatkan.
Adapun tiga perkara yang membinasakan adalah: (1) kebakhilan dan kerakusan yang ditaati, (2) hawa nafsu yang diikuti, dan (3) seseorang yang membanggakan diri sendiri.
Sedangkan tiga perkara yang menyelamatkan adalah (1) khasyah (takut) kepada Allâh di waktu sendirian dan dilihat orang banyak, (2) sederhana di waktu kekurangan dan kecukupan, dan (3) adil di waktu marah dan ridha."
(Hadits ini dinilai sebagai hadits hasan oleh syaikh al-Albani di dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahihah, no. 1802 karena banyak jalur periwayatannya)



Mengikuti Hawa Nafsu Dalam Beragama Lebih Parah Daripada Dalam Urusan Syahwat

     Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

واتباع الأهواء في الديانات أعظم من اتباع الأهواء في الشهوات

“Mengikuti hawa nafsu dalam beragama (syubhat) lebih parah dibandingkan Mengikuti hawa nafsu dalam urusan syahwat” (lihat Al-Istiqomah, Ibnu Taimiyyah)



Surga Bagi Yang Mampu Menundukkan Hawa Nafsu Demi Mengikuti Al Qur'an Dan As Sunnah

     Semua maksiat timbul karena seseorang mendahulukan hawa nafsu daripada kecintaan pada Allah dan Rasul-Nya. Sehingga hendaknya kita menundukkan hawa nafsu. Allah Ta'ala berfirman :

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٤٠﴾ فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ

"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)." (QS. An-Nazi’at/79: 40-41)

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.

Sabtu, 16 Desember 2023

Bantahan Dari Seorang 'Abdi Allah (Ahlus Sunnah) Atas Syubhat Pak Ustadz Salafi Yang Membolehkan Tasawwul/Mengemis Untuk Kepentingan Hizb





 

Baca juga :

TA'AFFUF (MENJAGA IFFAH) VS MINTA SHODAQOH (UNTUK DIRI SENDIRI, ORANG LAIN DAN HIZB)
https://teguhakhirblora.blogspot.com/2022/09/taaffuf-vs-minta-shodaqoh-untuk-diri.html?m=1

Tasawwul (Minta Sodaqoh) Untuk Diri Sendiri Ataupun Untuk Orang Lain/Hizb Itu Hukum Asalnya Haram
https://teguhakhirblora.blogspot.com/2023/04/tasawwul-minta-sodaqoh-untuk-diri.html?m=1



Bantahan Dari Seorang 'Abdi Allah (Ahlus Sunnah) Atas Syubhat Pak Ustadz Salafi Yang Membolehkan Tasawwul/Mengemis Untuk Kepentingan Hizb


     Ada sebuah syubhat dari pak ustadz Salafi neo Laskar Jihad (=neo Laskar Jahat) Al Limboriy yang membolehkan tasawwul untuk dakwah hizbiyyah dan bukan karena darurot. Syubhat rendahan semisal ini setahuku juga tak jauh beda dengan syubhat mbah syaikh kubro (yang pernah menjadi gurunya di Banyutengah) yang membolehkan mengemis untuk kepentingan hizb-nya. Pak ustadz berkata :

"Maka kita katakan bahwa telah ada dalîl yang sangat jelas dan telah diamalkan oleh Salaf kita yang Shâlih yaitu Dzul Qarnain Radhiyallâhu 'Anhu sebagaimana pada perkataannya kepada kaumnya:

فَأَعِینُونِی بِقُوَّةٍ

"Maka tolonglah oleh kalian aku ini dengan suatu kekuatan." [Surat Al-Kahfi: 95].
Beliau minta tolong kepada kaumnya yang mereka mampu ketika itu untuk menolongnya, beliau sebagai pemimpin mereka. Beliaupun menyebutkan apa yang beliau minta ke mereka:

ءَاتُونِی زُبَرَ ٱلۡحَدِیدِ

"Berikanlah oleh kalian kepadaku potongan-potongan besi." [Surat Al-Kahfi: 96].
Beliau meminta pada ayat ini, dan telah ada fatwâ dari Lajnah Dâimah menyebutkan tentang pembolehannya.
Dengan adanya kebolehan tersebut, tatkala kita dapati ada du'ât atau ikhwân kita melakukannya dan itu bukan untuk pribadi namun untuk kemaslahatan umat dan atau dakwah maka kita tidak permasalahkan, karena yang menjadi masalah adalah orang yang meminta-minta untuk pribadi..."

