Jumat, 22 Desember 2023

Siapa Manusia Pemakan Ulat Yang Masih Ragu Ulat/Sejenisnya Haram? Dalam Kitab Taurat Pun Diharamkan Serangga






 

Siapa Manusia Pemakan Ulat Yang Masih Ragu Ulat/Sejenisnya Haram?
Dalam Kitab Taurat Pun Diharamkan Serangga


Hukum Makan Ulat Dan Sejenisnya Menurut Ajaran Islam
Nabi Dan Para Shahabat Tidak Memakan Ulat Dan Sejenisnya - Jumhur Ulama Mengharamkan Al Hasyarot

     Al Qur'an mengharamkan bangkai dan binatang yang tidak disembelih dengan nama Allah. Allah Ta'ala berfirman :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al Maidah: 3)

     Tiada nukilan Nabi dan para Shahabat memakan ulat ataupun sejenisnya. Justru ketika menjumpai ulat, beliau membuangnya. Seandainya ulat itu halal tentu tidak dibuang dan dimakan.

     Ketika Imam Ahmad mendapati sayuran yang terdapat ulat di dalamnya. Beliau lantas berkata,

تجنّبه أحبّ إليّ ، وإن لم يتقذّر فأرجو

Menjauhi sayuran semacam itu lebih aku sukai. Namun jika tidak sampai mengotori (menjijikkan), maka aku pun mau (memakan sayurnya).” Imam Ahmad menganggap tidak mengapa jika kita menyelidik-nyelidik kurma yang terdapat ulat. Lihat contoh dari Rasul  (sebaik-baik uswah) berikut ini.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أُتِىَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- بِتَمْرٍ عَتِيقٍ فَجَعَلَ يُفَتِّشُهُ يُخْرِجُ السُّوسَ مِنْهُ.

Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Nabi  diberi kurma yang sudah agak lama (membusuk), lalu beliau mengorek-ngorek kurma tersebut. Lantas beliau mengeluarkan ulat dari kurma itu. (HR. Abu Daud no. 3832, shahih kata Syaikh Al Albani)

NABI TIDAK MENGKONSUMSI ULAT KAN?????….

     Selain belalang yang dikecualikan, maka para ulama mengharamkan serangga (termasuk ulat dan metamorfosisnya). Ini adalah pendapat mayoritas ulama, diantaranya : Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Daud Ad-Dhahiri, dan Syafiiyah. An-nawawi mengatakan,

مذاهب العلماء في حشرات الأرض …. مذهبنا أنها حرام ، وبه قال أبو حنيفة وأحمد وداود . وقال مالك : حلال

“Madzhab-madzhab para ulama tentang hewan melata bumi…, madzhab kami (syafiiyah) hukumnya haram. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah, Ahmad, dan Daud. Sementara Malik mengatakan, boleh.” (Al-Majmu’, 9/16)

     Ibnu Hazm mengatakan,

ولا يحل أكل الحلزون البري , ولا شيء من الحشرات كلها : كالوزغ ، والخنافس , والنمل , والنحل , والذباب , والدبر , والدود كله – طيارة وغير طيارة – والقمل , والبراغيث , والبق , والبعوض وكل ما كان من أنواعها ؛ لقول الله تعالى : (حرمت عليكم الميتة) ؛ وقوله تعالى (إلا ما ذكيتم)

“Tidak halal makan siput darat (bekicot), tidak pula binatang melata semuanya, seperti: cicak, kumbang, semut, lebah, lalat, cacing dan yang lainnya, baik yang bisa terbang maupun yang tidak bisa terbang, kutu kain atau rambut, nyamuk, dan semua binatang yang semisal. Berdasarkan firman Allah, yang artinya: “Diharamkan bagi kalian bangkai, darah…..” kemudian Allah tegaskan yang halal, dengan menyatakan, “Kecuali binatang yang kalian sembelih.” Kemudian Ibn Hazm menegaskan,

وقد صح البرهان على أن الذكاة في المقدور عليه لا تكون إلا في الحلق ، أو الصدر , فما لم يقدر فيه على ذكاة : فلا سبيل إلى أكله : فهو حرام ؛ لامتناع أكله ، إلا ميتة غير مذكى

“Sementara dalil yang shahih telah mengaskan bahwa cara penyembelihan yang hanya bisa dilakukan pada leher atau dada. Untuk itu, hewan yang tidak mungkin disembelih, tidak ada jalan kaluar untuk bisa memakannya, sehingga hukumnya haram. Karena tidak memungkinkan dimakan, kecuali dalam keadaan bangkai, yang tidak disembelih." (lihat Al-Muhalla, 6/76).

     Bahkan pendapat Malikiyyah yang menghalalkan al hasyarat pun, setahu kami tetap mengharamkan ulat kecuali jika ulat tersebut tidak bisa dipisah dari makanan.  Jika demikian adakah madzhab ulama Ahlus Sunnah yang menghalalkan memakan ulat yang bisa dipisah dari makanan, sayur ataupun buah.??? Silahkan sebutkan siapa ulama Ahlus Sunnah yang menghalalkan ulat yang terpisah dari makanan jika memang ada.?

     Para manusia pemakan ulat memang mengherankan...bukannya ulat dibuang, tapi kok malah sengaja mereka mencari ulat dan sejenisnya untuk dimakan.?? Laa haula wa laa quwwata illa billah..