Maka sebagai bantahan, kita katakan :

(1) Nabi dan para Salafush Sholih memgajarkan kepada kita untuk ta'affuf (menjaga iffah). Tidak boleh tasawwul (mengemis) kecuali darurat (yang dibolehkan syari'at). Silahkan baca tulisan kami dengan judul "TA'AFFUF (MENJAGA IFFAH) VS MINTA SHODAQOH (UNTUK DIRI SENDIRI, ORANG LAIN DAN HIZB)" https://teguhakhirblora.blogspot.com/2022/09/taaffuf-vs-minta-shodaqoh-untuk-diri.html?m=1

(2) Ahlu Shuffah hidup dalam keadaan kekurangan makanan dan pakaian serta tidak punya rumah. Tapi tetap menjaga 'iffah dan tidak ada yang mengkoordinir untuk mengemis. Bahkan Nabi pun juga tidak tasawwul untuk ahlu Shuffah. Tidak sebagaimana yang dilakukan para biksu ataupun hizb/"partai pengemis" yang menghinakan diri kepada makhluk untuk kepentingan kelompoknya. Jadi para biksu dan partai pengemis itulah salaf mereka

(3) Dalam beberapa kitab tafsir yang kami baca, setahu kami tiada yang menggunakan ayat tersebut sebagai dalil bolehnya mengemis untuk kepentingan hizb dan bukan dalam keadaan darurot. Yang mana umumnya para pengemis berjubah tersebut punya tempat tinggal, punya banyak pakaian, punya kendaraan dan perutnya sering kenyang atau punya kebiasaan makan tidak dengan 1 usus.

(4)  Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan :

﴿قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الأرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا﴾ قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَجْرًا عَظِيمًا، يَعْنِي أَنَّهُمْ أَرَادُوا أَنْ يَجْمَعُوا لَهُ مِنْ بَيْنِهِمْ مَالًا يُعْطُونَهُ إِيَّاهُ، حَتَّى يَجْعَلَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَهُمْ سَدًا. فَقَالَ ذُو الْقَرْنَيْنِ بِعِفَّةٍ وَدِيَانَةٍ وَصَلَاحٍ وَقَصْدٍ لِلْخَيْرِ: ﴿مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ﴾ أَيْ: إِنَّ الَّذِي أَعْطَانِي اللَّهُ مِنَ الْمُلْكِ وَالتَّمْكِينِ(١٦) خَيْرٌ لِي مِنَ الَّذِي تَجْمَعُونَهُ، كَمَا قَالَ سُلَيْمَانُ عَلَيْهِ السَّلَامُ: ﴿أَتُمِدُّونَنِ بِمَالٍ فَمَا آتَانِيَ اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا آتَاكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ﴾ [النَّمْلِ: ٣٦] وَهَكَذَا قَالَ ذُو الْقَرْنَيْنِ: الَّذِي أَنَا فِيهِ خَيْرٌ مِنَ الَّذِي تَبْذُلُونَهُ، وَلَكِنْ سَاعِدُونِي ﴿بِقُوَّةٍ﴾ أَيْ: بِعَمَلِكُمْ وَآلَاتِ الْبِنَاءِ، ﴿أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا * آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ﴾ وَالزُّبَرُ: جَمْعُ زُبْرَة، وَهِيَ الْقِطْعَةُ مِنْهُ، قَالَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ، وَمُجَاهِدٌ، وَقَتَادَةُ. وَهِيَ كَاللَّبِنَةِ(١٧) ، يُقَالُ: كُلُّ لَبِنَةٍ [زِنَةُ](١٨) قِنْطَارٍ بِالدِّمَشْقِيِّ، أَوْ تَزِيدُ عَلَيْهِ.
     Allah berfirman :

{قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الأرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا}

Mereka berkata, "Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu (upeti). (QS. Al-Kahfi: 94)

Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Atha', dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan kharjan ialah imbalan yang besar. Mereka bermaksud akan menghimpun dana di antara sesama mereka dalam jumlah yang cukup besar untuk diberikan kepada Dzulqarnain sebagai imbalan jasanya. Maka Dzulqarnain menjawab dengan nada yang terhormat, menunjukkan pendalaman agamanya yang sempurna, shalih lagi menghendaki kebaikan:

{مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ}

"Apa yang telah dikuasakan oleh Rabb-ku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik."(Al-Kahfi: 95)

Yaitu kerajaan dan kekuasaan yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadaku lebih baik bagiku daripada harta yang kalian himpunkan. Perihalnya sama dengan perkataan Sulaiman alaihissalaam yang disitir oleh firman-Nya:

{أَتُمِدُّونَنِ بِمَالٍ فَمَا آتَانِيَ اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا آتَاكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ}

"Apakah (patut) kalian menolong aku dengan harta? Maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan­Nya kepada kalian." (QS. An-Naml: 36)

Hal yang sama telah dikatakan Dzulqarnain, yaitu: "Apa yang ada padaku jauh lebih baik daripada apa yang kalian berikan itu, tetapi aku meminta kepada kalian agar membantuku dengan sekuat tenaga melalui jasa kerja kalian dan pengadaan bahan bangunan yang diperlukan."

{أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا * آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ}

"agar aku membuatkan dinding antara kalian dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi." (Al-Kahfi: 95-96)

.... dst. (lihat Tafsir Ibnu Katsir QS. Al Kahfi)


(5)  Kisah Dzulqarnain dalam Al Qur'an justru dalil untuk tidak mengemis (dengan bermaksud memberi upah) dan dalil berbuat baik (dakwah) tanpa mengharap upah. Karena pada ayat sebelummya mereka menawari Dzulqornain dengan imbalan.

قَالُوْا يٰذَا الْقَرْنَيْنِ اِنَّ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ مُفْسِدُوْنَ فِى الْاَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلٰٓى اَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا 94

Mereka berkata, “Wahai Dzulkarnain! Sungguh, Ya'juj dan Ma'juj itu (makhluk yang) berbuat kerusakan di bumi, maka bolehkah kami membayarmu imbalan agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?” (QS. Al Kahfi : 94)

     Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata :

"وَهَكَذَا أَهْلُ الْبِدَعِ لَا يَكَادُونَ يَحْتَجُّونَ "بِحُجَّةِ" سَمْعِيَّةٍ وَلَا عَقْلِيَّةٍ إلَّا وَهِيَ عِنْدَ التَّأَمُّلِ حُجَّةٌ عَلَيْهِمْ؛ لَا لَهُمْ." (مجموع الفتاوى-6/254)

 "Dan demikianlah ahlul bida', hampir-hampir mereka itu tidak berhujjah dengan suatu hujjah sam'iyyah (dalil naqli) ataupun dalil aqliy, kecuali dalam keadaan dalil-dalil tadi ketika direnungkan justru menjadi hujjah untuk menghantam mereka sendiri, bukan untuk mendukung mereka." (lihat Majmu'ul Fatawa/6/hal. 254)

(6)  Kisah Dzulqornain tersebut hanya menunjukkan bolehnya minta bantuan kepada makhluk. Sebagaimana misal saya minta tolong kepada tukang bangunan untuk membuat tembok pemisah antara rumahku dg rumah tetanggaku ahlu bid'ah. Kemudian si tukang bangunan minta kupersiapkan bahan dll. Jadi tiada unsur mengemis. Insya Allah tidak akan ada orang jujur dan berakal sehat mengatakan hal tersebut termasuk mengemis.

(7)  Pak ustadz memamahami ayat tersebut tidak sesuai dengan pemahaman para Shahabat, tapi mengikuti hawa nafsunya sebagaimana orang Khawarij yang mana ayat yang mereka baca tidak mampu melewati kerongkongan sehingga tidak bisa masuk ke hati. Jika masih tetap kibr dan dusta serta membangkang di atas kebathilan sebagaimana para syaithan, insya Allah diriku siap menantang berhakim kepada Allah dengan mubahalah. Laa haula wa laa quwwata illa billah..

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.