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
     

Dalil Diharamkan Bangkai Semua Jenis Ulat, Kutu, Seranggga Dan Al Hasyarat Yang Tidak Disembelih Dengan Menyebut Asma Allah






 

Dalil Diharamkan Bangkai Semua Jenis Ulat, Kutu, Seranggga Dan Al Hasyarat Yang Tidak Disembelih Dengan Menyebut Asma Allah


1.  Allah mengharamkan bangkai dan semua binatang yang tidak disembelih dengan nama Allah, selain bangkai belalang dan hewan laut/hidup di air.

     Allah Ta'ala berfirman :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al Maidah: 3)

     Nabi ﷺ bersabda :

أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

“Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.”  (HR. Ahmad 2:97 dan Ibnu Majah no. 3314. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

     Nabi dan para Shahabat tidak mengajari cara menyembelih ikan dan belalang karena bangkainya dihalalkan. Imam Nawawi rahimahullah berkata :

ويحل السمك والجراد من غير ذكاة

“Ikan dan belalang itu halal dimakan walau tidak lewat proses penyembelihan.” Lalu beliau rahimahullah berkata, “Dan tidak mungkin berdasarkan kebiasaan untuk menyembelih ikan dan belalang, maka penyembelihan keduanya tidak diperlukan.” (lihat Al Majmu’, 9: 72)

     Itu artinya bangkai belalang, ikan dan binatang yang hidup di air adalah halal sehingga tidak perlu penyembelihan. Allah juga berfirman :

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut.” (QS. Al Maidah: 96). Sedang bangkai selain belalang dan hewan air adalah haram.

2.  Sejak zaman nabi Adam sampai Nabi akhir zaman tiada nukilan ada seorang nabi ataupun rasul yang sengaja makan ulat dan semisal walau dijumpai ulat. Dan yang ada justru nukilan Nabi ﷺ tidak memakan ulat dan membuangnya.

     Demikian juga tiada nukilan para Shahabat/salafush sholih yang memakan ulat dan sejenisnya ataupun menghalalkannya. Justru yang ada nukilan ketika menjumpai ulat/semisal, maka Nabi ﷺ membuangnya. Seandainya ulat itu halal tentu tidak akan dibuang, dimakan atau diberikan kepada orang lain. Demikian juga tidak ada nukilan para Shiddiqin dan orang-orang sholih yang sengaja makan ulat. Seandainya ulat itu halal tentu tak akan dibuang karena itu termasuk perbuatan tabdzir (menjadikan mubadzir) yang tercela.

     Setahu kami semua madzhab ulama Ahlus Sunnah (termasuk madzhab Maliki yang menghalalkan al-hasyarot pun) mereka semua sepakat mengharamkan ulat tanpa perincian jenis ulatnya. Kecuali apabila ulat tersebut tidak bisa dipisahkan dari makanan. Dan kita tidak mengetahui ada perselisihan dalam perkara tentang haramnya ulat yang terpisah dari makanan.

3.  Jumhur ulama mengharamkan bangkai Al Hasyarat (hewan kecil sebangsa kutu, nyamuk, lalat, serangga, binatang melata dan semisal)

     Selain belalang yang dikecualikan, maka para ulama mengharamkan serangga (termasuk ulat dan metamorfosisnya). Ini adalah pendapat mayoritas ulama, diantaranya : Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Daud Ad-Dhahiri, dan Syafiiyah. An-nawawi mengatakan,

مذاهب العلماء في حشرات الأرض …. مذهبنا أنها حرام ، وبه قال أبو حنيفة وأحمد وداود . وقال مالك : حلال

“Madzhab-madzhab para ulama tentang hewan melata bumi…, madzhab kami (syafiiyah) hukumnya haram. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah, Ahmad, dan Daud. Sementara Malik mengatakan, halal.” (lihat Al-Majmu’, 9/16)

     Ibnu Hazm mengatakan,

ولا يحل أكل الحلزون البري , ولا شيء من الحشرات كلها : كالوزغ ، والخنافس , والنمل , والنحل , والذباب , والدبر , والدود كله – طيارة وغير طيارة – والقمل , والبراغيث , والبق , والبعوض وكل ما كان من أنواعها ؛ لقول الله تعالى : (حرمت عليكم الميتة) ؛ وقوله تعالى (إلا ما ذكيتم)

“Tidak halal makan siput darat (bekicot), tidak pula binatang melata semuanya, seperti: cicak, kumbang, semut, lebah, lalat, cacing dan yang lainnya, baik yang bisa terbang maupun yang tidak bisa terbang, kutu kain atau rambut, nyamuk, dan semua binatang yang semisal. Berdasarkan firman Allah, yang artinya: “Diharamkan bagi kalian bangkai, darah…..” kemudian Allah tegaskan yang halal, dengan menyatakan, “Kecuali binatang yang kalian sembelih.” Kemudian Ibn Hazm menegaskan,

وقد صح البرهان على أن الذكاة في المقدور عليه لا تكون إلا في الحلق ، أو الصدر , فما لم يقدر فيه على ذكاة : فلا سبيل إلى أكله : فهو حرام ؛ لامتناع أكله ، إلا ميتة غير مذكى

“Sementara dalil yang shahih telah mengaskan bahwa cara penyembelihan yang hanya bisa dilakukan pada leher atau dada. Untuk itu, hewan yang tidak mungkin disembelih, tidak ada jalan kaluar untuk bisa memakannya, sehingga hukumnya haram. Karena tidak memungkinkan dimakan, kecuali dalam keadaan bangkai, yang tidak disembelih." (lihat Al-Muhalla, 6/76).

4. Hewan darat yang mati karena terbakar atau tenggelam dalam air itu dihukumi bangkai dan haram dimakan, walau ketika melihat mengucapkan "bismillah".