Jumat, 15 Desember 2023

Utamakan Mencari Akhirat Yang Kekal Dengan Memanfaatkan Dan Mengorbankan Dunia..





 

Utamakan Mencari Akhirat Yang Kekal Dengan Memanfaatkan Dan Mengorbankan Dunia..

     Yang memerintahkan mengutamakan Akhirat realitanya bukan hanya ajaran Islam saja, tapi banyak agama lain (seperti Yahudi, Nashrani, Hindhu, Budha dll) di muka bumi yang mengakui (=mengajarkan untuk mengutamakan Akhirat) bagi mereka yang konsisten dengan ajaran agamanya dan tidak menjadikannya hanya sebuah teori..

     Allah memerintahkan kita untuk mencari negeri Akhirat dengan memanfaatkan nikmat dunia yang Allah berikan. Atau dengan kata lain "Carilah Akhirat dengan memanfaatkan dan mengorbankan dunia". Allah Ta'ala berrfirman :

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ  وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا  وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ  وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ 77

"Dan carilah Negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al Qashshash: 77).

     Dan hal itu juga selaras dengan tujuan Allah menciptakan jin dan manusia. Allah Ta'ala berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Aku tidaklah ciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah hanya kepada-Ku.“ (QS. Adz-Dzariyat: 56).

     Adapun kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Allah Ta'ala berfirman :

اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌ ۗوَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ 20

"Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (QS. Al Hadid : 20)

     Dari Zaid bin Tsabit رضي الله عنه beliau berkata: Kami mendengar Rasulullah  bersabda :

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.

“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)“[1].
(HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi (no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan syaikh al-Albani.)

     ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz رحمه الله berkata :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَصْلِحُوا آخِرَتَكُمْ يُصْلِحِ اللَّهُ لَكُمْ دُنْيَاكُمْ، وَأَصْلِحُوا سَرَائِرَكُمْ يُصْلِحِ اللَّهُ لَكُمْ عَلَانِيَتَكُمْ... (كتاب الإخلاص والنية لابن أبي الدنيا)

“Wahai manusia ! Perbaiki akhirat kalian, maka Allah pun akan memperbaiki pada dunia kalian. Dan perbaiki juga apa yang tersembunyi dari kalian, maka Allah pun akan memperbaiki apa-apa yang nampak dari kalian...” (lihat Al-Ikhlaas wa An-Niyah li Ibni Abid Dunya 54)

قال عون بن عبد الله : إن من كان قبلكم كانوا يجعلون للدنيا ما فضل عن آخرتهم ، وإنكم اليوم تجعلون لآخرتكم ما فضل عن دنياكم .
(حلية الأولياء وطبقات الأصفياء - أبو نعيم الأصبهاني - أحمد بن عبد الله بن أحمد بن إسحاق الأصبهاني - صفحة 243 - جزء 4)

     ‘Aun bin Abdullah رحمه الله berkata :
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu menjadikan bagi dunia apa yang tersisa dari urusan akhirat mereka. Sedangkan sesungguhnya kalian menjadikan untuk urusan akhirat kalian apa yg tersisa dari urusan dunia kalian.” (lihat Hilyatul Auliya' 4/243)

     Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin رحمه الله berkata :

تجد أهل الآخرة لا يهتمون بما يفوتهم من الدنيا، إن جاءهم من الدنيا شيء قبلوه، وإن فاتهم شيء لم يهتموا به

“Engkau akan menjumpai orang-orang yang mengutamakan akhirat tidak akan bersedih karena dunia yg telah terluput dari mereka. Apabila sesuatu dari dunia datang kepada mereka, maka mereka pun menerimanya. Namun jika ada sesuatu yang terluput, maka mereka tidak akan bersedih karenanya.” (lihat Syarah Riyadhush Shalihin 3/48)

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.

Kamis, 14 Desember 2023

Muruah (Marwah/Kehormatan/Kesatriaan) Seorang Lelaki


 

Muruah (Marwah/Kehormatan/Kesatriaan) Seorang Lelaki

    
     Hasan al-Bashri rahimahullah berkata :

مروءةُ الرَّجُلِ: صِدْقُ لِسانِهِ، واحْتِمَالُهُ مُؤْنَةَ إخْوانِهِ، وبذْلُهُ المعروفَ لأهلِ زمانِهِ، وكَفُّهُ الأذى عن جيرانِهِ

Muruah (kehormatan/harga diri/kesatriaan) seorang lelaki ada pada :
(1) kejujuran lisannya
(2) menanggung penghidupan ikhwan-nya
(3) kesungguhan usahanya dalam menunjukkan kebaikan untuk orang-orang pada masanya
(4) menahan diri agar tidak mengganggu (menzhalimi) tetangga-tetangganya.