     Contoh apabila ada ayam lari kemudian masuk tunggku api dan mati, walau kita mengucapkan bismillah maka tetap haram dimakan. Demikian juga ketika kita berburu burung dan mengucapkan "bismillah", kemudian burung tersebut jatuh masuk ke dalam air dan mati karena tenggelam maka haram dimakan. Terlebih lagi bangkai ulat ataupun ungker yang mana sebelum mati dalam keadaan memiliki ruh. Dan tiada dalil khusus bahwa bangkai semua jenis serangga ataupun al hasyarat (selain beragam jenis belalang) adalah halal.

5. Setahu kami tiada satupun ulama imam madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang menghalalkan semua jenis ulat, kecuali jika ulat tersebut memang tidak bisa terpisah dari makanan atau yang tidak sengaja termakan.

     Ketika Imam Ahmad mendapati sayuran yang terdapat ulat di dalamnya. Beliau lantas berkata,

تجنّبه أحبّ إليّ ، وإن لم يتقذّر فأرجو

Menjauhi sayuran semacam itu lebih aku sukai. Namun jika tidak sampai mengotori (menjijikkan), maka aku pun mau (memakan sayurnya).” Imam Ahmad menganggap tidak mengapa jika kita menyelidik-nyelidik kurma yang terdapat ulat. Lihat contoh dari Rasul  (sebaik-baik uswah) berikut ini.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أُتِىَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- بِتَمْرٍ عَتِيقٍ فَجَعَلَ يُفَتِّشُهُ يُخْرِجُ السُّوسَ مِنْهُ.

Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Nabi  diberi kurma yang sudah agak lama (membusuk), lalu beliau mengorek-ngorek kurma tersebut. Lantas beliau mengeluarkan ulat dari kurma itu. (HR. Abu Daud no. 3832, shahih kata Syaikh Al Albani)

     Itu artinya apabila dalam kurma, jagung rebus, kacang rebus, tepung terigu, sayur ataupun makanan kita menjumpai ulat, maka hendaknya ulatnya dibuang (jangan dimakan). Kecuali jika ulat tersebut tidak memungkinkan untuk dipisahkan. Bukan malah sebaliknya sengaja mencari ulat (metamofosisnya yang memiliki ruh), kutu atau serangga kemudian diacampur dengan makanan dan dimakan.

     Yang menghalalkan beragam ulat (terlebih ulat terpisah dari makanan) setahu kami bukan orang-orang sholih tapi para pengikut hawa nafsu yang tidak berpegang dalil lantaran fitnah nafsu perut. Bahkan dalam Taurot pun (Al Kitab Perjanjian Lama - Imamat 11 : 2-47) juga diharamkan serangga selain beragam jenis belalang. Maka tidak usah heran mereka yang gemar makan makanan haram jika doanya tidak mustajab akibat gemar memasukkan makanan haram ke dalam perutnya.?

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.

 
Bagisiapa saja yang menghalalkan bangkai beragam jenis ulat (metamorfosisnya yang memiliki ruh), kutu, cacing, capung, lalat, lebah, kecoak, orong-orong, cicak, berbagai jenis serangga atau al hasyarot yang hidup di darat tanpa penyembelihan yang sesuai syari'at dengan menyebut asma Allah.., maka silahkan datangkan kitab, burhan dan tunjukkan hujjah kalian!!

هاتو برهانكم إن كنتم صادقين

"Katakanlah, datangkanlah burhan kalian, jika kalian orang yang benar!"

Rabu, 20 Desember 2023

Kerudung Dan Jilbab Itu Bukan Budaya Arab Dalam Taurat Dan Injil Pun Disyari'atkan







Kerudung Dan Jilbab Itu Bukan Budaya Arab
Dalam Taurat Dan Injil Pun Disyari'atkan

https://teguhakhirblora.blogspot.com/2023/12/kerudung-dan-jilbab-itu-bukan-budaya.html?m=1

Khimar (Kerudung) Dan Jilbab Dalam Al Qur'an

     Allah Ta'ala berfirman :

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖوَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖوَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ  …

Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khimar (kain kerudung) ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka ….” (QS. An-Nuur: 31)

     Adapun perintah mengenakan "jilbab" untuk berhijab dan menutupi perhiasan (termasuk khimar dan baju wanita) yang menjulur dari atas kepala ke seluruh tubuh sebagaimana diterangkan dalam ayat :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)

Senin, 18 Desember 2023

Larangan Menjual Ayat-ayat Allah ( Kebenaran ) Dengan Harga Murah ( Seharga Dunia )





 

Larangan Menjual Ayat-ayat Allah ( Kebenaran ) Dengan Harga Murah ( Seharga Dunia )

     Ada beberapa peringatan larangan menjual ayat-ayat Allah dalam Al-Qur'an. Diantaranya Allah berfirman :

.... وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَناً قَلِيلاً وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ

“.... Janganlah kamu menukarkan (jual) ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit (murah), dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa.” (📖 QS. Al-Baqarah : 41)

     Allah juga berfirman :

.... فَلاَ تَخْشَوُاْ النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلاً ....

".... Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menjual ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit (murah). ...." (📖 QS. Al-Maidah : 44)

Tafsir Ayat وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَناً قَلِيلاً

     Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

وَقَوْلُهُ: ﴿وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا﴾ يَقُولُ: لَا تَعْتَاضُوا عَنِ الْإِيمَانِ بِآيَاتِي وَتَصْدِيقِ رَسُولِي بِالدُّنْيَا وَشَهَوَاتِهَا، فَإِنَّهَا قَلِيلَةٌ فَانِيَةٌ، كَمَا قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ: أَنْبَأَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، عَنْ هَارُونَ بْنِ زَيْدٍ(١١) قَالَ: سُئِل الْحَسَنُ، يَعْنِي الْبَصْرِيَّ، عَنْ قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿ثَمَنًا قَلِيلا﴾ قَالَ: الثَّمَنُ الْقَلِيلُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا.

     Firman Allah وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا "Dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah." (Al-Baqarah: 41). Maksudnya, janganlah kalian menukar irnan kepada ayat-ayat-Ku dan percaya kepada Rasul-Ku dengan harta keduniawian dan kelezatannya, karena sesungguhnya harta duniawi itu dinilai sedikit tak ada artinya lagi fana. Pengertian ini diungkapkan oleh Abdullah ibnul Mubarak melalui riwayatnya yang menyebutkan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Jabir, dari Harun ibnu Yazid yang telah menceritakan bahwa Al-Hasan (yakni Al-Basri) pernah ditanya mengenai makna firman-Nya, ثَمَنًا قَلِيلا
(harga yang sedikit atau rendah), bahwa yang dimaksud adalah dunia berikut segala isinya.

وَقَالَ ابْنُ لَهِيعة: حَدَّثَنِي عَطَاءُ بْنُ دِينَارٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، فِي قَوْلِهِ: ﴿وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا﴾ وَإِنَّ آيَاتِهِ: كِتَابُهُ الَّذِي أَنْزَلَهُ(١٢) إِلَيْهِمْ، وَإِنَّ الثَّمَنَ الْقَلِيلَ: الدُّنْيَا وَشَهَوَاتُهَا.

Ibnu Luhai'ah mengatakan, telah menceritakan kepadanya Ata ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair, sehubungan dengan makna firmanNya : وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا "Dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah." (Al-Baqarah: 41). Sesungguhnya yang dimaksud dengan ayat-ayat Allah ialah KitabNya yang diturunkan-Nya kepada mereka, sedangkan yang dimaksud dengan harga yang sedikit ialah duniawi dan kesenangannya.

وَقَالَ السُّدِّيُّ: ﴿وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا﴾ يَقُولُ: لَا تَأْخُذُوا طَمَعًا قَلِيلًا وَلَا تكتموا(١٣) اسم اللَّهِ لِذَلِكَ الطَّمَعِ وَهُوَ الثَّمَنُ.

Menurut As-Saddi, makna `janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit' ialah janganlah kalian mengambil keinginan yang sedikit dan janganlah kalian menyembunyikan asma Allah; ketamakan tersebut adalah harganya.

وَقَالَ أَبُو جَعْفَرٍ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا﴾ يَقُولُ: لَا تَأْخُذُوا عَلَيْهِ أَجْرًا. قَالَ: وَهُوَ مَكْتُوبٌ عِنْدَهُمْ فِي الْكِتَابِ الْأَوَّلِ: يَا ابْنَ آدَمَ عَلِّم مَجَّانا كَمَا عُلِّمت مَجَّانا.

Abu Ja'far meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan makna firman-Nya: وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا "Dan janganlah kalian menukarkan ayal-ayat-Ku dengan harga yang rendah." (Al-Baqarah: 41). Yakni janganlah kalian menerima upah atasnya. Abul Aliyah mengatakan, bahwa hal ini telah tertera dalam kitab terdahulu yang ada pada mereka, yaitu: "Hai anak Adam, ajarkanlah ilmu dengan cuma-cuma sebagaimana kamu mempelajarinya secara cuma-cuma."

وَقِيلَ: مَعْنَاهُ لَا تَعْتَاضُوا عَنِ الْبَيَانِ وَالْإِيضَاحِ وَنَشْرِ الْعِلْمِ النَّافِعِ فِي النَّاسِ بِالْكِتْمَانِ 
وَاللَّبْسِ لِتَسْتَمِرُّوا عَلَى رِيَاسَتِكُمْ فِي الدُّنْيَا الْقَلِيلَةِ الْحَقِيرَةِ الزَّائِلَةِ عَنْ قَرِيبٍ،

Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah janganlah kalian menukar penjelasan, keterangan, dan menyiarkan ilmu yang bermanfaat di kalangan manusia dengan cara menyembunyikannya dan memutarbalikkan kenyataan, dengan tujuan agar kalian tetap lestari dalam menguasai keduniawian yang sedikit lagi rendah dan pasti lenyap dalam waktu yang dekat itu.


وَفِي سُنَنِ أَبِي دَاوُدَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَرُحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"(١٤)

Di dalam kitab Sunan Abu Daud disebutkan sebuah hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah pernah bersabda : "Barang siapa yang mempelajari suatu ilmu yang seharusnya diniatkan untuk memperoleh rida Allah, lalu ia mempelajarinya hanya untuk memperoleh sejumlah harta duniawi, niscaya ia tidak dapat mencium bau surga kelak di hari kiamat."