📚 lihat Adab al-Hasan al-Bashri wa Zuhduhu wa Mawaizhuhu, hal. 36

     Mereka yang gemar berbuat zholim dengan lisan (termasuk dengan pengeras suara sehingga mengganggu tetangganya yang sedang ibadah, sebagaimana perbuatan para syaithan dari jin dan manusia) ataupun dengan perbuatan (seperti mencuri, merokok di tempat umum dll) itu termasuk orang-orang yang tidak memiliki muruah...

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.

Selasa, 12 Desember 2023

Ancaman Allah Atas Mereka Yang Mengerjakan Suatu Amalan Ibadah Yang Tidak Disyari'atkan





 

Ancaman Allah Atas Mereka Yang Mengerjakan Suatu Amalan Ibadah Yang Tidak Disyari'atkan

Tafsir Surat Al Kahfi Ayat 103-104

     Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا ﴿١٠٣﴾ الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا ﴿١٠٤﴾

Katakanlah, “Maukah Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi amalnya?" Yaitu orang-orang yang melakukan amalan sesat di dalam kehidupan dunia ini, tapi mereka menyangka bahwa diri mereka telah berbuat baik.” (QS. Al Kahfi : 103-104)

     Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan :

فَإِنَّ هَذِهِ الْآيَةَ مَكِّيَّةٌ قَبْلَ خِطَابِ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى وَقَبْلَ(٤) وُجُودِ الْخَوَارِجِ بِالْكُلِّيَّةِ، وَإِنَّمَا هِيَ عَامَّةٌ فِي كُلِّ مَنْ عَبَدَ اللَّهَ عَلَى غَيْرِ طَرِيقَةٍ مَرْضِيَّةٍ يَحْسَبُ أَنَّهُ مُصِيبٌ فِيهَا، وَأَنَّ عَمَلَهُ مَقْبُولٌ، وَهُوَ مُخْطِئٌ، وَعَمَلُهُ مَرْدُودٌ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً﴾ [الْغَاشِيَةِ: ٢-٤] وَقَوْلُهُ(٥) تَعَالَى: ﴿وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا﴾ [الْفُرْقَانِ: ٢٣] وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا﴾ [النُّورِ: ٣٩] .
وَقَالَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ: ﴿قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ﴾ أَيْ: نُخْبِرُكُمْ ﴿بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا﴾ ؟ ثُمَّ فَسَّرَهُمْ فَقَالَ: ﴿الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا﴾ أَيْ: عَمِلُوا أَعْمَالًا بَاطِلَةً عَلَى غَيْرِ شَرِيعَةٍ مَشْرُوعَةٍ مَرْضِيَّةٍ مَقْبُولَةٍ، ﴿وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا﴾ أَيْ" يَعْتَقِدُونَ أَنَّهُمْ عَلَى شَيْءٍ، وَأَنَّهُمْ مَقْبُولُونَ مَحْبُوبُونَ.

"Ayat ini adalah ayat Makkiyah sebelum orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani dimasukan ke dalam khithab (perintah)-Nya, juga sebelum munculnya golongan Khawarij secara keseluruhan. Sesungguhnya makna ayat ini bersifat umum mencakup semua orang yang beribadah kepada Allah bukan melalui jalan yang diridhai. Orang yang bersangkutan menduga bahwa jalan yang ditempuhnya benar dan amalnya diterima, padahal kenyataannya dia keliru dan amalnya ditolak, sebagaimana yang disebut Allah Ta'ala dalam firman-Nya:

{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً}

"Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka)," (Al-Ghasyiyah: 2-4)

{وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا}

"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan." (Al-Furqan: 23). Dan firman Allah Ta'ala :

{وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا}

"Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun." (An-Nur: 39). Dan firman-Nya dalam ayat mulia ini :

{قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا}

Katakanlah, "Apakah akan kami beritahukan kepada kamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” (Al-Kahfi: 103). Kemudian dalam ayat selanjutnya dijelaskan oleh firman-Nya:

{الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا}

"Yaitu orang-orang yang melakukan amalan sesat (sia-sia) di dalam kehidupan dunia ini," (Al-Kahfi: 104). Karena amal-amal mereka batil, bukan pada jalan yang diperintahkan oleh syariat, yakni tidak diridai dan tidak diterima.

{وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا}

"sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (Al-Kahfi: 104). Yakni mereka mengira bahwa dirinya berpegang pada sesuatu dan bahwa amal mereka diterima lagi dicintai.

Firqatun Najiyyah ( Golongan Yang Selamat ), Yang Mengikuti Nabi Dan Para Shahabat


فقد ثبت في الحديث الصحيح أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة، وافترقت النصارى على اثنتين وسبعين فرقة، وستفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة، قيل: من هي يا رسول الله؟ قال: من كان على مثل ما أنا عليه وأصحابي. وفي بعض الروايات: هي الجماعة. رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه والحاكم، وقال: صحيح على شرط مسلم.

Telah dibuktikan dalam hadits shahih bahwa Nabi bersabda : "Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu firqah (sikte), dan Nasrani terpecah menjadi tujuh puluh dua firqah, dan ummatku terpecah menjadi tujuh puluh tiga firqah yang kesemuanya (terancam) masuk neraka kecuali satu. Para Shahabat bertanya : "Siapakah mereka wahai Rasulullah?"  Beliau bersabda : "Siapapun yang berada di jalan yang sama denganku dan para Shahabatku.  Dalam sebagian riwayat: "Mereka adalah Al Jama'ah".  Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dan dia berkata : shahih menurut syarat Muslim. (Jadi yang masuk Jannah adalah Al Jama’ah dan bukan al jam'iyyah/muassasah/majmu'ah/semisal).

     Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda :

وَإِنَّ بَنِى إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِى النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى

“Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 72 millah (golongan). Sedangkan umatku terpecah menjadi 73 millah (golongan), semuanya di neraka kecuali satu.” Para shahabat bertanya, “Siapa golongan yang selamat itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Yaitu yang mengikuti millah-ku dan (pemahaman) para shahabatku.” (HR. Tirmidzi no. 2641. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

     Berdasarkan hadits di atas maka umat Islam akan terpecah menjadi 73 firqah, semuanya diancam masuk Neraka kecuali satu golongan yang masuk Jannah (Surga) yaitu Al Jama’ah (yang berpegang dengan ajaran Islam murni sebagaimana Nabi dan para Shahabat). Jadi bukan al jam'iyyah/muassasah/majmu'ah/semisal.



Allah Menghalangi Taubat Shohibul Bid'ah ( Para Pelaku Bid'ah/Penganut Islam Tidak Murni )


     Rasulullah  bersabda :

إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ

Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya” (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath no.4334. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 54).

     Imam Ahmad ketika ditanya mengenai makna hadits di atas, beliau menjawab:

لَا يُوَفَّقُ, وَلَا يُيَسَّرُ صَاحِبُ بِدْعَةٍ

“maksudnya: ia tidak mendapatkan taufiq, pelaku bid’ah tidak dipermudah untuk bertaubat” (lihat Ghadzaul Albab Syarh Manzhumatul Adab, hal. 582)

     Hal itu dikarenakan pelaku bid’ah apapun menganggap bid’ah-nya itu baik dan qurbah (upaya mendekatkan diri kepada Allah) sehingga sama sekali tidak terpikir untuk bertaubat.