وَأَمَّا تَعْلِيمُ الْعِلْمِ بِأُجْرَةٍ، فَإِنْ كَانَ قَدْ تَعَيَّنَ عَلَيْهِ فَلَا يَجُوزُ أَنْ يَأْخُذَ عَلَيْهِ أُجْرَةً، وَيَجُوزُ أَنْ يَتَنَاوَلَ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ مَا يَقُومُ بِهِ حَالُهُ وَعِيَالُهُ، فَإِنْ لَمْ يَحْصُلْ لَهُ مِنْهُ شَيْءٌ وَقَطَعَهُ التَّعْلِيمُ عَنِ التَّكَسُّبِ، فَهُوَ كَمَا لَمْ يَتَعَيَّنْ عَلَيْهِ، وَإِذَا لَمْ يَتَعَيَّنْ عَلَيْهِ، فَإِنَّهُ يَجُوزُ أَنْ يَأْخُذَ عَلَيْهِ أُجْرَةً عِنْدَ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَجُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ، ....

Mengajarkan ilmu dengan imbalan upah, jika orang yang bersangkutan ditugaskan (digaji), tidak boleh baginya mengambil upah sebagai imbalannya. Diperbolehkan baginya makan (mengambil gaji) dari baitul mal dalam jumlah yang cukup untuk keperluan dirinya dan orang-orang yang berada di dalam tanggungannya.
Tetapi jika dia tidak memperoleh suatu gaji pun dari baitul mal, sedangkan tugas mengajarnya telah menyita banyak waktu hingga ia tidak dapat mencari nafkah, maka kedudukannya sama dengan orang yang tidak menerima gaji (yakni boleh mengambil upah). Apabila dia tidak menerima gaji, maka ia diperbolehkan mengambil upah mengajar, menurut pendapat Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad, dan jumhur ulama. .... (lihat Tafsir Ibnu Katsir QS. Al Baqarah : 41)


Cakupan Tafsir Dan Ancaman Allah Atas Orang Yang Menjual Ayat Allah Dengan Harga Murah


Cakupan tafsir ayat tidak jauh berbeda dengan latar belakang Allah menurunkan ayat. Siapa yang sengaja menyembunyikan kebenaran dan berbuat bid'ah dengan harapan agar bisa mendapatkan dunia/harta, kedudukan, jabatan, atau banyak pengikut, termasuk diantara bentuk menjual ayat Allah dengan harga murah.

     Di masyarakat kita kadang ada sebagian tokoh yang bertugas sebagai pemuka adat/tradisi bid'ah yang tidak diajarkan Nabi dan para Shahabat. Untuk sekali memimpin ritual, dia akan dibayar (mendapat upah berupa uang atau makanan) para penyelenggara atau yang punya hajat. Tentu saja banyak melanggar syariat. Ketika dakwah kebenaran sampai kepadanya, mereka paham bahwa yang mereka lakukan melanggar syariat (atau berasal dari agama Hindu). Maka mereka merasa berat untuk mengikuti dakwah ajaran Islam yang murni dan benar. Bahkan terkadang mereka berupaya menghalangi dakwah kebenaran itu, dengan maksud agar masyarakat tetap mempertahankan tradisi meyimpang itu. Laa haula wa laa quwwata illa billah..

     Menjual ayat dengan harga murah mendapat ancaman akan menelan api neraka ke dalam perutnya. Allah Ta'ala berfirman :

اِنَّ  الَّذِيْنَ  يَكْتُمُوْنَ  مَاۤ  اَنْزَلَ  اللّٰهُ  مِنَ  الْکِتٰبِ  وَ  يَشْتَرُوْنَ  بِهٖ  ثَمَنًا  قَلِيْلًا   ۙ اُولٰٓئِكَ  مَا  يَأْكُلُوْنَ  فِيْ  بُطُوْنِهِمْ  اِلَّا  النَّا رَ  وَلَا  يُکَلِّمُهُمُ  اللّٰهُ  يَوْمَ  الْقِيٰمَةِ  وَلَا  يُزَکِّيْهِمْ   ۚ وَلَهُمْ  عَذَا بٌ  اَ  لِيْمٌ

“Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu kitab, dan menjualnya dengan harga murah, mereka hanya menelan api neraka ke dalam perutnya dan Allah tidak akan menyapa mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih.” (QS. Al-Baqarah : 174)

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
     

Minggu, 17 Desember 2023

Antara Syaikh Albani Dengan Abu Ubaidah (Tokoh Jam'iyyah Hamas) Dan Pak Ustadz Ja'far (Tokoh Jam'iyyah Laskar Jihad)




Mintalah Fatwa Pada Hatimu
اسْتَفْتِ قَلْبَكَ

Antara Syaikh Albani Dengan Abu Ubaidah (Tokoh Jam'iyyah Hamas) Dan Pak Ustadz Ja'far (Tokoh Jam'iyyah Laskar Jihad)


☆  Syaikh Albani termasuk ulama yang muqim di negeri Syam (Yordania) yang setahu kami hafal Al Qur'an dan 100.000 hadits. Sedang Abu Ubaidah Dan pak ustadz Ja'far hafal berapa?

☆  Syaikh Albani zhahirnya taqwa dan semasa hidup sampai beliau wafat dimuliakan dan mendapat pujian dari imam Muhammad Al-Amin Asy Syinqithi (1325-1393 H) dan para murid imam Asy Syinqithi yaitu syaikh bin baz, syaikh Utsaimin, syaikh Muqbil, syaikh Robi' dll. Pujian tersebut tidak dicabut sampai beliau wafat.
Sedang Abu Ubaidah dan pak ustadz Ja'far (yang zhahirmya tidak taqwa) mendapat pujian dari siapa? Bahkan setahuku syaikh Muqbil mentahdzir jam'iyyah Hamas dan syaikh Robi' mentahdzir pak ustadz Ja'far. Apa itu tidak benar.?

☆ Jihad membantah kebathilan itu lebih tinggi kedudukannya daripada jihad dengan pedang. Karena hanya orang 'alim yang mampu mencapainya, sedang jihad dengan pedang orang bodoh pun bisa melakukannya. Sehingga di langit yang menyandang sebagai orang besar (mulia) adalah para ulama yang mengetahui kebenaran, mengamalkan dan mengajarkannya. Para Shiddiqin lebih tinggi kedudukannya daripada para syuhada.

☆  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927).
Teman syaikh Albani diantaranya syaikh bin Baz dan para ulama Ahlus Sunnah. Sedang teman-teman Abu Ubaidah..orang IM, orang Syi'ah dan semisal mereka.?

☆  Syaikh Albani gemar membantah ahlul bid'ah dan menampakkan Sunnah. Sedang Abu Ubaidah tokoh jam'iyyah Hamas gemar tasyabuh dengan Ahlu Kitab. Lihat aja pakaiannya pakai Sirwal dan teman-temannya banyak yang memendekkan jenggot.?
Belum lagi zhohirnya mereka gemar berbuat syirik akbar dengan menyembah hawa nafsu dan berbuat bid'ah untuk menandingi syari'at. Yang mana menurut qaidah orang takfiri bahwa orang-orang yang berbuat syirik akbar wajib dikafirkan secara mu'ayyan walau tanpa iqomatul hujjah.? Diantaranya : (1) menyembah thoghut, (2) menyembah akabir, (3) membolehkan demo, (4) berhukum selain hukum Allah (seperti demokrasi), (5) mendirikan bid'ah jam'iyyah, (6) gemar tasawwul (mengemis) untuk kepentingan hizb dalam keadaan tidak darurat, (7) menyelisihi Aqidah dan Ushul Sunnah yang terdapat ijma', (8) menghalalkan shuroh makhluk bernyawa (foto, video), (9) berteman dengan ahlu hawa', (10) mengadakan jihad walau tidak diizinkan presiden (amir yang sah), (11)  dll.

     Allah Ta’ala  berfirman :

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُون

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilah (sesembahan)nya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jaatsiyah: 23).

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
 


Jangan Mengikuti Hawa Nafsu





 

Jangan Mengikuti Hawa Nafsu

     Allah Ta'ala berfirman :

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ 

"Hai Dawud! sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah." (QS. Shâd/38 : 26)

Definisi Hawa nafsu

     Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah mengatakan :

الهوى ميل الطبع إلى ما يلائمه

“Hawa nafsu adalah kecondongan jiwa kepada sesuatu yang selaras dengan keinginannya..” (lihat Asbabut Takhallaush minal hawa, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, hal. 3).

    
Celaan Terhadap Orang Yang Mengikuti Hawa Nafsu Daripada Dalil

     Allah mencela ittiba’ul hawa (mengikuti hawa nafsu) di beberapa ayat yang banyak dalam Al-Qur`an, diantaranya adalah firman-Nya :

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

Katakanlah, “Hai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Mâidah/5: 77)

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilah (sesembahan)nya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” (QS. Al-Furqaan: 43).

     Allah Ta’ala juga berfirman :

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُون

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilah (sesembahan)nya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jaatsiyah: 23).


Kebanyakan Manusia Mengajak Kesesatan Dengan Mengikuti Hawa Nafsu

    
     Termasuk mengikuti hawa nafsu adalah orang yang menolak syari’at setelah penjelasan datang kepadanya. Allah Ta’ala juga berfirman :

وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ

"Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allâh ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allâh telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-An’âm/6 : 119)

فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (Al-Qashash:50).

     Dari Sahabat Anas, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abdullah bin Abi Aufa, dan Ibnu Umar Radhiyallohu ‘anhum, Bahwa Rosululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda :

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ وَ ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ فَأَمَّا ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ وَ هَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ و ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ : خَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ والعلانيةِ وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى وَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا

"Tiga perkara yang membinasakan dan tiga perkara yang menyelamatkan.
Adapun tiga perkara yang membinasakan adalah: (1) kebakhilan dan kerakusan yang ditaati, (2) hawa nafsu yang diikuti, dan (3) seseorang yang membanggakan diri sendiri.
Sedangkan tiga perkara yang menyelamatkan adalah (1) khasyah (takut) kepada Allâh di waktu sendirian dan dilihat orang banyak, (2) sederhana di waktu kekurangan dan kecukupan, dan (3) adil di waktu marah dan ridha."
(Hadits ini dinilai sebagai hadits hasan oleh syaikh al-Albani di dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahihah, no. 1802 karena banyak jalur periwayatannya)



Mengikuti Hawa Nafsu Dalam Beragama Lebih Parah Daripada Dalam Urusan Syahwat

     Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

واتباع الأهواء في الديانات أعظم من اتباع الأهواء في الشهوات

“Mengikuti hawa nafsu dalam beragama (syubhat) lebih parah dibandingkan Mengikuti hawa nafsu dalam urusan syahwat” (lihat Al-Istiqomah, Ibnu Taimiyyah)



Surga Bagi Yang Mampu Menundukkan Hawa Nafsu Demi Mengikuti Al Qur'an Dan As Sunnah

     Semua maksiat timbul karena seseorang mendahulukan hawa nafsu daripada kecintaan pada Allah dan Rasul-Nya. Sehingga hendaknya kita menundukkan hawa nafsu. Allah Ta'ala berfirman :

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٤٠﴾ فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ

"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)." (QS. An-Nazi’at/79: 40-41)

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.