     Namun memang tidak menuntut kemungkinan dijumpai ada sebagian kecil yang taubat. Asy Syathibi rahimahullah mengatakan:

إذ لا يبعد أن يتوب عما رأى, ويرجع إلى الحق, كما نقل عن عبد الله بن الحسن العنبري, وما نقلوه في مناظرة ابن عباس الحرورية الخارجين على علي – رضي الله عنه – وفي مناظرة عمر بن عبد العزيز لبعضهم, ولكن الغالب في الواقع الإصرار

“maka pelaku bid’ah tidak mustahil dari bertaubat terhadap apa yang ia yakini. Sebagaimana dinukil dari Abdullah bin Al Hasan Al Anbari dan yang dinukil para ulama dari kisah perdebatan antara Ibnu Abbas dan kaum Haruriyah (Khawarij) yang memberontak kepada Ali radhiallahu’anhu. Dan juga dalam perdebatan Umar bin Abdil Aziz kepada sebagian Khawarij. Namun secara umum kenyataannya pelaku bid’ah itu bertekad (=ngeyel ) pada bid’ahnya” (lihat Al I’tisham, hal. 164).

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.

Senin, 11 Desember 2023

Sifat Tawadhu' ( Rendah Hati ) Itu Beda Dengan Mahanah ( Kehinaan Diri )




 


Sifat Tawadhu' ( Rendah Hati ) Itu Beda Dengan Mahanah ( Kehinaan Diri )
 
     Allah Ta'ala berfirman :

وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا 

"Adapun 'Ibadurrohman (hamba-hamba Ar Rohman) itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan “salam”." (QS. Al Furqan : 63)

     Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda :

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

“Shodaqoh tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim no. 2588).

     Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia
 

Perkataan Para Salaf Dan Ulama Tentang Tawadhu'
( أقوال السلف والعلماء في التواضع )

- عن عائشة رضي الله عنها، قالت: (إنكم لتغفلون أفضل العبادة: التواضع).
( رواه النسائي في (السنن الكبرى) (١٠/ ٤٠٥) )

      Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha mengatakan: “Sesungguhnya kalian sungguh sangat melalaikan ibadah yang paling utama, yaitu at tawadhu.’“(Riwayat An Nasa'i).

قال الحسن البصري أتدرون ما التواضع؟ قالوا: ما هو؟ قال: التواضع أن تخرج من منزلك ولا تلقى مسلماً إلّا رأيت له عليك فضلاً وفي لفظ: لا يلقى مسلماً إلا ظن أنه خير منه. ( حكم الأثر: حسن. أخرجه البيهقي في كتابه شعب الإيمان ط الرشد (ج10/ص511) )

Al-Hasan Al-Bashri berkata : "Tahukah kalian apa itu at tawadhu' (kerendahan hati)?  Mereka berkata: Apa itu?  Beliau berkata : At Tawadhu' (kerendahan hati) adalah ketika engkau keluar rumah dan tidak bertemu dengan seorang muslim kecuali kamu melihat bahwa dia mempunyai kelebihan dibandingkan kamu, dan singkatnya : Dia tidak bertemu dengan seorang muslim kecuali dia menganggap bahwa dia lebih baik darinya. ( Atsar hasan. Oleh Al Baihaqi dalam kitab  Syu'abul Iman, 10 : 511 )

سُئِلَ الفضيل بن عياض-رحمه الله-عن التواضع فقال: أن تخضع للحق وتنقاد له ممن سمعته، ولو كان أجهل الناس لزمك أن تقبله منه.
جامع بيان العلم وفضله لابن عبد البر (٤٦٢/١).

     Al-Imam Fudhai bin ‘Iyadh ketika ditanya apa yang dimaksud dengan tawadhu’, maka beliau rahimahullah berkata : “Tawadhu (rendah hati) adalah engkau tunduk dan patuh kepada kebenaran dari siapapun engkau mendengarnya. Meskipun seandainya kebenaran itu dari orang yang paling bodoh, maka engkau harus menerimanya.” (lihat Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih 1/462)

عن ابن عيينة قال : من كانت معصيته في الشهوة فارج له التوبة ؛ فإن آدم عليه السلام عصى مشتهيا فغفر له ، وإذا كانت معصيته في كبر فاخش على صاحبه اللعنة ؛ فإن إبليس عصى مستكبرا فلعن.
( حلية الأولياء وطبقات الأصفياء - أبو نعيم الأصبهاني - أحمد بن عبد الله بن أحمد بن إسحاق الأصبهاني - صفحة 271  جزء 7 )