Sabtu, 16 Desember 2023

Bantahan Dari Seorang 'Abdi Allah (Ahlus Sunnah) Atas Syubhat Pak Ustadz Salafi Yang Membolehkan Tasawwul/Mengemis Untuk Kepentingan Hizb





 

Baca juga :

TA'AFFUF (MENJAGA IFFAH) VS MINTA SHODAQOH (UNTUK DIRI SENDIRI, ORANG LAIN DAN HIZB)
https://teguhakhirblora.blogspot.com/2022/09/taaffuf-vs-minta-shodaqoh-untuk-diri.html?m=1

Tasawwul (Minta Sodaqoh) Untuk Diri Sendiri Ataupun Untuk Orang Lain/Hizb Itu Hukum Asalnya Haram
https://teguhakhirblora.blogspot.com/2023/04/tasawwul-minta-sodaqoh-untuk-diri.html?m=1



Bantahan Dari Seorang 'Abdi Allah (Ahlus Sunnah) Atas Syubhat Pak Ustadz Salafi Yang Membolehkan Tasawwul/Mengemis Untuk Kepentingan Hizb


     Ada sebuah syubhat dari pak ustadz Salafi neo Laskar Jihad (=neo Laskar Jahat) Al Limboriy yang membolehkan tasawwul untuk dakwah hizbiyyah dan bukan karena darurot. Syubhat rendahan semisal ini setahuku juga tak jauh beda dengan syubhat mbah syaikh kubro (yang pernah menjadi gurunya di Banyutengah) yang membolehkan mengemis untuk kepentingan hizb-nya. Pak ustadz berkata :

"Maka kita katakan bahwa telah ada dalîl yang sangat jelas dan telah diamalkan oleh Salaf kita yang Shâlih yaitu Dzul Qarnain Radhiyallâhu 'Anhu sebagaimana pada perkataannya kepada kaumnya:

فَأَعِینُونِی بِقُوَّةٍ

"Maka tolonglah oleh kalian aku ini dengan suatu kekuatan." [Surat Al-Kahfi: 95].
Beliau minta tolong kepada kaumnya yang mereka mampu ketika itu untuk menolongnya, beliau sebagai pemimpin mereka. Beliaupun menyebutkan apa yang beliau minta ke mereka:

ءَاتُونِی زُبَرَ ٱلۡحَدِیدِ

"Berikanlah oleh kalian kepadaku potongan-potongan besi." [Surat Al-Kahfi: 96].
Beliau meminta pada ayat ini, dan telah ada fatwâ dari Lajnah Dâimah menyebutkan tentang pembolehannya.
Dengan adanya kebolehan tersebut, tatkala kita dapati ada du'ât atau ikhwân kita melakukannya dan itu bukan untuk pribadi namun untuk kemaslahatan umat dan atau dakwah maka kita tidak permasalahkan, karena yang menjadi masalah adalah orang yang meminta-minta untuk pribadi..."

Maka sebagai bantahan, kita katakan :

(1) Nabi dan para Salafush Sholih memgajarkan kepada kita untuk ta'affuf (menjaga iffah). Tidak boleh tasawwul (mengemis) kecuali darurat (yang dibolehkan syari'at). Silahkan baca tulisan kami dengan judul "TA'AFFUF (MENJAGA IFFAH) VS MINTA SHODAQOH (UNTUK DIRI SENDIRI, ORANG LAIN DAN HIZB)" https://teguhakhirblora.blogspot.com/2022/09/taaffuf-vs-minta-shodaqoh-untuk-diri.html?m=1

(2) Ahlu Shuffah hidup dalam keadaan kekurangan makanan dan pakaian serta tidak punya rumah. Tapi tetap menjaga 'iffah dan tidak ada yang mengkoordinir untuk mengemis. Bahkan Nabi pun juga tidak tasawwul untuk ahlu Shuffah. Tidak sebagaimana yang dilakukan para biksu ataupun hizb/"partai pengemis" yang menghinakan diri kepada makhluk untuk kepentingan kelompoknya. Jadi para biksu dan partai pengemis itulah salaf mereka

(3) Dalam beberapa kitab tafsir yang kami baca, setahu kami tiada yang menggunakan ayat tersebut sebagai dalil bolehnya mengemis untuk kepentingan hizb dan bukan dalam keadaan darurot. Yang mana umumnya para pengemis berjubah tersebut punya tempat tinggal, punya banyak pakaian, punya kendaraan dan perutnya sering kenyang atau punya kebiasaan makan tidak dengan 1 usus.

(4)  Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan :

﴿قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الأرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا﴾ قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَجْرًا عَظِيمًا، يَعْنِي أَنَّهُمْ أَرَادُوا أَنْ يَجْمَعُوا لَهُ مِنْ بَيْنِهِمْ مَالًا يُعْطُونَهُ إِيَّاهُ، حَتَّى يَجْعَلَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَهُمْ سَدًا. فَقَالَ ذُو الْقَرْنَيْنِ بِعِفَّةٍ وَدِيَانَةٍ وَصَلَاحٍ وَقَصْدٍ لِلْخَيْرِ: ﴿مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ﴾ أَيْ: إِنَّ الَّذِي أَعْطَانِي اللَّهُ مِنَ الْمُلْكِ وَالتَّمْكِينِ(١٦) خَيْرٌ لِي مِنَ الَّذِي تَجْمَعُونَهُ، كَمَا قَالَ سُلَيْمَانُ عَلَيْهِ السَّلَامُ: ﴿أَتُمِدُّونَنِ بِمَالٍ فَمَا آتَانِيَ اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا آتَاكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ﴾ [النَّمْلِ: ٣٦] وَهَكَذَا قَالَ ذُو الْقَرْنَيْنِ: الَّذِي أَنَا فِيهِ خَيْرٌ مِنَ الَّذِي تَبْذُلُونَهُ، وَلَكِنْ سَاعِدُونِي ﴿بِقُوَّةٍ﴾ أَيْ: بِعَمَلِكُمْ وَآلَاتِ الْبِنَاءِ، ﴿أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا * آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ﴾ وَالزُّبَرُ: جَمْعُ زُبْرَة، وَهِيَ الْقِطْعَةُ مِنْهُ، قَالَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ، وَمُجَاهِدٌ، وَقَتَادَةُ. وَهِيَ كَاللَّبِنَةِ(١٧) ، يُقَالُ: كُلُّ لَبِنَةٍ [زِنَةُ](١٨) قِنْطَارٍ بِالدِّمَشْقِيِّ، أَوْ تَزِيدُ عَلَيْهِ.
     Allah berfirman :

{قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الأرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا}

Mereka berkata, "Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu (upeti). (QS. Al-Kahfi: 94)

Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Atha', dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan kharjan ialah imbalan yang besar. Mereka bermaksud akan menghimpun dana di antara sesama mereka dalam jumlah yang cukup besar untuk diberikan kepada Dzulqarnain sebagai imbalan jasanya. Maka Dzulqarnain menjawab dengan nada yang terhormat, menunjukkan pendalaman agamanya yang sempurna, shalih lagi menghendaki kebaikan:

{مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ}

"Apa yang telah dikuasakan oleh Rabb-ku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik."(Al-Kahfi: 95)

Yaitu kerajaan dan kekuasaan yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadaku lebih baik bagiku daripada harta yang kalian himpunkan. Perihalnya sama dengan perkataan Sulaiman alaihissalaam yang disitir oleh firman-Nya:

{أَتُمِدُّونَنِ بِمَالٍ فَمَا آتَانِيَ اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا آتَاكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ}

"Apakah (patut) kalian menolong aku dengan harta? Maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan­Nya kepada kalian." (QS. An-Naml: 36)

Hal yang sama telah dikatakan Dzulqarnain, yaitu: "Apa yang ada padaku jauh lebih baik daripada apa yang kalian berikan itu, tetapi aku meminta kepada kalian agar membantuku dengan sekuat tenaga melalui jasa kerja kalian dan pengadaan bahan bangunan yang diperlukan."

{أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا * آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ}

"agar aku membuatkan dinding antara kalian dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi." (Al-Kahfi: 95-96)

.... dst. (lihat Tafsir Ibnu Katsir QS. Al Kahfi)


(5)  Kisah Dzulqarnain dalam Al Qur'an justru dalil untuk tidak mengemis (dengan bermaksud memberi upah) dan dalil berbuat baik (dakwah) tanpa mengharap upah. Karena pada ayat sebelummya mereka menawari Dzulqornain dengan imbalan.

قَالُوْا يٰذَا الْقَرْنَيْنِ اِنَّ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ مُفْسِدُوْنَ فِى الْاَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلٰٓى اَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا 94

Mereka berkata, “Wahai Dzulkarnain! Sungguh, Ya'juj dan Ma'juj itu (makhluk yang) berbuat kerusakan di bumi, maka bolehkah kami membayarmu imbalan agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?” (QS. Al Kahfi : 94)

     Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata :

"وَهَكَذَا أَهْلُ الْبِدَعِ لَا يَكَادُونَ يَحْتَجُّونَ "بِحُجَّةِ" سَمْعِيَّةٍ وَلَا عَقْلِيَّةٍ إلَّا وَهِيَ عِنْدَ التَّأَمُّلِ حُجَّةٌ عَلَيْهِمْ؛ لَا لَهُمْ." (مجموع الفتاوى-6/254)

 "Dan demikianlah ahlul bida', hampir-hampir mereka itu tidak berhujjah dengan suatu hujjah sam'iyyah (dalil naqli) ataupun dalil aqliy, kecuali dalam keadaan dalil-dalil tadi ketika direnungkan justru menjadi hujjah untuk menghantam mereka sendiri, bukan untuk mendukung mereka." (lihat Majmu'ul Fatawa/6/hal. 254)

(6)  Kisah Dzulqornain tersebut hanya menunjukkan bolehnya minta bantuan kepada makhluk. Sebagaimana misal saya minta tolong kepada tukang bangunan untuk membuat tembok pemisah antara rumahku dg rumah tetanggaku ahlu bid'ah. Kemudian si tukang bangunan minta kupersiapkan bahan dll. Jadi tiada unsur mengemis. Insya Allah tidak akan ada orang jujur dan berakal sehat mengatakan hal tersebut termasuk mengemis.

(7)  Pak ustadz memamahami ayat tersebut tidak sesuai dengan pemahaman para Shahabat, tapi mengikuti hawa nafsunya sebagaimana orang Khawarij yang mana ayat yang mereka baca tidak mampu melewati kerongkongan sehingga tidak bisa masuk ke hati. Jika masih tetap kibr dan dusta serta membangkang di atas kebathilan sebagaimana para syaithan, insya Allah diriku siap menantang berhakim kepada Allah dengan mubahalah. Laa haula wa laa quwwata illa billah..

والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.

"Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah

  "Ahlus-Sunnah Wal-Jama'ah" Itu Bukan Sebuah Jam'iyyah ataupun Hizbiyyah Hukumi Manusia Dengan Hujjah Dan Burhan Sesuai Z...