Dari Sufyan Ibnu Uyainah beliau berkata : "Barangsiapa yang berbuat dosa karena syahwat, maka aku berharap dia bertaubat. Tatkala Adam 'alaihis salam bermaksiat karena nafsu syahwat, (lalu ia istighfar memohon ampun kepada Allah) maka ia diampuni, dan jika kemaksiatannya karena kibr (kesombongan), maka takutlah akan laknat atas pelakunya. Ingatlah Iblis bermaksiat karena takabbur (sombong), maka ia dilaknat Allah." (lihat Hilyatul Auliya', (7/271). Abu Nu'aim Al Ashbahani)

قال الشافعي رحمه الله: أرفعُ الناس قدرًا من لا يرى قدرَه، وأكبر النّاس فضلاً من لا يرى فضلَه). ( أخرجه البيهقي في الشعب (6/304). )

Imam Asy Syafi’i berkata, “Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah menampakkan kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah menampakkan kemuliannya.” (lihat Syu’abul Iman, Al Baihaqi, 6: 304)

قال عبد الله بن المبارك : رأسُ التواضعِ أن تضَع نفسَك عند من هو دونك في نعمةِ الله حتى تعلِمَه أن ليس لك بدنياك عليه فضل ( أخرجه البيهقي في الشعب (6/298) )

‘Abdullah bin Al Mubarrok berkata, “Puncak dari tawadhu’ adalah engkau meletakkan dirimu di bawah orang yang lebih rendah darimu dalam nikmat Allah, sampai-sampai engkau memberitahukannya bahwa engkau tidaklah semulia dirinya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi, 6: 298)

"Ya Allah, muliakanlah kami dengan sifat tawadhu’ (rendah hati) dan jauhkanlah kami dari sifat sombong ataupun sifat mahanah (kehinaan diri).."

اللّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ

Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta (Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau)” (HR. Muslim no. 771).

Sabtu, 09 Desember 2023

Jika Shalat Saja Engkau Remehkan, Ibadah Apa Lagi Yang Engkau Hargai ?



 

Jika Shalat Saja Engkau Remehkan, Ibadah Apa Lagi Yang Engkau Hargai ?


     Hasan al-Bashri rahimahullah berkata :

يا ابن آدم، وماذا يعز عليك من دينك، إذا هانت عليك صلاتك

“Wahai bani Adam! Ibadah apa lagi yang engkau hargai dalam agamamu, apabila shalat saja sudah engkau anggap remeh.” (lihat Mausu’ah Ibnu Abi ad-Dunya, jilid 1, hlm. 341)

     Allah Ta’ala berfirman :

اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْۚ وَاِذَا قَامُوْٓا اِلَى الصَّلٰوةِ قَامُوْا كُسَالٰىۙ يُرَاۤءُوْنَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ اِلَّا قَلِيْلًاۖ 

"Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk salat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali." (QS. An Nisa' : 142)

وَمَا مَنَعَهُمْ اَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقٰتُهُمْ اِلَّآ اَنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللّٰهِ وَبِرَسُوْلِهٖ وَلَا يَأْتُوْنَ الصَّلٰوةَ اِلَّا وَهُمْ كُسَالٰى وَلَا يُنْفِقُوْنَ اِلَّا وَهُمْ كٰرِهُوْنَ 

"Dan yang menghalang-halangi infak mereka untuk diterima adalah karena mereka kafir (ingkar) kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak melaksanakan salat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menginfakkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan (terpaksa)." (QS. At Taubah : 54)

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5)

“Maka Wail (= adzab yang pedih menurut tafsir ibnu 'Abbas) bagi orang-orang yang shalat. (4) Yaitu mereka yang lalai di dalam shalatnya. (5)." (QS. Al Maun : 4 - 5)

     Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Nabi pernah menceritakan tentang shalat pada suatu hari, di mana beliau bersabda,

مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوراً وَبُرْهَاناً وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ وَلاَ بُرْهَانٌ وَلاَ نَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَىِّ بْنِ خَلَفٍ

“Siapa yang menjaga shalat, maka ia akan mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari kiamat. Siapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan kelak. Nanti di hari kiamat, ia akan dikumpulkan bersama Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad, hadits hasan)

     والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.

"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah

  "Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah Hukumi Manusia Dengan Hujjah Dan Burhan Sesuai Z...